Monday, July 05, 2010

0 HUKUM ZIARAH KUBUR BAGI WANITA


Pertama: Dalil-dalil orang yang melarang wanita ziarah kubur:
Dalil pertama:
* Imam Ahmad r.a berkata (3236) :
Diriwayatkan dari Yahya ibn Ishâk, dari Abu 'Uwânah, dari Umar ibn Abu Salamah, dari ayahnya, dari Abu Hurairah r.a; bahwasanya Rasulullah s.a.w mengutuk para wanita yang terlalu sering berziarah kekuburan[1].
(Hasan dengan sebab riyawat lain yang menguatkannya)[2]

Hadits ini juga telah diriwayatkan oleh Imam Turmudzî r.a (1056), beliau berkata: hadits ini hasan shahih, Ibnu Mâjah r.a (1576) dan Imam Baihaqi r.a (4/78).

Hadits yang dijadikan penguat terhadap hadits diatas:
* Abu Daud r.a berkata (3236):
Diriwayatkan dari Muhammad ibn Katsir, dari Syu'bah, dari Muhammad ibn Jahhâdah, ia berkata: aku telah mendengar Abu Shaleh meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a, ia berkata: Rasulullah s.a.w melaknat wanita-wanita yang berziarah kekuburan, dan orang-orang yang menjadikannya sebagai mesjid atau orang yang meneranginya dengan lampu"
(Sanadnya dha'îf)[3]

Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad r.a (1/229, 287, 324 dan 337) Imam Nasâ'I r.a (4/94-95) Imam Baihaqi r.a (4/78) dan yang lainnya.

Hadits penguat kedua:
* Imam Ahmad r.a berkata (3/442):
Diriwayatkan dari Mu'âwiyah ibn Hisyâm, dari Sufyan, dari Abdullah ibn Utsman, ayahku berkata. Dan diriwayatkan dari Qubaishah, dari Sufyan, dari Ibnu Khutsaim, dari Abdurrahman ibn Bahmân, dari Abdurrahman ibn Hassân dari ayahnya, ia berkata: Rasulullah s.a.w melaknat wanita yang berlebihan melakukan ziarah kekuburan.
(sanadnya dha'îf)[4]

Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Mâjah r.a (1574) dan Imam Baihaqi r.a (4/78).

Dalil kedua:
* Abu Daud r.a berkata (hadits 3123):
Diriwayatkan dari Yazîd ibn Khalid ibn Abdullah ibn Mauhib al-Hamdâni, dari al-Mifdhal, dari Rabi'ah ibn Saif al-Ma'âfirî, dari Abu Abdurrahman al-Hablî, dari Abdullah ibn 'Amr ibn 'Âsh r.a, ia berkata: kami bersama Rasulullah s.a.w pernah menguburkan seorang mayat. Manakala kami telah selesai menguburkannya, Rasulullah s.a.w pun pulang, kamipun ikut pulang bersamanya. Dan tatkala Beliau berada diambang pintu rumahnya, beliau berhenti, tiba-tiba kami melihat seorang wanita yang datang –ia berkata: sepertinya aku mengenal wanita tersebut-. manakala aku telah pergi ternyata wanita tersebut adalah Fatimah r.a. Rasulullah s.a.w berkata kepadanya: apakah yang menyebabkan kamu keluar rumah wahai Fatimah? Fatimah menjawab: aku baru datang dari rumah keluarga orang yang meninggal dunia untuk mengucapkan belasungkawa. Maka Rasulullah s.a.w berkata kepadanya: "barangkali kamu bersama mereka sampai ke al-kadâ" Fatimah menjawab: aku berlindung kepada Allah sampai melakukan hal tersebut!! sesungguhnya aku telah mendengar–tentang ziarah kubur- apa yang telah engkau katakan. Lalu Rasulullah s.a.w berkata: "seandainya kamu bersama mereka sampai ke al-kadâ[5]…" Rasulullah s.a.w menyebutkan peringatan keras tentang perbuatan tersebut. Maka aku menanyakan kepada Rabi'ah tentang yang dimaksud dengan kalimat al-kadâ. Maka beliau menjawab: menurut perkiraan saya maksudnya adalah kubur.
(Dha'îf)[6]

Hadits ini juga diriwayatkan oleh Nasâ'î r.a (4/27-28) al-Hâkim r.a dalam kitabnya al-Mustadrak (1/373) dan Baihaqi r.a dalam kitabnya as-Sunan al-Kubra (4/60)

Kedua: Dalil-dalil orang yang membolehkan bagi wanita berziarah kekuburan:
Dalil pertama:
* Imam Bukhari r.a berkata (hadits 1283):
Diriwayatkan dari Âdam, dari Syu'bah, dari Tsâbit, dari Anas ibn Malik r.a, ia berkata: Rasulullah s.a.w pernah melewati seorang perempuan yang sedang menangis dipinggir kuburan, maka Beliau berkata: "Bertakwalah kepada Allah dan bersabar". Wanita tersebut menjawab: jangan dekati aku, sesungguhnya engkau tidak pernah merasakan musibah yang menimpa diriku. Saat itu wanita tersebut tidak mengenali Rasulullah s.a.w. Sehingga dikatakan kepadanya: Dia adalah Rasulullah s.a.w, maka wanita itu pun mendatangi Rasulullah s.a.w, dan iapun tidak menemukan disisi Rasulullah s.a.w tukang jaga pintu, lalu wanita tersebut berkata: tadi aku belum mengenal kamu. Maka Rasulullah s.a.w berkata: "yang namanya sabar hanyalah ketika terjadinya benturan pertama (musibah)".
(Shahih)[7]

Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Muslim r.a (hal. 637), Abu Daud r.a (3124) Imam Turmudzî r.a pada masalah jenazah (hadits 988), beliau berkata: hadits ini hasan shahih, dan Imam Nasâ'î r.a.

