Tuesday, December 08, 2009

0 Hukum Wudhu Seorang laki-laki ketika menyentuh perempuan


HUKUM WUDHU LAKI-LAKI YANG MENYENTUH WANITA

Allah s.w.t berfirman: " atau kamu telah menyentuh perempuan" (Q.S. al-Nisa: 43, al-Maidah: 6)

Para ulama berbeda dalam mentafsirkan firman Allah: "atau kamu telah menyentuh perempuan" kepada dua pendapat:
Pertama: Sebagian ulama mengatakan bahwa yang dimaksud dari ayat tersebut adalah jima' (bersetubuh)
Kedua: Sebagian yang lainnya mengatakan, bahwa yang dimaksud adalah lebih umum dari jima'. Dengan demikian maka ayat tersebut mencakup perbuatan yang lebih ringan dari jima', seperti mencium dan menyentuh dengan tangan.


Maka, jika berdasarkan tafsiran pertama, berarti orang yang menyentuh wanita dengan tangannya atau dengan seluruh tubuhnya selain jima' , hukum wudhunya tidak batal.

Dan diantara ulama yang bependapat seperti ini adalah: Abdullah ibn Abbas ra. Sebagaimana hadits-hadits yang menguatkan pendapat ini telah diriwayatkan dengan berbagai sanad yang shahih, antara lain:

Ibnu Jarîr at-ThaBârî r.a berkata (9481):
Diriwayatkan dari Humaid ibn Mas'adah, ia berkata: diriwayatkan dari Yazîd, dari Zari', ia berkata: diriwayatkan dari Syu'bah, dari Abu Bisyri, dari Sa'îd ibn Jubair, ia berkata: "orang-orang menyebutkan tentang makna kalimat al-lams (menyentuh), maka berkatalah (berpendapat) sebagian orang: ia bukanlah jima'. Sementara sebagian yang lainnya berkata: ia adalah jima'. Maka Sa'îd ibn Jubair mendatangi Ibnu Abbas r.a dan berkata: Sesungguhnya orang-orang berbeda dalam mengartikan kalimat al-lams, sebagian mereka mengatakan: ia bukan jima' dan yang lainnya mengatakan ia adalah jima'. Lalu Ibnu Abbas r.a bertanya kepada Sa'îd: "lalu kamu berada dipihak mana?". Sa'îd menjawab: Aku berada dipihak orang-orang yang mengatakan bahwa al-lams bukanlah jima'. Maka Ibnu Abbas berkata: Kamu berada pada pihak yang kalah, sesungguhnya al-mass dan al-lams dan al-mubasyarah maksudnya adalah jima'. Akan tetapi Allah berhak menamakan sesuatu dengan apa saja sesuai kehendaknya".
(Shahih dari perkataan Ibnu Abbas)

Riwayat ini juga telah disebutkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam kitabnya al-Mushannaf (1/166):

Ibnu Jarîr r.a berkata (9582):
Diriwayatkan dari Ibnu Bassyâr, ia berkata: diriwayatkan dari MuHammâd ibn Ja'far, ia berkata: diriwayatkan Dari Syu'bah, dari Abu Ishâq, ia berkata: Aku mendengar dari Sa'îd ibn Jubair, dari Ibnu Abbas… (seperti hadits diatas)

Ibnu Jarîr r.a berkata lagi (9583):
Diriwayatkan dari MuHammâd ibn al-Mutsannâ, ia berkata: diriwayatkan dari MuHammâd ibn Ja'far, ia berkata: diriwayatkan Dari Syu'bah dari Abu Ishâq, ia berkata: aku mendengar Sa'îd ibn Jubair meriwayatkan sebuah hadits dari Ibnu Abbas, bahwa ia berkata: firman Allah swt: "atau kamu telah menyentuh perempuan" maksudnya adalah: jima'
(shahih)

Ibnu Jarîr r.a telah menyebutkan sejumlah sanad dari Ibnu Abbas r.a yang menunjukan bahwa, yang dimaksud dengan al-Mulamasah pada ayat tersebut adalah jima'. Pendapat ini dinisbatkan oleh Ibnu Katsîr –sebagaimana yang disebutkan dalam tafsir Ibnu Katsîr 8/502) kepada Ali, 'Ubai ibn Ka'ab, Mujâhid, Thâus, al-Hasan, Ubaid ibn 'Umair, Sa'îd ibn Jubair, Sya'bi, Qatâdah dan Muqatil ibn Hayyan.

Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarîr al-ThaBârî r.a –sebagaimana yang disebutkan dalam tafsirnya (8/396), dengan ta'likan (komentar) Syaikh Ahmad Syakir r.a). Beliau berkata: pendapat yang lebih benar adalah pendapat yang mengatakan bahwa yang dimaksud dari firman Allah s.w.t: "atau kamu telah menyentuh perempuan"  adalah jima'.

Adapun orang-orang yang berpendapat bahwa yang dimaksud dari ayat tersebut adalah jima' dan makna-makna lainnya, seperti mencium, menyentuh dan sebagainya. Mereka antara lain: Ibnu Mas'ud r.a dan Abdullah ibn Umar r.a.

* Ibnu Jarîr r.a berkata (9606):
Diriwayatkan dari MuHammâd ibn al-Mutsannâ, ia berkata: diriwayatkan dari MuHammâd ibn Ja'far, ia berkata: diriwayatkan dari Syu'bah, dari Makhariq, dari Thariq ibn Syihâb, dari Abdullah, beliau berpendapat bahwa yang dimaksud dengan al-mulamasah pada ayat tersebut adalah sesuatu yang tidak sampai kepada jima'.
(Shahih dari perkataan Ibnu Mas'ud)

Ibnu Jarîr juga memaparkan sejumlah sanad riwayat dari Ibnu Mas'ud yang menunjukan bahwa yang dimaksud dengan al-lams adalah sesuatu yang tidak sampai kepada jima', termasuk mencium.

Pendapat ini juga -secara shahih- telah diriwayatkan dari Abdullah ibn Umar r.a. Sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Jarîr r.a (9617) bahwa: diriwayatkan dari Yunus ibn Abdu al-A'la, ia berkata: Ibnu Wahab meriwayatkan kepada kami, ia berkata: Ubaidullah ibn Umar meriwayatkan kepadaku dari Nâfi', bahwa Abdullah ibn Umar pernah berwudhu setelah (disebabkan) mencium Istrinya. Dan Beliau berpendapat bahwa mencium wanita dapat membatalkan wudhu, dengan perkataannya: mencium termasuk dalam perbuatan yang disebut dengan al-lams.

Pendapat ini telah dinisbatkan oleh Ibnu Katsîr –sebagaimana yang disebutkan dalam tafsirnya 1/503) kepada Utsman an-Nahdi, Abu Ubaidah (anak Abdullah ibn Mas'ud), 'Amir al-Sya'bi, Tsâbit ibn al-Hajjaj, Ibrahim al-Nukha'I, dan Zaid ibn Aslam.

Untuk lebih lengkapnya lagi silakan lihat kitab Mushannaf karya Ibnu Abi Syaibah (1/44-46 dan 1/166) dan kitab Mushannaf Abdu al-Razzâq (1/132-136)

Manakala kalimat al-mass dan al-lams menurut bahasa arab digunakan untuk makna yang umum, sehingga dapat diartikan dengan makna jima' dan juga dapat diartikan dengan makna selain jima', sebagimana firman Allah s.w.t: "lalu mereka dapat memegangnya dengan tangan mereka sendiri" (Q.S. al-An'am: 7), dan sebagaimana perkataan Aisyah ra: "Demi Allah tangan Rasulullah s.a.w tidak pernah menyentuh tangan wanita manapun juga".

