Tuesday, December 08, 2009

0 Hukum berpakaian dan hukum Asi (air susu Ibu)


UJUNG PAKAIAN WANITA YANG MENJULUR KETANAH

Abu Dâud r.a berkata (hadits 383):
Diriwayatkan oleh Abdullah ibn Muslimah, dari Mâlik, dari MuHammâd ibn 'Imârah ibn Amar ibn Hazm, dari MuHammâd ibn Ibrahim, dari Ummu Walad Ibrahim ibn Abdurrahman ibn 'Auf, bahwasanya dia bertanya kepada Ummu Salâmah –Istri Rasulullah s.a.w: Sesungguhnya aku adalah seorang perempuan yang memanjangkan ujung pakaian, dan aku berjalan ditempat yang kotor".
Maka Ummu Salâmah menjawab: Rasulullah s.a.w berkata: "jalan suci yang sesudahnya akan mensucikannya".[1]
 (Hasan berdasarkan dukungan hadits yang lain)[2]

Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Mâlik r.a, dalam kitabnya al-Muwattha (1/24) pada masalah at-Thaharah, bab Mâ lâ yajibu minhu al-Wudhu. Imam Turmudzî r.a (no. 143), Imam Dârimî r.a (1/189 ) dan Ibnu Mâjah r.a (531)

Abu Dâud ra berkata (hadits 384 ):
Diriwayatan dari Abdullah ibn MuHammâd al-Nufaili, dan Ahmad ibn Yunus, keduanya berkata: diriwayatkan dari Zuhair, dari Abdullah ibn 'Isa, dari Musa ibn Abdullah ibn Yazîd, dari seorang wanita yang berasal dari Bani Abdu al-Asyhal, ia berkata: aku berkata kepada Rasulullah s.a.w bahwa sesungguhnya kami memiliki jalan yang menuju kemesjid, namun jalan tersebut sangat kotor. Apakah yang harus kami lakukan apabila kami kehujanan?". Rasulullah s.a.w berkata: "bukankah setelah jalan tersebut, terdapat jalan yang lebih bersih?". Wanita itu menjawab: "ya..". Maka Rasululah berkata: "Maka kekotoran yang berasal dari jalan pertama disucikan oleh kebersihan jalan setelahnya".
(Hadits Hasan berdasarkan hadits sebelumnya)[3]

Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Mâjah r.a (no. 533)



PAKAIAN WANITA YANG TERKENA AIR SUSUNYA

Apabila air susu seorang wanita menetes dan mengenai pakaiannya, maka ia tidak diwajibkan membasuhnya. Sebab air susu tersebut termasuk benda yang suci, dan tidak mengandung najis. Pendapat ini juga dikatakan oleh Ibrahim an-Nukha'I r.a.

·        Dalam kitabnya al-Mushannaf (1/172) Ibnu Abu Syaibah r.a berkata:
Diriwayatkan dari Mâlik ibn Ismail, dari Ja'far al-Ahmar[4], dari Mughirah, dari Ibrahim, ia berkata: "Tidak mengapa, air susu wanita yang menetes dan mengenai pakaiannya"


[1] . Imam al-Khatthabi r.a menukil dari Imam Syafi'I r.a, perkataan beliau: "masalah diatas hanyalah apabila ujung pakaian tersebut terseret diatas jalan yang kering, dan tidak ada kotoran yang melekat pada pakaian tersebut. Adapun apabila ujung pakaian itu terseret diatas tanah kotor yang basah, maka cara mensucikannya harus dengan dicuci.

* Imam al-Khattabi r.a juga menukil pendapat Imam Mâlik r.a: Sesungguhnya tanah dapat mensucikan tanah yang lainnya, hal tersebut –misalnya- apabila seseorang telah menginjak – dari sebuah tanah- kotoran, kemudian ia berjalan diatas tanah kering yang suci dan bersih. Maka satu tanah dengan yang lainnya dapat saling mensucikan. Adapun Najis seperti kencing dan seumpamanya yang mengenai pakaian atau sebagian dari anggota tubuh, maka cara mensucikannya harus dengan membasuhnya. Kemudian al-Khattabi r.a menambahkan: Hal ini telah menjadi kesepakatan ulama.