Dalil kedua:
Imam Muslim r.a berkata (hal. 671):
Diriwayatkan dari Abu Bakar ibn Abi Syaibah dan Zuhari ibn Harb, keduanya berkata: diriwayatkan dari Muhammad ibn 'Ubaid, dari Yazîd ibn Kîsân, dari Abu Hâzim, dari Abu Hurairah r.a, beliau berkata: Rasulullah s.a.w pernah menziarahi makam ibunya, lalu Beliau menangis, sehingga orang-orang yang disekitar Beliau ikut menangis, lalu Rasulullah s.a.w berkata: aku meminta izin kepada Tuhanku agar aku diperbolehkan memintakan ampun untuk ibuku, namun aku tidak diberikan izin, lalu aku meminta izin untuk menziarahi kubur Ibuku, dan aku pun diberikan izin. Maka hendaklah kalian berziarah kekubur, sebab hal tersebut akan selalu mengingatkan dengan kematian".[8]
(Shahih)

Hadits ini juga telah diriwayatkan oleh Abu Daud r.a (3243), Imam Nasâ'î r.a (4/90), Ibnu Mâjah r.a (1572) dan Imam Ahmad r.a (2/441).

Dalil ketiga:
Imam Muslim r.a berkata (hadits hal. 669):
Diriwayatkan dari Hârûn ibn Sa'îd al-Aylî, dari Abdullah ibn Wahb, dari Ibn Juraij, dari Abdullah ibn Katsîr ibn Muthallib, bahwa dia telah mendengar Muhammad ibn Qais berkata: aku telah mendengar Aisyah r.a berkata: maukah kalian aku riwayatkan sebuah hadits tentang Rasulullah s.a.w dan aku? Kami menjawab: ya...

Dan diriwayatkan dari orang yang telah mendengar[9] Hajjâj al-A'war (dengan redaksi darinya) ia berkata: diriwayatkan dari Hajjâj ibn Muhammad, dari Ibnu Juraij, dari Abdullah (berasal dari suku Quraisy), dari Muhammad ibn Qais ibn Makhramah ibn Muthallib, bahwa suatu hari ia berkata: maukah kalian aku riwayatkah sebuah hadits dari ibuku dan dari ku? Abdullah berkata (periwayat hadits dari Muhammad ibn Qais): maka kami mengira ibu yang dia maksudkan adalah ibu kandungnya. Lalu ia berkata: Aisyah r.a berkata: maukah kalian aku riwayatkan sebuah hadits tetang aku dan Rasulullah s.a.w? Kami menjawab: ya.. ia berkata: Aisyah berkata: pada suatu malam, ketika Rasulullah s.a.w bersamaku, Rasulullah s.a.w  berbalik, sambil meletakan selendang dan kedua sendalnya disamping kakinya, kemudian beliau menghamparkan ujung sarung diatas kasurnya, setelah itu lalu berbaring. Tak lama kemudian, setelah mengira bahwa aku telah tertidur, dengan perlahan Beliau mengambil selendang dan memakai sandal, kemudian membuka pintu lalu keluar. Dengan perlahan pintu ditutup kembali. Maka akupun memasukan baju kurungku, lalu memakai tudung kepala, dan menggunakan sarungku sebagai cadar yang menutupi wajahku. Setelah itu aku bergerak membuntutinya, sehingga ketika sampai ke Baqî', Beliau berdiri dalam waktu yang cukup lama, kemudian Beliau mengangkat kedua tangannya sebanyak tiga kali. Setelah itu Beliau berpaling dan akupun berpaling, disaat Beliau berjalan dengan cepat, akupun juga berjalan dengan cepat, dan tatkala Beliau berlari akupun berlari, dan akhirnya aku berhasil lebih dahulu pulang kerumah. Aku masuk dan langsung berbaring. Tak lama kemudian Rasulullah s.a.w masuk dan berkata: wahai Aisyah kenapa napasmu terengah-engah? Aisyah berkata: aku menjawab: tidak ada apa-apa. Rasulullah s.a.w berkata: katakanlah kepadaku atau Allah –Maha Lembut dan Maha Mengetahui- yang akan mengatakannya kepadaku". Aisyah berkata: aku menjawab: Wahai Rasulullah! Demi ayah dan ibuku.. maka akupun menceritakan semua yang terjadi. Lalu Rasulullah s.a.w berkata: jadi kamu bayangan hitam yang tadi aku lihat didepanku? Aku menjawab: ya benar. seketika itu jantungku berdenyut dengan kerasnya sehingga aku merasa sakit. Kemudian Rasulullah s.a.w berkata: apakah kamu mengira Allah dan Rasul-Nya akan menganiayamu? Aisyah berkata: bagaimanapun manusia menyembunyikan sesuatu Allah s.w.t pasti tetap mengetahuinya, ya. Lalu Rasulullah s.a.w berkata: sesungguhnya Jibril telah datang kepadaku ketika kamu telah bermimpi. Ia memanggilku namun kamu tidak mengetahuinya, lalu panggilan tersebut aku jawab, dan aku pun merahasiakan nya darimu. Jibril memang tidak bermaksud menemui kamu, sebab sesungguhnya kamu telah meletakan pakaian, dan akupun mengira bahwa kamu telah tertidur. Sehingga aku tidak mau membuat kamu terbagun dari tidur dan akupun khawatir kamu akan merasa kesepian. Lalu Jibril berkata kepadaku: sesungguhnya Tuhanmu menyuruhmu untuk mendatangi penduduk (orang-orang yang telah dikuburkan) Baqî', dan memintakan ampun untuk mereka. Aisyah berkata: aku bertanya: apakah yang harus aku bacakan untuk mereka wahai Rasulullah?[10] Beliau menjawab: katakanlah… semoga keselamatan atas penduduk negri ini yang termasuk orang-orang mukmim dan kaum muslimin, semoga Allah memberikan ramhatnya kepada orang-orang terdahulu dari kami dan orang-orang yang akan datang, dan sesungguhnya kami pun jika Allah telah menghendaki akan menyusul kalian".
(Shahih)

Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad r.a (6/221), Abu ar-Razzâq r.a (6712) dan Imam Baihaqi r.a ( as-Sunan al-Kubra, 4/79)


PENDAPAT UMMU AL-MU'MINÎN AISYAH R.A TENTANG ZIARAH KUBUR BAGI WANITA

Al-Hâkim r.a berkata (1/376):
Diriwayatkan dari Abu Bakar ibn Ishâk al-Faqîh, dari Abu al-Mutsannâ, dari Muhammad ibn Minhâl ad-Dharîr, dari Yazîd ibn Zarî', dari Busthâm ibn Muslim, dari Abu at-Tayyâh Yazîd ibn Humaid, dari Abdullah ibn Abu Mulaikah bahwasanya pada suatu hari Aisyah r.a datang dari kuburan. Maka aku berkata kepadanya: Wahai Ummu al-mu'minîn, kamu datang dari mana? Aisyah menjawab: aku datang dari kuburan saudaraku Abdurrahman ibn Abu Bakar. Maka akupun berkata kepadanya: bukankah Rasulullah s.a.w melarang menziarahi kuburan? Aisyah berkata: ya.. dulu Beliau memang melarangnya, kemudian setalah itu Beliau menyuruh untuk berziarah kepadanya.
(Shahih)

Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Baihaqi r.a (4/78), beliau berkata: hadits ini hanya diriwayatkan oleh Muslim ibn Busthâm al-Bashrî. Wallâhu a'lam.

Makna hadits ini juga disebutkan oleh Ibnu Mâjah r.a secara ringkas (1569) dari Aisyah r.a bahwasanya Rasulullah s.a.w telah membolehkan menziarahi kuburan.


AISYAH R.A MENZIARAHI KUBUR SAUDARANYA

Imam Turmudzi r.a berkata (hadits 1055):
Diriwayatkan dari al-Husîn ibn Huraits, dari Isa ibn Yunus, dari Ibnu Juraij, dari Abdullah bin Abi Mulaikah, ia berkata: Abdurrahman ibn Abu Bakar r.a meninggal dunia dibunuh oleh seseorang yang berasal dari negara Abyssinia. Abdullah bin Abu Mulaikah berkata: lalu jenazah nya dibawa ke Mekkah, dan dikuburkan disana. Manakala Aisyah r.a tiba dikota Mekkah, beliau mendatangi kuburan Abdurrahman ibn Abu Bakar, Lalu Aisyah berkata:

Dan dahulu…
Kami bagaikan dua orang teman
Beberapa waktu selalu bersama Judzaimah
Sehingga dikata…
Tidak ada sebuah perpisahan
Namun..
Manakala kami terpisah
Meskipun begitu lama aku dan Malik selalu bersama
Seakan kebersamaan itu tidak lebih dari setengah malam.[11]

Kemudian Aisyah r.a berkata: seandainya –saat itu aku ada- niscaya kamu akan dikuburkan ditempat kematianmu, dan seandainya aku tahu kematianmu, aku tidak akan menziarahimu.
(Shahih dari Aisyah)

Hadits ini juga telah diriwayatkan oleh Abdu ar-Razzâq r.a (6711)

