Monday, July 05, 2010

0 DIMAKRUHKAN BAGI WANITA MENGIKUTI JENAZAH


Imam Bukhari r.a berkata (1278) :
Diriwayatkan dari Qubaishah ibn Uqbah, dari Sufyan, dari Khalid, dari Ummu al-Hudzail, dari Ummu 'Athiyyah r.a, beliau berkata: kami (kaum wanita) telah dilarang[1] untuk mengikuti jenazah namun larangan tersebut tidak begitu tegas.
(Shahih)

Hadits ini juga telah diriwayatkan oleh Abu Daud r.a (3167), Imam Muslim r.a (937) dan yang lainnya dari riwayat Muhammad ibn Sîrîn dan dari riwayat Ummu al-Hudzail, keduanya telah meriwayatkannya dari Ummu 'Athiyyah r.a.

Imam Ahmad r.a berkata (2/444) :
Diriwayatkan dari Wakî', dari Hisyâm ibn 'Urwah, dari Wahb ibn Kîsân, dari Muhammad ibn Amr ibn 'Athâ', dari Abu Hurairah r.a, beliau berkata: ketika Rasulullah s.a.w sedang menghadiri jenazah, Umar melihat seorang wanita, dan iapun berteriak kepada wanita tersebut. Maka Rasulullah s.a.w berkata: "biarkan dia wahai Umar, sebab air mata mengalir, jiwa ditimpa musibah sementara cobaan ini baru terjadi"
(Sanad hadits ini diperdebatkan oleh ulama, dan yang lebih râjih adalah pendapat yang mengatakan bahwa sanad tersebut dha'îf[2])

Perhatian: Hadits Ummu 'Athiyyah r.a yang telah lalu adalah dalil, bahwa yang dimaksudkan dengan sabda Rasulullah s.a.w: "barang siapa yang menyaksikan jenazah sampai selesai menshalatkannya, maka ia diberikan pahala sebesar satu qîrâth (4/6 dinar), dan barang siapa yang menyaksikannya sampai selesai pemakaman, maka ia diberkan pahala seukuran dua qîrâth", adalah bagi kaum pria dan bukan wanita. Hal ini telah disyaratkan oleh al-Hafiz Ibnu Hajar r.a dan ulama lainnya.

Hadits ini juga dijadikan salah satu dalil orang-orang yang berpendapat, bahwa wanita dilarang menziarahi kubur. Insya Allah masalah ini juga akan kita bahas secara detail.


SEBAGIAN ÂTSÂR YANG DIRIWAYATKAN DARI ULAMA SALAF TENTANG MENGIKUTI JENAZAH BAGi KAUM WANITA.

Dalam kitanya al-Mushannaf (3/284) Ibnu Abi Syaibah r.a mengatakan:
Diriwayatkan dari Jarîr, dari Manshûr, dari Ibrahim, ia berkata: orang-orang dahulu apabila mereka pergi mengantarkan jenazah, meraka menutup pintu diwajah kaum wanita.
(Shahih dari Ibrahim)

Riwayat ini juga disebutkan oleh Abdu ar-Razzâq r.a (6293)

* Pada kitab yang sama, Ibnu Abi Syaibah r.a juga mengatakan:
Diriwayatkan dari Abu Usâmah, dari Hisyâm tentang sikap al-Hasan[3] dan Muhammad, ia berkata: mereka berdua tidak menyukai (memakruhkan) adanya wanita yang mengikuti jenazah.
(Shahih sampai kepada Muhammad ibn Sîrîn)

* Beliau juga mengatakan:
Diriwayatkan dari 'Ubaidullah[4] ibn Musa, ia berkata: diriwayatkan dari al-Hasan ibn Shâleh, dari Ibrahim ibn Abdu al-A'lâ, dari Suwaid, ia berkata: tidak sepantasnya wanita keluar dari pintu rumahnya untuk mengikuti jenazah.
(Shahih sampai kepada Suwaid ibn Ghaflah)

* Beliau mengatakan lagi:
Diriwayatkan dari Abu Mu'âwiyah, dari al-A'masy, dari Abdullah ibn Murrah tentang sikap Masrûq, ia (Abdullah ibn Murrah) berkata: aku pernah melihat Masrûq melemparkan tanah kewajah para perempuan ketika mengantarkan jenazah, beliau berkata kepada mereka: kembalilah kalian. Maka apabila wanita tersebut kembali, beliaupun meneruskan turut mengikuti jenazah. Dan jika mereka tidak mau kembali, beliaupun pulang dan meninggalkan jenazah tersebut.
(Shahih dari Masrûq)