* Imam al-Khattabi juga membahas tentang identitas wanita yang menanyakan permasalah tersebut, ia mengatakan bahwa wanita tersebut tidak dikenal. Dan hadits yang diriwayatkan oleh orang yang tidak dikenal tidak dapat diandalkan sebagai dalil yang mendasari suatu hukum. Namun pendapat yang dikatakan al-Khattabi ini sangat mengherankan al-Mubârkafûrî ra. Sebab ketidak tahuan terhadap sahabat yang telah meriwayatkan hadits bukanlah factor yang dapat menjatuhkan kedudukan hadits.
[2] . Hadits diatas dengan sanad tersebut kedudukannya lemah. Hal ini dikarenakan wanita yang disebut dengan Ummu walad Ibrahim tersebut termasuk orang yang tidak dikenal. Ada kabar yang mengatakan bahwa wanita tersebut bernama Hamidah. Namun orang juga tidak mengetahui pasti, siapakah yang bernaman Hamidah tersebut.

Akan tetapi kelemahan yang disebabkan ketidak tahuan tentang wanita tersebut berkurang dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Mâlik r.a. Namun bukan berarti kami mengatakan bahwa hadits tersebut dapat dijadikan hujjah. Yang kami maksudkan adalah, bahwa hadits tersebut dapat dijadikan sebagai penguat dan atau berhak mendapat dukungan dari hadits lainnya. Al-Hafiz Ibnu Hajar r.a berkata –sebagaimana yang disebutkan dalam kitab atl-Taqrîb, yang kesimpulannya menunjukan bahwa hadits tersebut dapat diterima apabila dikuatkan oleh hadit yang lainnya. Dan jika tidak, maka hadits tersebut kedudukannya lemah".

Hadits ini sekalipun lemah, namun ia banyak mendapat kan dukungan dari sejumlah riwayat hadits lainnya, diantaranya hadits yang disebutkan sesudahnya, dan perkataan Ibnu Mas'ud r.a: "Dahulu kami kami tidak berwudhu disebabkan kotoran, dan kami juga tidak menahan (mengangkat) baju maupun rambut". Maknanya: wallahu a'lam-: Mereka tidak mengulangi berwudhu hanya karena kotoran yang menempel dikaki. Dan berdasarkan perkataan inilah Imam Turmudzî r.a berpendapat bahwa tidak diwajibkan membasuh kaki yang terkena kotoran, kecuali apabila kotoran tersebut basah. Wallahu a'lam.
[3] . Pada sanad hadits ini terdapat Abdullah ibn 'Isa. Al-Hafiz Ibnu Hajar menukil –dalam kitabnya at-Tahzîb- dari Abu Hasan al-Qatthan, bahwasanya Abdullah ibn 'Isa yang telah meriwayatkan dari Musa ibn Abdullah ibn Yazîd al-Khathmi -dan kemudian beliau meriwayatkannya kepada Zuhair dan Syuraik- bukanlah Abdullah ibn 'Isa ibn Abdurrahman ibn Abu Laila. Dia adalah orang lain yang tidak diketahui identitasnya. Aku mengatakan: hadsit ini hanya layak dijadikan sebagai penguat saja. Wallahu a'alam.

* Abdu ar-Razzak ra. meriwayatkan ( al-Mushannaf 1/24) dari Ibnu 'Uyainah, dari Ibnu 'Ajlan, dari Sa'îd ibn Abu Sa'îd, bahwasanya seorang wanita bertanya kepada Aisyah r.a tentang seorang wanita yang menyeret ujung pakaiannya, ketika ia pergi menuju mesjid. Kemudian ujung pakaian tersebut mengenai tempat yang tidak bersih. Maka Aisyah menjawab: "Sesungguhnya jalan bersih yang akan dia lewati dapat mensucikan kotoran yang berasal dari jalan pertama".
[4] . Dia adalah Ja'far ibn Ziyâd al-Ahmar, kejujurannya telah dikenal semua orang. Oleh sebab itu hadits yang ia riwayatkan kedudukannya hasan.

Artikel Terkait:

your ad here

comments

0 Responses to "Hukum berpakaian dan hukum Asi (air susu Ibu)"

Speak Your Mind

Tell us what you're thinking...
and oh, if you want a pic to show with your comment, go get a gravatar!

eNews & Updates

Sign up to receive breaking news
as well as receive other site updates!

Daftar Isi

Loading...