Dalil keempat:
Imam Muslim r.a berkata (hadits 977):
Diriwayatkan dari Abu Bakar ibn Abi Syaibah, dan Muhammad ibn Abdullah ibn Numair, dan dari Muhammad ibn Mutsannâ (dengan redaksi dari Abu Bakar dan Ibnu Numair). Mereka –bertiga- mengatakan: diriwayatkan dari Muhammad ibn Fudhail dari Abu Sinân (Dharâr ibn Murrah), dari Muhârib ibn Ditsâr, dari Ibnu Buraidah, dari ayahnya, ia berkata: Rasulullah s.a.w bersabda: "aku telah melarang kalian untuk menziarahi kuburan, maka –sekarang- silakan kalian menziarahinya, dan aku telah melarang kalian dari –menyimpan- daging kurban lebih dari tiga hari, maka –sekarang- silakan kalian menyimpannya sesuka hati, dan aku –juga- telah melarang kalian dari an-nabîzd (perahan anggur) kecuali pada as-siqâ (wadah air dari kulit), maka –sekarang- silakan meminumnya pada wadah-wadah air dari kulit. dan janganlah kalian meminum sesuatu yang memabukan".
(Shahih)

Ibnu Numair r.a berkata pada riwayatnya: dari Abdullah ibn Buraidah, dari ayahnya. Dan hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud r.a –secara ringkas- (hadits 3235), an-Nasâ'ˆr.a (4/89) dan Imam Turmudzî r.a –secara ringkas juga- (hadits 1054), beliau mengatakan : hadits ini hasan shahih.


SEBAGIAN PERKATAAN DAN PENDAPAT ULAMA TENTANG MASALAH BAB INI.

Telah lalu bahwa Aisyah r.a berpendapat bahwa dibolehkan bagi wanita berziarah kekuburan. Bahkan beliau sendiri yang pernah menziarahi kuburan saudaranya.

*Imam Turmudzi r.a berkata (setelah menyebutkan hadits 1056):
Sesungguhnya sebagaian ulama telah berpendat bahwa hadits ini sebelum Rasulullah s.a.w membolehkan untuk menziarahi kuburan. Maka ketika Beliau membolehkannya, hukum tersebut mencakup semua orang, baik laki-laki maupun perempuan. Namun sebagian ulama yang lain berpendapat: makruhnya berziarah kekuburan hanya berlaku terhadap wanita saja. Sebab mereka –biasanya- kurang sabar dan dan banyak bersedih.

* Imam Baihaqi r.a berkata, sebagaimana yang disebutkan dalam kitabnya as-Sunan al-Kubra (4/78):
Kami telah meriwayatkan sebuah hadits yang shahih dari Anas ibn Malik r.a; bahwasanya Rasulullah s.a.w melewati seorang wanita yang sedang manangis disamping kuburan. Maka Rasulullah s.a.w berkata kepada wanita itu: "bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kamu bersabar". Pada hadits ini, tidak terdapat larangan bagi wanita untuk keluar rumah pergi kekuburan. Hal ini menjadi penguat terhadap hadits yang telah kami riwayatkan dari Aisyah r.a.

Akan tetapi hadits yang paling shahih dan tegas tentang masalah ini adalah hadits Ummu 'Athiyyah r.a[12] dan riwayat-riwayat yang searah dengannya (hadits yang melarang wanita berziarah kekuburan). Sebab seandainya mereka tidak mengikuti jenazah dan keluar pergi kekuburan untuk berziarah, maka hal ini akan lebih selamat untuk keberagamaan mereka.

* Dalam kitabnya al-Majmû' (5/311), Imam Nawawi r.a berkata:
Sebagian alasan dan dalil yang menguatkan bahwa wanita tidak diharamkan berziarah kekuburan adalah hadits Anas r.a; bahwasanya Rasulullah s.a.w pernah melawati seorang wanita yang sedang menangis disamping kuburan, Lalu Beliau berkata kapada wanita tersebut: "hendaklah kamu bertakwa kepada Allah, dan bersabar".
(H.R. Bukhari dan Muslim)

Kesimpulan yang dapat digaris bawahi dari hadits ini adalah: Rasululullah tidak melarang wanita tersebut berziarah kekuburan.

Dan diriwayatkan pula dari Aisyah r.a, Beliau berkata: apakah yang harus aku bacakan untuk mereka wahai Rasulullah? Beliau menjawab: "katakanlah… semoga keselamatan atas penduduk negri ini yang termasuk orang-orang mukmim dan kaum muslimin, semoga Allah memberikan ramhatnya kepada orang-orang terdahulu dari kami dan orang-orang yang akan datang, dan sesungguhnya kami pun jika Allah telah menghendaki akan menyusul kalian". (silakan lihat pada kitab tersebut, tambahan pejelasan tentang hadits ini)

* Ibnu Hazm r.a berkata, sebagaimana yang disebutkan dalam kitabnya al-Muhalla (5/160):
Kami sangat menganjurkan berziarah kekuburan. Dan hukumnya adalah wajib[13] sekalipun hanya satu kali, dan dibolehkan bagi soerang muslim menziarahi kubur teman dekatnya yang mati dalam keadaan musyrik. Dalam hal ini laki-laki dan perempuan hukum sama.