Dan manakala kalimat al-Mass dan al-lams apabila disebutkan dalam al-Qur'an selalu digandengkan dengan kalimat perempuan, maka yang dimaksud dari kedua kalimat tersebut adalah nikah (sebagaimana yang akan kita jelaskan nanti).

Oleh sebab itu kita tidak dapat memutuskan perbedaan pendapat dalam mentafsirkan kedua kalimat tersebut. dan melihat kepada hadits-hadits Rasulullah s.a.w kita tidak menemukan satu dalilpun yang shahih yang mewajibkan terhadap orang yang menyentuh wanita (perbuatan yang tidak sampai pada persetubuhan) agar mengulagi wudhunya. Bahkan yang kita temukan sebaliknya (sebagaimana yang –insya Allah- akan kita jelaskan nanti)

* Disini kami akan menyebutkan perkataan Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyah r.a tentang permasalahan bab ini. Dalam kitabnya Majmû' al-Fatâwâ (12/410) beliau berkata:
Yang dimksud dari firman Allah s.w.t: "atau kamu telah menyentuh perempuan" adalah jima', hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Abbas r.a dan yang lainnya dari orang-orang arab. Sebagaimana hal tersebut juga telah diriwayatkan dari Ali ra dan yang lainnya. Pendapat inilah yang benar tentang makna ayat tersebut. dan tidak ada satu pun dalil –baik dari al-Qur'an maupun hadits Rasulullah s.a.w- yang mengatakan bahwa menyentuh wanita dapat membatalkan wudhu. Karena sesungguhnya orang-orang Islam dahulu, selalu menyentuh istri-istri mereka. Dan tidak ada satupun orang Islam yang meriwayatkan dari Rasulullah s.a.w, bahwa Beliau menyuruh seseorang berwudhu dengan sebab ia telah menyentuh wanita.

Adapun pendapat orang yang mengatakan bahwa yang dimaksud dari ayat diatas adalah sesuatu perubuatan yang tidak sampai kepada jima. Sehingga laki-laki yang hanya menyentuh wanita diwajibkan berwudhu. Maka telah diriwayatkan dari Abdullah ibn Umar dan al-hasan bahwa yang dimaksud adalah menyentuh wanita dengan tangan. Dan ini adalah pendapat sebagian ulama-ulama salaf tentang menyentuh wanita dengan bernafsu, dan wudhu –setelah menyentuh dengan bernafsu- adalah perbuatan baik yang disunahkan, agar api syahwat dapat padam dengan sentuhan air. Sebagaimana halnya disunahkan berwudhu bagi orang yang sedang marah, agar api kemarahan dapat dipadamkan dengan air wudhu.

Jadi anjuran berwudhu yang dimaksudkan oleh ulama-ulama salaf hanyalah anjuran yang sifatnya sunah, dan keliru orang yang memahaminya sebagai perintah yang wajib dilakukan.

Sedangkan menyentuh wanita tanpa didasari nafsu, maka aku tidak menemukan satu dalilpun yang diriwayatkan dari ulama salaf yang mengatakan bahwa hal tersebut dapat membatalkan wudhu.

Dan firman Allah s.w.t: "atau kamu telah menyentuh perempuan" disebutkan dalam al-Qur'an bukan berbicara tentang batalnya wudhu akibat menyentuh wanita. Akan tetapi ayat tersebut berbicara tentang masalah tayammum. Yang disebutkan –urutannya- setelah Allah s.w.t memerintahkan kepada orang yang berhadast kecil -yang ingin melakukan shalat- untuk terlebih dahulu berwudhu, dan orang yang junub untuk mandi. Jadi setelah menjelaskan tentang bersuci dengan air, (mandi dan berwudhu) Allah s.w.t ingin menjelaskan mekanisme bersuci menggunakan tanah yang bersih (bertayammum).