Riwayat ini juga disebutkan oleh Abdu ar-Razzâq r.a (3/457)

* Dalam kitabnya al-Mushannaf (3/456), Abdu ar-Razzâh r.a telah meriwayatkan:
Dari Ibnu Juraij, ia berkata: aku bertanya kepada 'Athâ': apakah hukumnya wanita yang keluar untuk mengikuti jenazah? Beliau menjawab: hal tersebut akan menimbulkan fitnah.
(Shahih dari 'Athâ')

Dan disana masih ada beberapa âtsâr yang berbicara tentang masalah pada bab ini.


WANITA TIDAK DIBENARKAN MEMBAWA MAYAT

Imam Bukhari r.a berkata (hadits 1314) :
Diriwayatkan dari Abdu al-'Aziz ibn Abdullah, dari al-Laits, dari Sa'îd al-Maqbari, dari ayahnya, bahwa ia telah mendengar Abu Sa'îd al-Khudrî r.a –berkata-, bahwasanya Rasulullah s.a.w berkata: "apabila jenazah telah diletakan –didalam keranda mayat- dan para laki-lakipun[5] membawanya diatas punggung mereka. Maka apabila jenazah tersebut termasuk orang yang shaleh ia berkata: dahulukanlah aku. Namun apabila jenazah tersebut bukan orang yang shaleh, maka ia berkata: celaka aku, kemanakah kalian hendak membawaku?! Suara jenazah tersebut dapat didengar oleh siapa saja kecuali manusia, dan seandainya manusia mendengarkan pastilah ia akan pingsan.
(Shahih)


[1] . Dalam kitabnya Fathu al-Bârî (3/145) al-Hafiz Ibnu Hajar r.a telah mengisyaratkan bahwa hadits ini telah diriwayatkan oleh al-Isma'îlî, dari Yazîd ibn Abu Hakîm, dari at-Tsaurî dengan sanad yang disebutkan diatas, dengan redaksi: "Rasulullah s.a.w telah melarang kami". Dan pada hadits ini terdapat bantahan terhadap Ibnu Hazm r.a, tatakala beliau mengatakan dalam kitabnya al-Muhalla (5/160): hadits ini tidak dapat dijadikan sandaran hukum. Sebab kita tidak mengetahui siapakah orang yang melarang tersebut, barangkali dia hanyalah salah satu sahabat Rasulullah s.a.w.

* Meskipun demikian, Sesungguhnya Jumhur ulama berpendapat bahwa larangan yang ditujukan kepada kaum wanita mengikuti jenazah, hanyalah larangan yang sifatnya makruh –bukan haram-. Dan dibawah ini adalah sebagian perkataan dan pendapat mereka tentang masalah ini:

Dalam kitanya al-Majmû' (5/277), Imam Nawawi ra mengatakan: Imam Syafi'I r.a dan murid-muridnya mengatakan: disunnahkan bagi laki-laki mengikuti jenazah sampai selesai pemakaman. Hal ini telah menjadi kesepakatan ulama, berdasarkan hadits-hadits shahih yang menyatakan tentang hal itu. Sedangkan perempuan, maka dimakruhkan bagi mereka mengikutinya, dan bagi mereka hal ini tidak sampai diharamkan. Inilah pendapat yang benar, dan yang dikatakan oleh ulama mazhab Syafi'i.

Adapun perkataan Syaikh Nashr al-Maqdisî r.a: "tidak dibolehkan bagi wanita mengikuti jenazah" barangkali yang dimaksudkan beliau adalah makruh. Sekalipun seandainya maksud beliau adalah haram bagi wanita mengikuti jenazah, maka pendapat tersebut tidak dapat diterima. Sebab ia telah berbeda dengan pendapat yang dikatakan oleh ulama-ulama mazhab Syafi'I, bahkan pendapat tersebut telah menyalahi hadits shahih, yakni: perkataan Ummu 'Athiyyah r.a: "kami telah dilarang mengikuti jenazah, namun larangan tersebut tidak begitu tegas" (H.R. Bukhari dan Muslim). Dan hadits ini adalah riwayat marfu', hal tersebut dapat dilihat dari makna hadits itu sendiri, sebagaimana yang telah ditetapkan dalam kitab-kitab hadits dan ushulnya.