* Al-Hafiz Ibnu Hajar r.a berkata –dalam kitabnya Fathu al-Bâri (3/148):
Ulama berbeda pendapat tentang wanita: sebagian ulama bependapat bahwa wanita juga termasuk dalam umumnya hadits yang mengatakan bahwa dibolehkan berziarah kekuburan, dan ini adalah pendapat sebagian besar ulama. Akan tetapi tentunya hal tersebut –bagi wanita- apabila tidak dikhawatirkan timbulnya fitnah. Pendapat ini diperkuat oleh hadits Rasulullah s.a.w: " bahwasanya Beliau pernah melewati seorang wanita yang sedang menangis disamping kuburan, Lalu Beliau berkata kapada wanita tersebut: "hendaklah kamu bertakwa kepada Allah, dan bersabar". (H.R. Bukhari dan Muslim)

* Imam as-Syakâni r.a berkata, pada penutup pembahasannya yang disebutkan dalam kitab Nail al-Authâr (4/111):
Imam al-Qurthubi r.a mengatakan: kutukan yang disebutkan dalam hadits tersebut (dari Abu Hurairah r.a; bahwasanya Rasulullah s.a.w mengutuk para wanita yang terlalu sering berziarah kekuburan) hanyalah ditujukan kepada para wanita yang terlalu sering dan belebihan berziar kekuburan. Sebab teks yang disebutkan dalam hadits tersebut (kalimat: zuwwârât) menunjukan suatu makna berlebihan. dan barangkali larangan tersebut disebabkan, dampak dari seringnya melakukan ziarah, seperti; akan tersia-siakannya hak seorang suami, at-Tabarruj (keterbukaan yang kurang layak), teriakan-teriakan kesedihan dan sebagainya.

Dan tidak keliru jika ada orang yang mengatakan: apabila hal-hal yang dikhawatirkan tersebut dapat diatasi, maka tidak ada alasan untuk melarang wanita berziarah kekuburan. Sebab ziarah kekuburan dapat mengingatkan kepada kematian, yang mana hal ini sangat dibutukan oleh laki-laki dan perempuan.

Imam as-Syaukânî r.a berkata:
Kesimpulan seperti inilah yang harus dikukuhkan sebagai jalan tengah antara kedua bentuk hadits-hadits yang pada zhahirnya saling kontroversi. Wallâhu a'lam.

* Ibnu al-Qayyim r.a berkata ('Aun al-Ma'bûd 9/58):
Ada tiga pendapat ulama yang saling berbeda tentang hukum ziarah kubur bagi wanita:
Pertama: Diharamkan bagi wanita berziarah kekuburan, hukum ini berdasarkan hadits-hadits diatas.[14]

Kedua: Dimakruhkan (tidak sampai diharamkan) bagi wanita berziarah kekuburan. Pendapat ini telah ditegaskan oleh Imam Ahmad r.a pada salah satu pendapat yang diriwayatkan dari beliau. dalil pendapat ini adalah hadits Ummu 'Athiyyah r.a yang telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari r.a dan Imam Muslim r.a, yakni hadits: "kami telah dilarang mengikuti jenazah, namun larangan tersebut tidak begitu ditegaskan kepada kami". Hadits ini menunjukan bahwa hukum ziarah kubur bagi wanita hanyalah dimakruhkan dan tidak sampai diharamkan.

Ketiga: Wanita dibolehkan berziarah kekuburan, artinya: hukumnya tidak dimakruhkan dan juga tidak diharamkan. Dan inilah pendapat kedua yang diriwayatkan dari Imam Ahmad r.a. Kemudian beliau menyebutkan dalil-dalil pendapat ketiga ini. Namun pada akhirnya Beliau memilih pendapat yang melarang wanita berziarah kekuburan. Wallâhu a'lam.


KESIMPULAN PENDAPAT TENTANG MASALAH WANITA BERZIARAH KEKUBURAN.

Setelah memperhatikan dalil-dalil yang membolehkan dan dalil-dalil yang melarang wanita berziarah kekuburan, maka kami dapat menyimpulkan sebagai berikut:
Pertama: Hadits-hadits yang membolehkan –wanita berziarah kekuburan- lebih shahih daripada hadits-hadits yang melarangnnya. Dan tidak ada satupun dari hadits yang melarang wanita berziarah kekuburan yang statusnya hadits shahih, kecuali satu hadits saja, yaitu hadits: "Allah s.w.t telah mengutuk wanita-wanita yang terlalu sering berziarah kekuburan". Hal ini berdasarkan alasan-alasan yang telak kami sebutkan.

Kedua: Telah terdahulu kami menggaris bawahi bahwa kalimat "zuwwârât" mengandung makna berziarah yang berlebihan. oleh sebab itu maka tidak termasuk dalam hadits tersebut wanita yang hanya berziarah satu atau dua kali saja.

Ketiga: Hadits "Allah melaknat wanita-wanita yang terlalu sering berziarah" telah dikatakan oleh sebagian ulama bahwa hadits ini telah di nasakh oleh hadits "dulu aku melarang kalian untuk menziarahi kuburan, maka –sekarang- silakan kalian berziarah kepadanya. Sebab hal tersebut dapat mengingatkan kalian dengan hari akhirat". Sedangkan wanita juga membutuhkan hal-hal yang dapat mengingatkan mereka dengan kematian, sebagaimana halnya laki-laki.

