Monday, July 05, 2010

0 TENTANG WANITA YANG MENINGGAL DUNIA, SEMENTARA DIDALAM PERUTNYA TERDAPAT JANIN YANG MASIH BERGERAK


Firman Allah s.w.t: "Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya" (Q.S. al-Mâ'idah: 32)

* Abu Muhammad ibn Hazm r.a bertkata, sebagaimana yang disebutkan dalam kitabnya al-Muhalla (5/166):
Dan jika seorang perempuan yang sedang mengandung meninggal dunia, sementara bayi yang dikandungnya masih dalam keadaan hidup, bergerak dan usia kandungan itu telah melebihi enam bulan, maka bayi tersebut harus dikeluarkan dengan membedah perut wanita yang meninggal tersebut. Hal ini berdasarkan firman Allah s.w.t: "Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya". (Q.S. al-Mâ'idah: 32)

Dengan demikian maka orang yang membiarkan bayi tersebut tetap berada didalam perut ibunya -yang telah meninggal dunia-, sehingga ia meninggal dunia, berarti orang tersebut termasuk telah membunuh.

Adapun pendapat Imam Ahmad yang mengatakan bahwa bayi tersebut dikeluarkan dengan cara memasukan tangan bidan kedalam perut ibunya. Maka ada dua alasan yang membuat pendapat tersebut tidak ada nilainya:
Pertama: cara tersebut tidak mungkin dilakukan, sebab –jika dipaksakan dengan cara itu- dapat dipastikan akan mengakibatkan kematian terhadap bayi yang berada dalam kandungan. Dan seandainya bukan karena dorongan alami yang telah diciptakan Allah s.w.t –disaat wanita yang masih hidup melahirkan- pastilah bayi yang lahir tidak dapat keluar dengan selamat.

Kedua: Menyentuh vagina wanita yang telah meninggal dunia tanpa factor yang mendesak hukumnya haram.

* Syaikh Ahmad Syâkir r.a mengatakan –ketika beliau mengomentari isi kitab al-Muhalla-:
Diwajibkan mengeluarkan anak yang masih hidup dari dalam perut ibunya yang telah meninggal dunia. Adapun cara yang harus dilakukan untuk mengeluarkannya, maka hal ini adalah urusan para spesialis kandungan, seperti dokter kandungan atau para bidan.

* Dalam kitabnya al-Mughni (2/551), Ibnu Qudâmah r.a mengatakan:
Syarah masalah: (Apabila seorang wanita meninggal dunia, sementara didalam perutnya terdapat bayi yang masih hidup dan bergerak, maka tidak dibenarkan membedah perutnya, akan tetapi hal tersebut diserahkan kepada bidan untuk mengeluarkan bayi tersebut)

Ibnu Qudâmah r.a berkata: maksud perkataan Imam al-Kharqî r.a "diserahkan kepada bidan untuk mengeluarkannya" adalah: dengan cara memasukan tangan bidan melalui vagina lalu mengeluarkan bayi tersebut dari lobang tempat –bisanya- keluar bayi.

Dan pendapat yang berlaku menurut mazhab Hambali bahwa tidak dibolehkan membelah perut wanita yang telah meninggal dunia untuk mengeluarkan bayi yang dikandungkanya, baik wanita tersebut seorang muslimah maupun dzimmiyah (orang yang bukan beragama muslim dan tinggal diwilayah kekuasaan kaum muslimin), namun yang harus mengeluarkannya adalah bidan jika ia yakin –dengan tanda bergerak- bahwa bayi tersebut masih dalam keadaan hidup.

Dan apabila –disana- tidak ditemukan satu orang wanitapun, maka pengeluaran tersebut –dengan cara memasukan tangan melalui vagina- tidak boleh dilakukan oleh laki-laki, dengan terpaksa wanita yang meninggal itu dibiarkan –dengan kandungannya- sampai timbul keyakinan bahwa bayi yang ada dalam kandungan ibunya telah mati. Setelah itu baru wanita tersebut dikuburkan. Pendapat seperti ini sangat dekat dengan pendapat yang diberlakukan pada Mazhab Malik dan Ishâk.