Oleh sebab Itu Maka Allah s.w.t berfirman: " atau kamu telah menyentuh perempuan" sebagai penjelasan terhadap latar belakang kenapa orang harus bertayammum. Kemudian firmannya: "atau kembali dari tempat buang air" (Q.S. al-Maidah: 6), sebagai salah satu penjelasan tersebut.

Kedua macam factor (menyentuh perempuan dan kembali dari buang air) diatas disebutkan Allah s.w.t bukan untuk menjelaskan tentang bersuci menggunakan air. akan tetapi –berdasarkan susunan redaksi pada ayat tersebut- keduanya termasuk salah satu dari mekanisme bersuci dengan tanah.

Dan apabila hal tersebut telah jelas, maka firman Allah s.w.t: "apabila kamu hendak mengerjakan salat, maka basuhlah" (Q.S. al-Ma'idah: 6) dan firmannya: "dan jika kamu junub maka mandilah" (Q.S. al-Ma'idah: 6) adalah dua bentuk bersuci yang menggunakan air (berwudhu dan mandi). Sedangkan firman Allah s.w.t selanjutnya, Yakni: "dan apabila kamu tidak mendapatkan air", hanya menunjukan bahwa orang yang menyentuh wanita (bersetubuh) apabila tidak menemukan air, ia harus bersuci dengan bertayammum. Lalu bagaimana mungkin perintah bertayammum tersebut disebabkan hadast kecil? Sebab –pada ayat tersebut- Ia menyuruh orang yang menyentuh perempuan untuk bertayammum, dan tidak menyuruhnya berwudhu. Lalu bagaimana Allah menyuruh bertayammum kepada orang yang tidak Ia suruh berwudhu? Sedangkan Allah hanya menyuruh bertayammum orang yang ia suruh untuk berwudhu dan mandi. Berarti jika Ia menyuruh orang yang menyentuh perempuan untuk bertayammum, dan tidak menyuruhnya berwudhu, berarti orang yang Ia suruh bertayammum tersebut adalah orang yang ia suruh untuk mandi. Dan ini artinya bahwa yang dimaksudkan dari menyentuh tersebut adalah jima'. Dan masih banyak lagi permasalahan yang serupa dengan masalah ini. Namun siapa pun yang merenungi dan mengamati ayat tersebut, maka ia akan yakin bahwa yang dimaksud adalah jima'.

Maka aku simpulkan bahwa: orang yang hanya sekedar menyentuh wanita (tidak sampai pada persetubuhan) tidak diwajibkan berwudhu. Begitupula halnya wanita yang disentuh tersebut, ia tidak diwajibkan berwudhu.

Dibawah ini kami akan menyebutkan sebagian hadits-hadits yang memperkuat pendapat diatas. Beserta diskusi-diskusi yang berkaitan dengan permasalahan ini.

Imam Muslim r.a berkata: (Shahih Muslim dan Syarah Imam Nawawi hal. 123 )
* Diriwayatkan dari Abu Bakar ibn Abu Syaibah, dari Abu Usâmah, dari Ubaidullah ibn Umar, dari MuHammâd ibn Yahya ibn Hibbân, dari al-A'raj, dari Abu Hurairah ra, Dari Aisyah ra, beliau berkata: "Pada suatu malam aku pernah merasa kehilangan Rasulullah s.a.w dari tempat tidur, maka aku meraba-raba, sehingga akhirnya tanganku menyentuh perut telapak kaki Rasulullah s.a.w[1] –ketika Beliau sedang sujud- dalam keadaan berdiri. Beliau berkata (membaca doa): "Ya.. Allah.. sesungguhnya aku berlindung dengan ridha-Mu dari kemurkaan-Mu, dan dengan keampunan-Mu dan siksa-Mu. Dan aku berlindung dengan-Mu dari –segala perbuatan- Mu. Aku tidak dapat membilang pujian terhadapmu sebagaimana Engkau memuji Dzatmu sendiri"
(Hadsit Shahih)

Hadits ini juga diriwayatkan oleh Abu Dâud (879), Nasâ'î dan Ibnu Mâjah.

