HADITS UMMU SALAMAH R.A.
Imam Muslim r.a berkata ( hal. 259 ) :
Diriwayatkan dari Abu Bakar ibn Abi Syaibah, 'Amru an-Naqid, Ishâq ibn Ibrahim dan Ibnu Abu Umar, semuanya meriwayatkan dari Ibnu 'Uyainah; Ishâq berkata: diriwayatkan dari Sufyan, dari Ayyûb ibn Musa, dari Sa'îd ibn Abi Sa'îd al-Maqbârî, dari Abdullah ibn Râfi' (budak Ummu Salâmah), dari Ummu Salâmah r.a, ia berkata: aku berkata kepada Rasulullah s.a.w: "wahai Rasulullah sesunguhnya aku adalah seorang wanita yang memiliki banyak kunciran diatas kepalaku. Apakah kuncir-kuncir tersebut harus aku lepaskan ketika aku hendak mandi junub?. Rasulullah s.a.w menjawab: "tidak..bagimu cukup menuangkan air keatas kepala sebanyak tiga kali. Kemudian kamu menuangkannya lagi keatas seluruh tubuhmu. Dengan demikian maka kamu telah bersuci".[1]
(Hadits Shahih )
Hadits ini juga diriwayatkan oleh Abu Dâud r.a ( 251 ), Turmudzî r.a (1/ 176) hadits (105), Beliau berkata: Hadits ini hasas shahih. Dan Ibnu Mâjah r.a (603)
Abu Dâud r.a berkata (hadits 254) :
Diriwayatkan dari Nashr ibn Ali, dari Abdullah ibn Dâud, dari Umar ibn Suwaid, dari Aisyah ibnti Thalhah, dari Aisyah r.a, beliau berkata: "Dahulu kami mandi bersama Rasulullah s.a.w sementara diatas kepada kami masih terdapat Dhimadh (ikatat yang membalut rambut). Dan kami bersama Rasulullah s.a.w, ada yang sedang berihram dan ada yang masih belum berihram"[2]
(Hadits Hasan)
Hadits ini juga telah diriwayatkan oleh Imam Baihaqî r.a dalam kitabnya as-Sunan al-Kubrâ (1/182)
BANTAHAN AISYAH R.A KEPADA ABDULLAH IBN UMAR R.A, KETIKA IA MENYURUH KAUM WANITA UNTUK MELEPASKAN KUNCIR YANG TERDAPAT DIATAS KEPALA KETIKA MEREKA HENDAK MANDI
* Imam Muslim r.a berkata (hadits 331 hal. 260 ) :
Diriwayatkan dari Yahya ibn Yahya, Abu Bakar Ibn Abi Syaibah, dan Ali ibn Hajar, semuanya dari Ibnu 'Aliyyah. Yahya berkata: diriwayatkan dari Ismail ibn 'Aliyyah, dari Ayyûb, dari Abu Zubair, dari 'Ubaid ibn 'Umair, ia berkata: Aisyah r.a mendengar (berita) bahwa Abdullah ibn Umar r.a memerintahkan kepada wanita –apabila mereka hendak mandi- agar mereka melepaskan kunciran yang ada diatas kepala. Maka Aisyah r.a berkata: "Ibnu Umar sangat membingungkan, ia menyuruh kaum wanita –apabila mereka hendak mandi- agar melepaskan kuncir-kuncir yang ada diatas kepala mereka, kenapa tidak sekalian saja menyuruh mereka untuk menggunduli kepala, sesungguhnya aku bersama Rasulullah s.a.w, bersama-sama mandi dari tempat air yang sama[3]. Dan aku tidak lebih dari tiga kali menuangkan air keatas kepala"
(Shahih)
Hadits ini juga telah diriwayatkan oleh Imam Nasâ'î r.a (1/203) dan Ibnu Mâjah r.a (604)
HADITS TSAUBÂN R.A.
Abu Dâud r.a berkata (hadits 255) :
Diriwayatkan dari MuHammâd ibn 'Auf, ia bekata: aku membaca kitab (sumber) Ismail (ibn 'Iyâsy), Ibnu 'Auf berkata: diriwayatkan dari MuHammâd ibn Ismail, dari ayahnya, dari Dhamdham ibn Zar'ah, dari Syuraih ibn 'Ubaid, ia berkata: Zubair ibn Nufair telah memfatwakan kepadaku tentang mandi dari hadats besar; bahwasanya Tsaubân meriwayatkan, bahwa mereka telah bertanya kepada Rasulullah s.a.w tentang permasalahan tersebut. maka Rasulullah s.a.w menjawab: "adapun bagi laki-laki, maka hendaklah ia menguraikan rambutnya kemudian membasuh kepala sampai merata pada akar rambut. Sedangkan perempuan maka ia diboleh kan untuk tidak melepaskan kuncir rambut. Namun ia hanya cukup menuangkan air dengan kedua telapaknya sebanyak tiga kali".