Dan maksud dari perkataan Ummu 'Athiyyah r.a: "namun larangan tersebut tidak begitu tegas" adalah: kami hanya dimakruhkan saja, dan larangan tersebut tidak sampai kepada hukum haram.

Didalam kitabnya Syarh Shahih Muslim (2/599), Imam Nawawi r.a berkata: makna hadits tersebut adalah: Rasulullah s.a.w telah melarang kami mengikuti jenazah, larangan yang sifatnya makruh, bukan larangan yang sifatnya haram. Dan menurut pendapat mazhab Syafi'I, hal tersebut juga hanya dimakruhkan bagi wanita, karena berdasarkan hadits ini.

Al-Qâdhi r.a berkata: Jumhur ulama telah berpendapat bahwa wanita dilarang mengikuti jenazah, namun hal tersebut dibolehkan oleh ulama Madinah diantaranya adalah Imam Malik r.a, dan beliau juga mengatakan bahwa ia dimakruhkan bagi wanita yang masih belia.

·         Al-Hâfiz Ibnu Hajar r.a berkata, sebagaimana yang disebutkan dalam kitabnya Fathu al-Bârî (3/145): makna dari perkataan Ummu 'Athiyaah r.a "namun larangan tersebut tidak begitu ditegaskan": larangan tersebut tidak ditekankan sekali terhadap kami sebagaimana penekanan terhadap larangan-larangan lainnya. Maka seakan-akan Ummu 'Athiyyah r.a mengatakan: kami dimakruhkan mengikuti jenazah, tanpa mengharamkannya terhadap kami. Al-Qurthubi r.a berkata: Zhahir perkataan yang diucapkan oleh Ummu 'Athiyyah r.a menunjukan bahwa larangan tersebut sifat nya hanya sekedar makruh. Dan pendapat ini lah yang dikatakan oleh jumhur ulama. Sedangkan Imam Malik r.a dan ulama kota Madinah, maka mereka mengatakan bahwa dibolehkan bagi wanita (tidak makruh dan tidak haram) berziarah kekuburan.

·         Dalam kitabnya Subul as-Salâm (2/568), Imam as-Shan'ânî r.a berkata: Jumhur ulama berpendapat dimakruhkan bagi wanita mengikuti jenazah.

·         Syamsu al-Haq al-'Azhim Abâdî r.a berkata, sebagaimana yang disebutkan dalam kitabnya 'Aun al-Ma'bûd (8/449): sangat jelas, dari perkataan Ummu 'Athiyyah r.a: "namun larangan tersebut tidak begitu ditegaskan" bahwa yang dimaksud dari larangan tersebut adalah hukum makruh, bukan haram.

·         Ada hadits lain yang menunjukan bahwa wanita dilarang mengikuti jenazah, yaitu hadits Ummu 'Athiyyah r.a yang disebutkan oleh at-Thabrânî dari riwayat Ismail ibn Abdurrahman ibn 'Athiyyah, dari Ummu 'Athiyyah r.a, beliau berkata: manakala Rasulullah s.a.w telah masuk, Beliau mengumpulkan para wanita dalam sebuah rumah, kemudian beliau mengutus Umar kepada kami... lalu Ummu 'Athiyaah menyebutkan cerita tentang bai'at, dan dalam cerita tersebut terdapat perkataannya: dan beliau telah melarang kami pergi mengikuti jenazah. Namun pada sanad hadit ini terdapat Ismail ibn Abdurrahman ibn 'Athiyyah, sedangkan menurut pendapat yang benar, dia adalah termasuk orang yang tidak dikenal.

·         Ada lagi hadits lain yang menyatakan larangan terhadap wanita untuk mengikuti jenazah, yaitu hadits yang disebutkan oleh Ibnu Mâjah r.a (1578) dari riwayat Ismail ibn Salman, dari Dinar Abu Umar ibn Hanafiyah, dari Ali, ia berkata: pada saat Rasulullah s.a.w keluar, ternyata para wanita telah duduk (menunggu). Maka Rasulullah s.a.w berkata: apakah gerangan yang membuat kalian duduk disini? mereka menjawab: kami menunggu jenazah. Rasulullah s.a.w bertanya: apakah kalian orang-orang yang akan memandikan mayat? mereka menjawab: bukan. Rasulullah bertanya: apakah kalian termasuk orang-orang yang akan membawa jenazah? Mereka menjawab: bukan. Lalu Rasulullah s.a.w bertanya kembali: apakah kalian termasuk orang yang akan ikut mengulurkan –mayat kedalam liang lahad-? Mereka menjawab: bukan. Maka Rasulullah s.a.w berkata: pulanglah kalian dalam keadaan berdosa, tanpa bepahala".