Imam Bukhari r.a berkata (Shahih Bukhari dan Syarah Fathu al-Bârî 1/491) :
Diriwayatkan dari Ismail, ia berkata: diriwayatkan dari Mâlik, dari Abu al-Nadhar –budak Umar ibn Ubaidullah- dari Abu Salâmah ibn Abdurrahman, dari Aisyah –istri Rasulullah s.a.w-, Beliau berkata: "aku pernah berBârîng dihadapan Rasulullah s.a.w, dan kedua kakiku berada diarah kiblat beliau. Maka apabila Beliau hendak sujud, Rasulullah s.a.w mengedipkan matanya (memberikan isyarat) dan aku pun menarik kakiku. Dan apabila Beliau berdiri, maka aku ulurkan kembali kakiku", Aisyah menambahkan: "pada saat itu setiap rumah orang masih belum diterangi oleh lampu"
(Hadits Shahih)

Hadits ini telah disebutkan Oleh Imam Bukhari r.a pada beberapa tempat dari kitab Shahihnya, Imam Muslim r.a (hal. 367), Abu Dâud r.a (hadits 713) dan Nasâ'î r.a (1/102).


[1]. Imam Nawawi r.a berkata: Hadits ini adalah dalil pendapat orang yang mengatakan bahwa menyentuh perempuan tidak membatalkan wudhu. Sebagaimana pendapat yang dikatakan oleh Mazhab Hanafi r.a dan yang lainnya. Sementara Imam Mâlik r.a, Imam Syafi'I r.a dan Imam Ahmad r.a serta sebagian besar ulama mengatakan, bahwa menyentuh wanita –tanpa pelapis- dapat membatalkan wudhu. Namun hanya saja mereka berbeda-beda dalam memperincikan pendapat tersebut.

Hadits ini dijawab oleh sebagian ulama; bahwa -berdasarkan pendapat Imam Syafi'I r.a, dan pendapat yang mengatakan bahwa wudhu laki-laki yang menyentuh wanita menjadi batal- wudhu Rasulullah s.a.w tidak dianggap batal, karena kemungkian sentuhan yang terjadi antara tangan Aisyah r.a dan perut telapak kaki Rasulullah s.a.w terhalang oleh kain atau sejenisnya. Dan pendapat inilah yang lebih kuat menurut Mazhab Syafi'i.

Disini penulis akan membahas lebih lebar lagi tentang permasalahan ini, sebagai berikut;
·         Sebagian ulama berpendapat bahwa menyentuh (tidak sampai bersetubuh) wanita tidak membatalkan wudhu. Mereka berargumentasi dengan sejumlah dalil. Antara lain:
1.        Hadits Abu Hurairah r.a dan Hadits Aisyah r.a yang telah disebutkan diatas tadi.
2.        Hadits yang menyatakan bahwa Rasulullah s.a.w pernah menggendong Umamah cucu perempuannya, diwaktu beliau sedang shalat.
3.        Hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah r.a; bahwa Rasulullah s.a.w pernah mencium sebagian istrinya, kemudian Beliau pergi melaksanakan shalat, dan tidak berwudhu lagi.

·         Hadits yang mengatakan bahwa Beliau pernah mencium sebagian istrinya.. telah dianggap lemah oleh ulama-ulama terdahulu. Sebab meskipun hadits tersebut memiliki dua sanad periwayatannya; namun keduanya memiliki kacacatan, sehingga sebagian ulama menganggapnya lemah, penjelasannya sebagain berikut ini:

Pertama: Diriwayatkan oleh Abu Dâud r.a (179), Nasâ'î r.a (1/104) dari Sufyan, ia berkata: diriwayatkan oleh Abu Rauq dari Ibrahim al-Taimi dari Aisyah  r.a… (dan seterusnya). Hadits ini mursal. Sebab Ibrahim al-Taimi tidak sempat bertemu dengan Aisyah r.a. namun sekalipun hadits ini mursal akan tetapi ia riwayat paling baik yang menyebutkan tentang masalah ini, sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Nasâ'î r.a.