(Shahih berdasarkan hadits terdahulu)[4]
KEDUA: PERKATAAN-PERKATAAN ULAMA YANG MENJELASKAN BAHWA TIDAK DIWAJIBKAN MELEPASKAN KUNCIR KEPALA PEREMPUAN KETIKA IA HENDAK MANDI DARI HADATS BESAR
· Telah lalu kita sebutkan bersama sikap penolakan dari Aisyah r.a terhadap pendapat yang dikatakan oleh Abdullah ibn 'Umar r.a, ketika Aisyah mendengar bahwa Ibnu Umar menyuruh para wanita yang hendak mandi agar melepaskan kuncir-kuncir rambut mereka.
· Imam Turmudzî r.a berkata (setelah beliau memaparkan hadits Ummu Salâmah r.a, no. 105): Pendapat yang diikuti dan yang diaflikasikan oleh ulama, adalah pendapat yang mengatakan bahwa wanita yang hendak mandi dari hadats besar, apabila ia telah menuangkan air keatas kepalanya, ia dibolehkan tidak melepaskan kunciran-kunciran yang ada diatasnya.
Ibnu al-Qayyim r.a berkata –sebagaimana yang disebutkan dalam kitabnya at-Ta'liq 'ala Sunan Abi Dâud atau yang disebut dengan 'Aun al-Ma'bud (1/426):
Hadits Ummu Salâmah r.a –yang baru saja kita sebutkan- menunjukan bahwa wanita yang hendak mandi dari hadats besar tidak diwajibkan melepaskan kunciran-kunciran rambutnya. Pendapat ini telah menjadi kesepakatan para ulama, kecuali satu pendapat yang diriwayatkan dari Abdullah ibn 'Amr r.a dan Ibrahim an-Nukha'I r.a. Sebab keduanya mengatakan: wanita tersebut diwajibkan melepaskan kunciran rambutnya. Namun kita tidak mengetahui apakah ada ulama lain yang mengaminkan pendapat kedua orang tersebut atau tidak.
Padahal sesungguhnya Aisyah r.a telah menolak pendapat yang dikatakan oleh Ibnu 'Umar ra. dengan perkataannya: "Ibnu Umar sangat membingungkan, ia menyuruh kaum wanita –apabila mereka hendak mandi- agar melepaskan kuncir-kuncir yang ada diatas kepala mereka, kenapa tidak sekalian saja menyuruh mereka untuk menggunduli kepala, sesungguhnya aku bersama Rasulullah s.a.w bersama-sama mandi dari tempat air yang sama. Dan aku tidak lebih dari tiga kali menuangkan air keatas kepala"
(H.R. Imam Muslim)
* As-Shan'ânî r.a mengatakan –sebagaimana yang disebutkan dalam kitabnya Subul as-Salâm (1/147):
Hadits tersebut adalah dalil pendapat yang mengatakan bahwa wanita yang hendak mandi dari hadast besar atau dari haid, tidak diwajibkan melepaskan kunciran rambutnya.
Aku memperjelas lagi: Yang dimaksudkan dengan hadits tersebut adalah, hadits Ummu Salâmah r.a. Dan sebenarnya telah kita simpulkan bersama bahwa penyebutan tentang haid dalam redaksi hadits tersebut adalah hal yang ganjil.
* Dalam kitabnya Nail al-Authâr ( 2/250) Imam Syaukani r.a mengatakan:
Hadits tersebut menunjukan bahwa wanita tidak diwajibkan melepaskan kunciran rambutnya.
· Ibnu Hazm r.a –sebagaimana yang disebutkan dalam kibatnya al-Muhallâ (2/37)- mengatakan:
Dan tidak diwajibkan terhadap wanita menembus sela-sela (redaksi pada riwayat lain: melepaskan) rambutnya atau kunciran-kunciran yang ada diatas kepala, apabila ia hanya hendak mandi dari hadats besar saja.
· Disebutkan dalam kitab al-Mughni ( 1/225) karya Ibnu Qudâmah r.a:
Muhna berkata: aku telah bertanya kepada Imam Ahmad r.a: apakah wanita diwajibkan melepaskan kunciran rambutnya apabila ia hendak mandi dari hadats besar? Beliau menjawab: "tidak". Maka aku betanya kembali: "Apakah pendapat ini berdasarkan dalil?". Imam Ahmad r.a berkata: "ya.. dalilnya adalah hadits Ummu Salâmah r.a".