Namun pada sanad hadits ini terdapat Ismail ibn Salman, dia adalah periwayat yang dha'îf , dan pada sanadnya juga terdapat Dinar Abu Umar, dia adalah orang yang banyak dapat kritikan dari ulama hadits. Dengan demikian maka hadits ini sangat lemah.

Imam Nawawi r.a juga telah menyebutkan riwayat ini dalam kitab al-Majmû' (5/277) dengan perkataannya: hadits ini telah diriwayatkan oleh Ibnu Mâjah dengan sanad yang lemah, dari riwayat Ismail ibn Salman al-Azraq. Dan pernyataan ini juga telah dinukil oleh Ibnu Abi Hâtim dari ulama-ulama hadits.

·         Sedangkan hadits yang menyatakan bahwa wanita dibolehkan mengikuti jenazah, -dan hadits tersebut juga termasuk riwayat dha'îf- adalah hadits Abu Hurairah r.a yang akan datang.

[2] . Diriwayatkan dari Muhammad ibn 'Athâ', dari Salamah bin Azraq, dari Abu Hurairah r.a, sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Nasâ'î r.a (4/19), Imam Ahmad r.a (2/333), Ibnu Mâjah r.a (1587) dan Imam Baihaqi r.a(4/70). Namun yang disebutkan oleh Imam Ahmad adalah; Amru ibn Azraq, dan ini adalah sebuah kekeliruan, sebab yang benar adalah Salamah ibn Azraq.

Hadits ini juga telah diriwayatkan dari Muhammad ibn Amr ibn 'Athâ', dari Abu Hurairah r.a–langsung tanpa melalui Salamah ibn Azraq- sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Ahmad r.a (2/444), Ibnu Mâjah r.a (1587) dan Ibnu Abi Syaibah r.a (al-Mushannaf 3/285). Dan dari sudut pentarjihan, maka riwayat yang menyebutkan Salamah ibn Azraq adalah riwayat yang paling shahih, sebab jumlah mereka lebih banyak. Namun Salamah Ibn Azraq adalah termasuk orang yang tidak dikenal. Dengan demikian maka hadits ini tidak shahih. Wallahu a'lam.
[3] . Riwayat Hisyam dari al-Hasan perlu ditinjau kembali.
[4] . Pada asalnya, sebagaimana yang disebutkan dalam al-Mushannaf Ibnu Abi Syaibah, adalah: Abdullah ibn Musa, namun yang benar adalah 'Ubaidullah ibn Musa.
[5] . Hadits ini menimbulkan kesan bahwa laki-laki lah yang harus membawa keranda mayat, dan tidak dibenarkan bagi perempuan untuk ikut membawanya. Dan sampai sekarang hal tersebut telah menjadi tradisi. Disamping itu juga dikhawatirkan –jika yang membawanya adalah wanita- ributnya teriakan wanita ketika mereka membawa dan meletakannya, dan masih banyak dampak negative yang akan muncul apabila orang yang membawa keranda mayat adalah para wanita, seperti tercampurnya antara laki-laki dan perempuan dan sangat besar kemungkian kaum pria menjadi terfitnah (tergoda) oleh para wanita.

·         Dalam kitabnya al-Majmû' (5/270), Imam Nawawi r.a berkata: Imam Syafi'I r.a –sebagaimana yang disebutkan dalam kitabnya al-Umm- dan murid-muridnya mengatakan: membawa jenazah hanya dibolehkan bagi kaum pria, baik mayat tersebut laki-laki, maupun perempuan. Dan hal ini telah menjadi kesepakatan diantara para ulama. Sebab wanita tidak kuat membawanya, dan barangkali ketika mereka ikut mengangkat keranda mayat, akan mengakibatkan bagian tubuhnya terbuka.
·         Hadits diatas telah dimasukan oleh Imam Bukhari r.a dalam bab: orang yang membawa jenazah diharuskan dari kaum pria dan tidak dibenarkan dari kaum wanita..

Artikel Terkait:

your ad here

comments

0 Responses to "DIMAKRUHKAN BAGI WANITA MENGIKUTI JENAZAH"

Speak Your Mind

Tell us what you're thinking...
and oh, if you want a pic to show with your comment, go get a gravatar!

eNews & Updates

Sign up to receive breaking news
as well as receive other site updates!

Daftar Isi

Loading...