Kedua: Diriwayatkan dari al-A'masy, dari Habib, dari 'Urwah dari Aisyah ra. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Dâud r.a (179) dan yang lainnya. Dan 'Urwah yang disebutkan pada sanad riwayat ini ialah 'Urwah al-Muzni. Sedangkan dia termasuk orang yang tidak diketahui.

·         Hadits ini juga disebutkan melalui riwayat al-A'masy dari sahabat-sahabatnya, dari 'Urwah al-Muzni, dari Aisyah r.a. Namun sanad ini dengan sanad sebelumnya sama, yang mana menyimpulkan bahwa hadits tersebut diriwayatkan oleh 'Urwah al-Muzni dari Aisyah r.a.

Sebagian ulama telah berusaha untuk menjadikannya dua sanad yang berbeda, dengan memperkirakan sanad pertama dari riwayat 'Urwah al-Muzni. Dan sanad yang satunya diriwayatkan dari 'Urwah Ibn al-Zubair. Namun usaha tersebut sia-sia, karena telah ditolak oleh ulama-ulama terdahulu.

·         Sejauh yang aku ketahui, bahwa orang yang paling luas membicarakan hadits ini, dan menjelaskan tentang sanad berserta kritikan-kritikannya adalah Imam ad-Dâruquthnî r.a. Sebagimana yang disebutkan dalam kitab Sunan nya (1/135-142)

·         Adapun hadits Umamah – ketika ia naik keatas punggung Rasulullah s.a.w yang sedang shalat- yang dijadikan dalil untuk pendapat yang mengatakan bahwa menyentuh wanita tidak membatalkan wudhu. Maka dalil ini sangat lemah, karena Umamah hanyalah seorang anak perempuan yang masih kecil. Dan yang menjadi permasalahan disini adalah menyentuh wanita yang telah dewasa.

·         Dengan Demikian, maka dalil  -pendapat yang mengatakan bahwa menyentuh wanita tidak  membatalkan wudhu- yang selamat dari kritikan dan bantahan, hanyalah hadits Aisyah r.a dan Abu Hurairah r.a yang telah disebutkan diatas.

Para ulama yang mengatakan bahwa menyentuh wanita tidak membatalkan wudhu, menjawab firman Allah: "Atau kamu telah menyentuh perempuan" (Q.S. al-Ma'idah: 6) yang dikatakan sebagai salah satu dalil bahwa meyentuh wanita dapat membatalkan wudhu. Dengan mengatakan; yang dimaksud dari firman Allah s.w.t tersebut adalah: Jima'. Interpretasi ini berdasarkan pendapat yang dikatakan oleh Ibnu Abbas r.a.

Pendapat ini (yang dimaksud dengan kalimat al-lams adalah jima') mereka katakan, berdasarkan sejumlah dalil, antara lain;

·         firman Allah s.w.t: "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan-perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya (bersetubuh dengan mereka) maka sekali-kali tidak wajib atas mereka idah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya" (Q.S. al-Ahzâb: 49). Pada ayat ini Allah menyebut jima' dengan menggunakan kalimat al-Mass (menyentuh)

·         Firman Allah s.w.t: "maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami istri itu bercampur (Bersetubuh). (Q.S. al-Mujadalah: 3). Pada ayat ini Allah s.w.t juga menyebut jima' dengan menggunakan kalimat al-Mass.