Sedangkan menurut mazhab Syâf'î, maka perut wanita tersebut harus dibedah jika besar kemungkinan bahwa janin yang ada dalam perut masih dalam keadaan hidup. Sebab hal tersebut termasuk merusak sebagian dari anggota tubuh wanita yang telah meninggal untuk menyelamatkan orang yang masih hidup. Maka –berdasarkan alasan ini- dibolehkan membedah perut ibunya. Hal ini sama hukumnya, jika sebagian tubuh bayi tersebut telah keluar, namun tidak mungkin mengeluarkannya secara utuh kecuali dengan melakukan pembedahan. Disamping itu apabila perut orang yang telah meninggal dunia boleh dibedah untuk mengeluarkan harta –misalnya uang atau mutiara- yang ia telan, maka apalagi membedahnya disebabkan untuk mengeluarkan manusia yang masih hidup.

Alasan yang mendasari pendapat kami adalah: pada kebiasaannya anak yang terdapat dalam perut wanita yang telah meninggal dunia, ikut meninggal dunia bersama ibunya. Lagi pula tidak dapat diyakinkan bahwa anak tersebut masih dalam keadaan hidup. Oleh sebab itu tidak dibolehkan menginjak kehormatan yang pasti hanya demi sesuatu yang masih diragukan. Dan sesungguhnya Rasulullah s.a.w bersabda: "mematahkan tulang orang mati, sama hukumnya dengan mematahkan tulang orang yang masih hidup" (H.R. Abu Daud).

Disamping itu pembedahan tersebut mengandung makna mencincang orang yang telah mati dan hal ini dilarang oleh Rasulullah s.a.w. Ini berbeda dengan masalah yang telah dijadikan sebagai sumber qiyas (maksudnya adalah perkataan: Hal ini sama hukumnya, jika sebagian tubuh bayi tersebut telah keluar, namun tidak mungkin mengeluarkannya secara utuh kecuali dengan melakukan pembedahan). Sebab pada masalah ini kematian bayi tersebut lebih besar kemungkinannya daripada hidupnya.

Dengan demikian, apabila sebagian tubuh bayi telah keluar, namun kelahiran tersebut tidak dapat dilaksanakan secara utuh kecuali dengan melakukan pembedahan, maka dibolehkan membedah vagina dan mengeluarkan bayi tersangkut. Hal ini berdasarkan alasan yang telah kami sebutkan diatas.

Kemudian apabila bayi tersebut meninggal dalam kondisi seperti itu (sebagian tubuhnya telah berada diluar) dan memungkinkan untuk mengeluarkannya, maka bayi tersebut harus dikeluarkan secara utuh lalu dimandikan secara tersendiri. Adapun apabila bayi yang tersangkut tersebut tidak mungkin dikeluarkan secara utuh, maka ia tetap dibiarkan sebagaimana adanya, lalu ibunya beserta bagian tubuh bayi yang keluar dimandikan. Sedangkan sisa tubuhnya yang masih berada didalam rahim ibunya, dianggap termasuk anggota dalam tubuh yang tidak perlu ditayammumi lagi. Sebab semuanya telah dianggap anggota tubuh bagian dalam. Adapun selebihnya maka hukumnya seperti biasa (semula).

Pendapat ini telah disebutkan oleh Ibnu 'Aqîl r.a, dan beliau berkata: masalah ini bermula dari peristiwa yang terjadi dan aku ditanyakan orang tentang hukumnya, maka akupun berfatwa sebagaimana yang disebutkan diatas.

* Imam as-Syairâzî r.a berkata ( al-Muhazzab 5/301 beserta kitab al-Majmû'):
Dan jika seorang wanita telah meninggal dunia, sementara dalam perutnya terdapat janin yang masih hidup, maka perutnya harus dibedah, sebab hal tersebut termasuk mempertahankan nyawa seseorang dengan merusak sebagian anggota tubuh orang yang telah meninggal, ini sama halnya dengan orang yang terpaksa –kelaparan- memakan sebagian anggota tubuh orang mati.

Aku menyimpulkan: yang lebih kuat menurut hemat saya adalah pendapat pertama, yakni; pendapat yang dikatakan oleh Ibnu Hazm r.a dengan menggabungkan pendapat yang disebutkan oleh Syaikh Ahmad Syâkir r.a. Wallahu a'lam.

Artikel Terkait:

your ad here

comments

0 Responses to "TENTANG WANITA YANG MENINGGAL DUNIA, SEMENTARA DIDALAM PERUTNYA TERDAPAT JANIN YANG MASIH BERGERAK"

Speak Your Mind

Tell us what you're thinking...
and oh, if you want a pic to show with your comment, go get a gravatar!

eNews & Updates

Sign up to receive breaking news
as well as receive other site updates!

Daftar Isi

Loading...