Keempat: Apa yang telah dipahami oleh Aisyah r.a, dan beliau adalah salah satu istri Rasulullah s.a.w -bahkan beliau adalah Ummu al-mu'minîn- wanita yang bersangkutan langsung dengan hadits-hadits tersebut, ditambah dengan pelajaran yang diberikan oleh Rasulullah s.a.w tentang bacaan yang harus diucapkan apabila ia datang kekuburan, apalagi beliau telah mempraktekan perbuatan tersebut ketika berziarah kekuburan saudaranya. Semua ini adalah bukti yang menunjukan bahwa wanita dibolehkan berziarah kekuburan. Dan menguatkan orang-orang yang membolehkan wanita berziarah kekuburan.


BEBERAPA HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN

1.        Apabila telah dapat dipastikan bahwa wanita-wanita yang pergi berziarah kekuburan, mereka berteriak, menangis dengan suara keras, menyebut-nyebut tentang orang-orang yang telah mati dan melakukan perbuatan bid'ah dan yang diharamkan oleh agama, maka –pada saat itu- ziarah kubur diharamkan bagi mereka. Sebab mencegah lebih baik dari mengobati.
2.        Begitupula apabila telah dipastikan bahwa wanita-wanita yang menziarahi kemakam-makam para wali dan orang-orang shaleh, mereka meminta kepada mereka untuk menghilangkan kesusahan, mengabulkan permintaan dan mengangkat penderitaan. Maka –jika hal itu yang terjadi- ziarah diharamkan terhadap wanita, sebab perbuatan-perbuatan seperti itu termasuk syirik kepada Allah s.w.t.
3.        Apabila wanita-wanita yang pergi beziarah kekubur-kubur dengan penampilan dan pakaian yang terbuka, atau memakai wangi-wangian, maka ziarah juga diharamkan terhadap mereka.
4.        Apabila telah dikhususkan hari-hari tertentu untuk para wanita yang hendak berziarah kekuburan –sebagaimana yang telah menjadi tradisi penetapan hari-hari tertentu untuk berkumpul, lebaran dan sebagainya- maka hal tersebut termasuk bid'ah yang tidak pernah diwahyukan oleh Allah s.w.t.

Semoga Allah s.w.t memberikan kepada kita kekuatan untuk mengikuti kitab suci-Nya (al-Qur'an) dan Sunnah Rasulullah s.a.w.


[1] . Al-Hafiz Ibnu Hajar ra –sebagaimana yang disebutkan dalam kitabnya Fathu al-Bârî (3/149) telah menukil dari Imam Qurthubi r.a, perkataan beliau: laknat ini hanyalah bagi wanita yang sering melakukan ziarah kekuburan. Sebab teks yang disebutkan dalam hadits tersebut menunjukan suatu makna berlebihan.
[2] . Pada sanadnya terdapat Umar ibn Abu Salamah, dia adalah termasuk periwayat yang dha'îf. Namun haidist ini dikuatkan oleh beberapa hadits lain, diantaranya; hadits Ibnu Abbas r.a dan Hassân ibn Tsâbit r.a. Insya Allah kedua hadits tersebut akan kami sebutkan beserta penjelasannya. Dan seyogianya untuk diketahui bahwa sekurang-kurangnya hadits yang menjadi penguat adalah hadits yang hasan. Sebab penguat-penguat yang terdiri dari hadits yang dha'îf tidak dapat mengangkatnya menjadi shahih,  dan dengan sangat terpaksa kami menganggap hadits sebagai hadits hasan.
[3] . Pada sanadnya terdapat Abu Shaleh (namanya adalah Bâdzâm) dia adalah termasuk periwayat yang dha'îf menurut sebagian besar ulama hadits. Namun hadits ini dapat dijadikan penguat terhadap hadits sebelumnya. Dan pada hadits ini ada kecacatan lain, yaitu tentang kebenaran bahwa Abu Shaleh telah mendengarnya dari Ibnu Abbas r.a. Sebab Ibnu Hibbân r.a –sebagaimana yang dinukilkan darinya dalam kitab at-Tahdzîb- ia hanya meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a tanpa pernah mendengarnya langsung dari beliau.
perhatian: kalimat "atau meneranginya dengan lampu" tidak kami temukan riwayat lain yang menguatakannya. Dengan demikian maka kalimat ini tetap pada posisinya sebagai riwayat dha'îf.
[4] . Karena pada sanadnya terdapat Abdurrahman ibn Bahmân, dia adalah termasuk periwayat yang tidak dikenal.
[5] . Disebutkan pada riwayat Nasâ'I r.a dan yang lainnya : "seandainya kamu sampai –bersama mereka- ke al-kadâ, niscaya kamu tidak akan melihat surga sebelum kakek ayahmu melihatnya".
[6] . Pada sanadnya terdapat Rabi'ah ibn Saif al-Ma'âfirî, dia adalah termasuk periwayat yang diperdebatkan oleh ulama hadits, seperti Imam Nasa'I r.a. Setelah meriwayatkan hadits ini beliau mengatakan: Rabi'ah adalah periwayat yang dha'îf. Dan menurut al-Hafiz Ibnu Hajar r.a, sebagaimana yang beliau katakan dalam kitabnya at-Taqrîb: dia adalah orang jujur yang banyak meriwayatkan hadits munkar.