·         Firman Allah s.w.t: "Jika kamu menceraikan istri-istrimu sebelum kamu bercampur (bersetubuh) dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu," (Q.S. al-Baqarah: 237)

Adapun golongan kedua yang berpendapat bahwa menyentuh wanita dapat membatalkan wudhu, mereka antara lain: Imam Syafi'I r.a, Ibnu Hazm r.a dan yang lainnya. dalil-dalil yang menjadi pegangan pendapat ini adalah sebagai berikut:

·         Firman Allah s.w.t: "Atau kalian telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak menemukan air, maka hendaklah bertayammum" (Q.S. al-Nisa: 6)

Mereka mengatakan: sesungguhnya –dalam al-Qur'an- kalimat al-Mass juga digunakan untuk makna selain jima', pendapat ini berdasarkan beberapa hal, antara lain;
1-       firman Allah s.w.t: "maka mereka akan menyentuhnya dengan tangan mereka" (Q.S. al-An'am: 7)
2-       Firman Allah s.w.t: " sesungguhnya bagimu di dalam kehidupan di dunia ini (hanya dapat) mengatakan: "Janganlah menyentuh (aku)".(Q.S. Thaha: 97).
3-       Firman-Nya lagi – menceritakan ucapan nabi Ayyûb a.s-: "(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang" (Q.S. al-Anbiyâ': 83)
4-       Perkataan Aisyah r.a: "Demi Allah.. tidak pernah tangan Rasulullah s.a.w menyentuh tangan perempuan manapun juga"
5-       Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits –tentang kasus- Ma'iz (menurut sebagian riwayatnya), Rasulullah s.a.w berakata: "Barangkali kamu hanyamencium.. barangkali kamu hanya menyentuh (al-lams)

Dan masih banyak bukti-bukti yang menyatakan bahwa kalimat al-lams juga digunakan untuk makna lain selain jima'.

Pendapat ini juga mengklaim bahwa ayat tersebut menasakh terhadap ayat-ayat lainnya. akan tetapi penasakhan –sebagaimana yang kita ketahui bersama- tidak dapat dibenarkan kecuali setelah mengetahui urutan waktu antara ayat yang menasakh dengan yang dinasakh. Tentunya hal tersebut harus mengetahui ayat mana yang lebih dahulu diturunkan dan yang belakangan diturunkan. Namun hal tersebut tidak mereka tetapkan.

Sebagian dalil yang menjadi pegangan pendapat ini adalah hadits yang disebutkan pada sebagian riwayat hadits ketika berbicara tentang interpretasi firman Allah s.w.t: "Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat" (Q.S. Hûd: 114).

Dalam interpretasi tersebut, disebutkan tentang seorang laki-laki yang telah mencium seorang wanita. Rasulullah s.a.w berkata kepada laki-laki tersebut: "Ambilah air wudhu kemudian kamu sembahyang". Namun sebenarnya kalimat "Ambilah air wudhu" bukan termasuk dari perkataan Rasulullah s.a.w. Dengan demikian, maka hadits dengan redaksi tersebut, termasuk hadits yang mursal. Atau sekalipun redaksi yang shahih seperti itu, maka pada hadits itupun tidak terdapat bukti yang menegaskan, bahwa menyentuh wanita dapat membatalkan wudhu. Sebab laki-laki yang disuruh oleh Rasulullah s.a.w agar mengambil air wudhu tersebut, -sebelumnya perintah berwudhu bahkan sebelum terjadi peristiwa tersebut - tidak ada satupun riwayat yang menegaskan bahwa ia telah berwudhu (dalam keadaan suci dari hadast kecil). Maksudnya: mungkin saja laki-laki tersebut memang belum berwudhu.

Dan disana adapula pendapat lain yang membedakan antara menyentuh wanita dengan syawat dengan menyentuhnya tanpa syahwat. Mereka mengatakan: apabila sentuhan tersebut dengan syahwat maka wudhu orang yang menyentuh menjadi batal. Adapun jika sentuhan tersebut terjadi tanpa didasari atau menimbulkan syahwat, maka wudhunya tidak batal.

Dan kami tidak menemukan satupun dalil yang mereka pegang, yang membedakan antara dua macam sentuhan tersebut.