· Disebutkan pula dalam kitab al-Muhazzab (1/186):
Apabila wanita tersebut memiliki kuncir diatas kepalanya. maka jika air dapat meresap kedalam kuncir tersebut tanpa harus dilepaskan, wanita tersebut tidak diwajibkan melepaskannya… lalu Imam Syairâzî r.a (pengarang kitab al-Muhazzab) menyebutkan Hadits Ummu Salâmah r.a. Kemudian Beliau melanjutkan perkataanya: dan apabila air tersebut tidak dapat meresap kedalam kunciran tersebut, kecuali dengan melepaskannya, maka wanita tersebut diwajibkan melepaskannya. Sebab menyampaikan dan meratakan air sampai kerambut dan kulit kepala hukumnya adalah wajib.
Menurut hemat saya: Pendapat yang mengatakan bahwa perempuan tersebut wajib melepaskan kunciran rambutnya, adalah perkataan yang jauh (keliru), hal tersebut dikarenakan hadits Ummu Salâmah r.a yang dengan tegas mengatakan: "Sesungguhnya cukup saja bagi kamu, menuangkan air keatas kepala sebanyak tiga kali.."
Imam Syafi'I r.a mengatakan –sebagaimana yang telah dinukil oleh Imam Nawawi r.a dalam kitabnya al-Majmû'-: aku mengganggap sunah, untuk memasukan air keakar rambut dan membasahi kuncir-kuncirnya.
Masalah: Tidak diwajibkan terhadap perempuan memasukan air kedalam lobang vaginanya ketika ia mandi.
* Disebutkan dalam kitab al-Majmû' Syarh al-Muhazzab (1/186) :
Apabila seorang perempuan hendak mandi dari hadast besar, maka tata cara mandinya sama dengan laki-laki.[5]
Imam Nawawi r.a menguraikan perkataan Imam Syairâzî r.a diatas dengan perkataannya: Pendapat yang dikatakan oleh Imam Syairâzî r.a telah menjadi kesepakatan para ulama. Ulama mazhab Syafi'I berkata: apabila wanita tersebut masih perawan, maka ia tidak diwajibkan menyampaikan air kedalam lubang vaginanya.
Adapun jika ia bukan perawan, maka ia diwajibkan menyampaikannya kepermukaan lubang vagina yang terlihat ketika ia sedang duduk untuk menunaikan hajat. Sebab bagian vagina yang terlihat tersebut termasuk anggota luar yang wajib dibasuh. Pendapat inilah yang telah ditegaskan oleh nash Imam Syafi'I r.a dan sebagian besar pengikutnya.
Namun Imam al-Haramain r.a menegaskan bahwa wanita yang bukan perawan tidak diwajibkan membasuh sampai ketempat pertemuan dua bibir lobang vaginanya. Beliau beralasan: karena kita tidak mewajibkan menyampaikan air kedalam rongga mulut. Maka –lebih lagi- tidak diwajibkan menyampaikan air sampai kedalam rongga vagina. Kemudian beliau melanjutkan perkataannya: pendapat inilah yang benar menurut riwayat dari Imam Syafi'I r.a.
Aku menambahkan: semua perkataan yang disebutkan diatas perlu ditinjau kembali. Alasannya adalah: Rasulullah s.a.w tidak pernah menyuruh apapun sebagaimana yang dibicarakan diatas. Oleh sebab itu, maka yang lebih baiknya, kita tidak perlu membahas hal tersebut seperti pembahasan diatas tadi. Dengan demikian maka wanita tidak diwajibkan menyampaikan air kedalam vaginanya, baik ketika ia hendak mandi dari haid maupun dari hadast besar. Sebab jika hal tersebut memang diwajibkan, tentunya Rasulullah s.a.w telah menjelaskannya.
[1] . Setelah menyebutkan hadits diatas Imam Muslim r.a meriwayatkan sebuah hadits lagi, beliau berkata: diriwayatkan dari 'Amr an-Naqid, dari Yazîd ibn Harun. Dan diriwayatkan pula dari Abdu ibn Humaid, dari Abdu ar-Razzak, keduanya berkata: diriwayatkan dari Tsauri, dari Ayyûb ibn Musa. Pada sanad ini dan hadits Abdu ar-Razzak disebutkan dengan redaksi: "apakah aku harus melepaskannya ketika hendak mandi junub dan haid?". Maka Rasulullah s.a.w menjawab: "tidak". Kemudian Abdu ar-Razzak r.a melanjutkan hadits yang maknanya sama dengan hadits yang diriwayatkan oleh 'Uyainah.