Dan dalam kitab al-Mîzân, -ketika menyebutkan tentang biografi Rabi'ah- al-Dzahabi r.a berkata: al-Hafiz Abdu al-Haq al-Azwî telah mengatakan bahwa Rabi'ah adalah orang yang dhaîf , hal ini beliau katakan ketika disampaikan kepada beliau hadits fatimah diatas, yakni: apakah kamu –bersama mereka telah sampai ke al-kadâ? Fatimah menjawab: tidak. Lalu Rasulullah s.a.w berkata: seandainya kamu –bersama mereka- telah sampai -ke al-kadâ-, niscaya kamu tidak akan masuk surga sebelum kakek ayahmu masuk kedalamnya".

Para ulama mengatakan dia (Rabi'ah) adalah orang yang sering meriwayatkan hadits dha'îf dan hadits-hadits munkar. Ibnu Hibbân r.a berkata: Rabi'ah tidak dapat dijadikan dukungan terhadap hadits diatas, pada haditsnya terdapat banyak kemunkaran. Sedangkan Imam Nasâ'I r.a –sebagaimana yang disebutkan dalam kitabnya at-Tamyîz- beliau menyebutkan hadits yang diriwayatkan oleh Rabi'ah, lalu beliau berkata: periwayat ini tidak mengapa jika diterima.

Aku menyimpulkan: pendapat Imam Nasa'î r.a yang harus didahulukan adalah pendapat beliau yang disebutkan dalam kitab Sunannya. Wallâhu a'lam.

* Hadits ini (hadits fatimah dari riwayat Rabi'ah) juga telah diyatakan dha'îf oleh Imam Nawawai r.a, sebagaimana yang disebutkan dalam kitabnya al-Majmû' (5/278)

* Adapun makna kalimat al-Kadâ, maka al-Khattâbi r.a mengatakan: al-kadâ adalah kalimat jamak dari asal kata kidyah, maknanya: sepotong tanah yang keras. Dan biasanya kuburan hanya digali pada daerah tanah yang keras, agar ia tidak runtuh. Orang arab juga mengatakan –ketika mensifatkan seseorang yang bijaksana dan tajam pikirannya-: dia tidak lain adalah biawak kidyah. Mereka juga mengatakan: akdâ (menggali tanah yang keras) laki-laki itu. Kalimat  tersebut juga sering digunakan sebagai pribahasa untuk mengatakan bahwa seseorang telah gagal meraih cita-citanya.

*. Orang-orang yang melarang wanita berziarah kekuburan juga menjadikan hadits Ummu Athiyyah r.a yang telah lalu sebagai dalil yang menguatkan pendapat mereka, yaitu hadits: "kami telah dilarang untuk mengikuti jenazah, namun larangan tersebut tidak begitu tegas". Akan tetapi hadits ini juga tidak tegas untuk dijadikan sebagai dalil. Disamping itu larangan tersebut sangat jelas, bahwa hukumnya hanya dimakruhkan saja, bukan larangan yang hukumnya haram. Wallâhu a'lam.
[7] . Kesimpulan dalil yang dapat digaris bawahi pada hadits ini adalah: bahwasaya Rasulullah s.a.w tidak menegur wanita tersebut duduk disamping kuburan. Dan sikap Rasulullah seperti ini dapat dijadikan hujjah (dalil) bahwa wanita tidak dilarang berziarah kekuburan. Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh al-Hafiz Ibnu Hajar r.a.

Beliau juga mengatakan: hadits ini juga menjadi dalil yang membolehkan percakapan antara laki-laki dan perempuan dalam hal amar ma'ruf dan nahi munkar, nasehat maupun belasungkawa. Sebagaimana hal tersebut tidak hanya dikhususkan untuk wanita-wanita yang sudah tua. Sebab sikap itu termasuk perbuatan yang mendatangkan kemaslahatan dalam beragama. Imam Nawawi r.a berkata: pada hadits tersebut terdapat perintah untuk melakukan amar ma'ruf dan nahi munkar kepada siapa saja.
Aku menambahkan: tentunya hal tersebut apabila aman dari fitnah. Wallâhu a'lam.