* kesimpulan pendapat: -wallahu a'lam- mengandalkan ayat al-Qur'an yang disebutkan diatas, sebagai dalil, tentang kewajiban berwudhu dengan sebab menyentuh (tidak sampai pada bersetubuh) wanita, bukan pada tempatnya. Sebab kalimat al-Mass (yang makna asal kalimat tersebut lebih umum dari makna jima') apabila disebutkan dalam al-Qur'an bergandengan dengan kalimat perempuan. Maka yang dimaksud dari kalimat tersebut adalah jima'. Dan kami tidak menemukan satu hadits yang shahih dan tegas, atau hadits yang shahih sekalipun tidak tegas yang mewajibkan terhdap orang yang menyentuh istrinya untuk berwudhu. Atau mewajibkan wanita berwudhu apabila disentuh oleh suaminya.

Adapun klaim, bahwa ayat tersebut menasakh hadits-hadits yang mengatakan tidak batal, maka dakwaan itu tidak dapat diterima. Hal tersebut berdasarkan uraian yang telah kita jelaskan tentang nasakh.

Dengan demikian maka: menyentuh wanita (tidak sampai pada jima') tidak mewajibkan wudhu. Sebagaimana pendapat yang dikatakanoleh Imam Abu Hanifah r.a dan ulama-ulama yang sependapat dengan Beliau.

Perhatian: Telah terjadi perbedaan pendapat dikalangan ulama-ulama yang mengatakan bahwa menyentuh wanita dapat membatalkan wudhu, tentang nasib wudhu wanita yang disentuh. Perbedaan pendapat ini dapat dilihat pada kitab al-Mughni, karya Ibnu Qudâmah r.a (1/195-196). Ibnu Qudâmah r.a berkata: … alasan yang mengatakan, bahwa wudhu wanita tersebut tidak batal, karena nash hanya menyebutkan tentang laki-laki yang menyentuh wanita. Oleh sebab itu nash tersebut hanya berhubungan dengan perbuatan kaum pria. Maka hanya wudhu pria –yang menyentuh- sajalah yang dianggap batal. Disamping itu tidak ada nash atau sesuatu yang sepadan dengan nash yang berbicara tentang wanita dan orang yang disentuh. Sebab sentuhan laki-laki dengan didasari nafsu, sangat berpotensi dan dapat menyebabkan keluarnya air mazi yang dapat membatalkan wudhu.

Oleh sebab itu sentuhan yang berdasarkan nafsu disamakan dengan orang yang keluar air mazi. Dan hal ini tidak terdapat pada pihak wanita. Disamping itu nafsu yang berada pada orang yang menyentuh lebih besar dan lebih mendorong keluarnya air mazi daripada nafsu orang yang disentuh. Oleh karena itu tidak sah mengkias wanita yang disentuh kepada laki-laki yang menyentuh. Dan apabila nash dan Qiyas tidak ada, berarti tidak ada dalil yang mengatakan bahwa wudhu wanita yang disentuh menjadi batal.

Begitulah pendapat yang dikatakan oleh Ibnu Qudâmah r.a. Meskipun demikian, bukan berarti kami menerima begitu saja dengan pendapat tersebut. sebab tujuan kami memaparkan pendapat ini hanyalah untuk menjelaskan bahwa adanya perselisihan pendapat dikalangan ulama-ulama yang menjadikan firman Allah s.w.t : "atau kamu telah menyentuh wanita" (Q.S. al-Ma'idah: 6) sebagai dalil yang menguatkan pendapat tentang batalnya wudhu perempuan yang disentuh oleh laki-laki.

Artikel Terkait:

your ad here

comments

0 Responses to "Hukum Wudhu Seorang laki-laki ketika menyentuh perempuan"

Speak Your Mind

Tell us what you're thinking...
and oh, if you want a pic to show with your comment, go get a gravatar!

eNews & Updates

Sign up to receive breaking news
as well as receive other site updates!

Daftar Isi

Loading...