Diriwayatkan pula dari Ahmad ad-Darimi, dari Zakariya ibn 'Adi, dari Yazîd (Ibnu Zari'), dari Ruh ibn Qasim, dari Ayyûb ibn Musa, -dengan sanad yang telah lalu- : "apakah aku melepaskannya, kemudian aku mandi junub". (tanpa menyebutkan tentang haid)
Aku menambahkan: Imam Muslim memperjelas bahwasanya sentral hadits tersebut adalah Ayyûb ibn Musa, dan dari dia-lah Sufyan ibn 'Uyainah, Sufyan Tsauri, Ruh ibn Qasim meriwayatkannya.
Dan pada hadits yang diriwayatkan oleh Sufyan ibn 'Uyainah dan Ruh ibn Qasim; tidak terdapat penyebutan tentang haid. Sedangkan hadits yang diriwayatkan oleh Abdu ar-Razzak r.a, berbeda dengan hadits yang diriwayatkan oleh Yazîd, sebab pada hadits tersebut terdapat penyebutan tentang haid.
Dikarenakan terdapat penambahan pada akhir redaksi hadits, maka riwayat Abdu ar-Razzak tidak dapat dianggap shahih. Oleh Karena itu kami mengganggap tambahan tersebut adalah syadzah (asing). Wallahu a'lam.
Pendapat kami ini (penyebutan tentang haid pada hadits tersebut adalah hal yang asing) telah didahului oleh Ibnu al-Qayyim r.a dalam kitabnya at-Ta'liq 'ala Sunan Abi Dâud ('Aun al-Ma'bud 1/429 )
[2] . Makna asal dari kalimat Dhimadh adalah pembalut atau perban. Namun yang dimaksudkan pada hadits diatas adalah sejenis cream yang dapat mengempalkan dan membuat rambut tidak terurai. Dengan demikian maka makna hadits diatas: Kami mengikat rambut dengan karet, lalu membubuhinya dengan khathmi (sejenis tubuhan), wangi-wangian dan sebagainya. Setelah itu kami mandi sementara karet, wangi-wangian yang tadi kami lekatkan diatas kepala masih ada sebagaimana semula, karena kami tidak melepaskan kuncir-kuncir yang ada diatas kepala. kemudian beliau menyebutkan tafsiran makna yang lain. Wallahu a'lam
Menurut pendapat saya: pada hadits tersebut memberikan kesan bahwa mereka tidak menguncir rambutnya. Wallahu a'lam.
[3] . Hadits ini tidak hanya berbicara tentang mandi junub saja. Akan tetapi boleh juga orang mengatakan bahwa hadits tersebut juga berlaku untuk wanita yang mandi (bersuci) dari haid.
[4] . Pada sanad hadits diatas terdapat Ismail ibn 'Iyasy, beliau adalah termasuk orang yang dipermsalahkan oleh ulama hadits. Akan tetapi ulama juga mengatakan bahwa hadits-hadits yang beliau riwayatkan dari orang satu kampung dengannya termasuk hadits yang kuat. Dan hadits diatas termasuk riwayat beliau dari orang-orang yang satu kampung. Sekalipun riwayat anaknya (Muhammad) yang mengambil dari Ismail, digolongkan riwayat yang lemah, namun Muhammad ibn 'Auf –ketika meriwayatkan hadits diatas- telah menegaskan bahwa ia telah membaca kitab yang ditulis oleh Ismail. Dengan demikian maka hadits tersebut menjadi kuat berdasarkan hadits-hadits sebelumnya.
[5] . Gambaran ringkas tata cara mandi laki-laki adalah sebagai berikut: sebelum ia memasukan tangannya kedalam air , terlebih dahulu dianjurkan membasuh kedua tangannya sampai bersih. Lalu ia membasuh penis –dengan menggunakan tangan kiri- sampai bersih. Kemudian menggosokan tangannya dengan keras ketanah atau kedinding, lalu ia membasuhnya. Setelah itu ia mengambil air wudhu –seperti wudhu shalat- (dan dinjurkan pada saat berwudhu untuk menunda membasuh kakinya setelah selesai mandi). Kemudian ia menuangkan air keatas kepalanya sebanyak tiga kali. Lalu membasuh bagian kanan tubuhnya, lalu meratakan air keseluruh tubuhnya. Setelah selesai baru ia menutup mandinya dengan membasuh kaki (sekaligus penyempurnaan terhadap wudhu yang telah dilakukan sebelum mandi). Inilah tata cara mandi yang lebih baik –tapi hukumnya tidak diwajibkan- sebagaimana yang dikumpulkan dari sejumlah hadits Rasulullah s.a.w.
comments
0 Responses to "TIDAK DIWAJIBKAN TERHADAP PEREMPUAN MELEPASKAN KUNCIR-KUNCIR RAMBUTNYA KETIKA MANDI DARI HADATS BESAR"Speak Your Mind
Tell us what you're thinking...
and oh, if you want a pic to show with your comment, go get a gravatar!