Adapun perkataan Rasulullah s.a.w: "sabar hanyalah ketika terjadinya benturan pertama (musibah)". Maka dalam kitabnya Fathu al-Bârî (3/150) al-Hafiz Ibnu Hajar r.a telah menukil dari al-Khattabi r.a, perkataan beliau: makna kalimat tersebut adalah: sesungguhnya kesabaran yang menjadikan seseorang mendapat pujian dari Allah s.w.t, adalah kesabaran yang kuat ketika awal datangnya musibah. Berbeda dengan kesabaran yang dapat dilakukan setelah beberapa waktu berlalunya musibah tersebut.
[8] . Kesimpulan yang dapat digaris bawahi pada hadits diatas adalah perkataan Rasulullah s.a.w: "maka hendaklah kalian berziarah kekuburan". Perintah ini sifatnya umum dan menyeluruh baik terhadap laki-laki maupun perempuan.
[9] . Pada sanad ini –sebagaimana yang kamu lihat- terdapat perbedaan. Sebab hadits ini telah diriwayatkan oleh Ibnu Juraij, dari Abdullah ibn Katsir. Ibnu Juraij juga telah meriwayatkan, ia berkata: diriwayatkan dari Abdullah (berasal dari suku Quraisy), dari Muhammad ibn Qais. Dan pada sanad kedua ini Imam Muslim r.a tidak menjelaskan siapakah gurunya yang telah meriwayatkan kepada beliau, dari Hajjâj, namun beliau hanya merahasiakannya. Akan tetapi hadits ini juga disebutkan oleh Abdu ar-Razzâq r.a dalam kitabnya al-Mushannaf (6712) dari riwayat Ibnu Juraij, ia berkata: diriwayatkan dari Muhammad ibn Qais ibn Makhramah, ia berkata: aku telah mendengar Aisyah r.a berkata:… lalu Abdu ar-Razzâq r.a menyebutkan hadits tersebut. Bahwa hadits yang terakhir ini sanadnya shahih. Dan sangat mungkin jika dikatakan bahwa Ibnu Juraij memiliki dua orang guru. Dari satu sisi ia telah mendengar hadits tersebut langsung dari Muhammad ibn Qais, dan dari sisi lain ia telah mendengarnya melalui perantaraan Abdullah ibn Katsir. Wallâhu a'lam.
[10] . Pada perkataan Aisyah r.a ini terdapat dalil bahwa wanita juga dibolehkan mendatangi kuburan, dan memberikan salam kepada orang-orang yang telah mati dengan ucapan: "semoga keselamatan atas penduduk negri ini yang termasuk orang-orang mukmim dan kaum muslimin, semoga Allah memberikah ramhatnya kepada orang-orang terdahulu dan orang-orang yang akan datang, dan sesungguhnya kami pun jika Allah telah menghendaki akan menyusul kalian".

Hadits ini juga telah dijadikan oleh sebagian ulama sebagai dalil yang menguatkan bahwa wanita dibolehkan menziarahi kuburan.

* perhatian: Disebutkan dalam Sunan Baihaqi (4/78) sebuah riwayat yang menguatkan bahwa wanita dibolehkan berziarah kekuburan. Yaitu riwayat yang mengatakan bahwa pada setiap hari jum'at Fatimah r.a menziarahi kubur pamannya Hamzah r.a, disana sambil menangis ia berdoa. Namun hadits ini dha'îf, sebab tidak pernah perbuatan seperti itu diriwayatkan dengan shahih dari Fatimah r.a. Dan al-Hâkim r.a berkata: para periwayat hadits ini semuanya adalah orang-orang yang tsiqah.

Namun perkataan ini ditanggapi oleh az-Dzahabi r.a dengan perkataannya: hadits ini sangat munkar sekali, dan Sulaiman (salah satu periwayat hadits tersebut) adalah orang yang dha'îf. Sedangkan menurut Imam Baihaqi r.a –sebagaimana yang beliau katakan-: hadits ini munqati'.
[11] . Pada sya'ir diatas ada satu bait yang tidak disebutkan. Dan telah disebutkan oleh as-Shan'ânî r.a dalam kitabnya Subul as-Salâm (579).

Dan dalam kebaikan
Kami telah hidup didunia
Sementara…
orang sebelum kami..
kamatian telah menimpa.
Kelompok Kisra dan pengikutnya.

Bait-bait syair ini dirangkai oleh Tamîm ibn Nurairah, ia menangisi saudaranya Malik ibn Nuwairah setelah dibunuh oleh Khalid. Sedangkan Juzdaimah adalah seorang raja di Irak dan al-Jazîrah yang bergabung dengan bangsa-bangsa arab. Dia adalah suami az-Zabâ'. Disebutkan dalam kamus bahwa az-Zabâ' maknanya adalah: seorang ratu di al-Jazîrah (lihat: Tuhfah al-Ahwadzî, 4/ 162)
[12] . Maksudnya adalah hadits Ummu 'Athiyyah r.a yang berbunyi: "kami telah dilarang mengikuti jenazah namun larangan tersebut tidak begitu ditegaskan kepada kami".
[13] . Pendapat Ibnu Hazm r.a, bahwa ziarah kekuburan hukumnya diwajibkan, masih diperdebatkan dikalangan ulama. Sebab hal tersebut harus dikembalikan kepada bentuk perintah yang datang setelah larangan. Dan masalah tersebut telah kami bicarakan pada bab at-Thahârah, ketika mentafsirkan firman Allah s.w.t: " Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu" (Q.S. al-Baqarah: 222)
[14] . Maksudnya adalah: hadits: "Allah s.w.t melaknat wanita-wanita yang terlalu sering berziarah kekuburan", dan hadits Fatimah yang telah lalu.

Artikel Terkait:

your ad here

comments

0 Responses to "HUKUM ZIARAH KUBUR BAGI WANITA"

Speak Your Mind

Tell us what you're thinking...
and oh, if you want a pic to show with your comment, go get a gravatar!

eNews & Updates

Sign up to receive breaking news
as well as receive other site updates!

Daftar Isi

Loading...