WUDHU WANITA SETELAH MENYENTUH KEMALUANNYA
· Imam Ahmad r.a berkata (2/223):
Diriwayatkan dari Abdu al-Jabbar ibn MuHammâd al-Khatthabi, dari Baqiyyah, dari MuHammâd ibn al-Walîd al-Zubaidi, dari 'Amr ibn Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya[1], ia berkata: Rasulullah s.a.w bersabda: "Laki-laki yang telah menyentuh penisnya maka hendaklah ia berwudhu. Dan wanita-wanita yang telah menyentuh vaginanya, maka hendaklah ia berwudhu".
Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Baihaqî (al-Sunan al-Kubrâ 1/132). Dan silakan lihat disana juga terdapat sanad-sanad lain yang meriwayatkan hadits tersebut.
· Ibnu Mâjah r.a berkata (hadits 481):
Diriwayatkan dari Abu Bakar ibn Abu Syaibah, dari al-Mu'alla ibn Manshur. Dan dari Abdullah ibn Ahmad ibn Basyir ibn Dakwan al-Damasyqi, dari Marwan ibn MuHammâd, keduanya (al-Mu'alla ibn Manshur dan Marwan ibn MuHammâd) berkata: diriwayatkan dari al-Haitsam ibn Humaid, dari al-'Alâ ibn al-Hârist dari Makhûl, dari 'Anbasah ibn Abu Sufyan, dari Ummu Habibah r.a, ia berkata: aku mendengar Rasulullah s.a.w berkata: "Siapa[3] yang menyentuh kemaluannya maka hendaklah ia berwudhu"
(penguat hadits terdahulu)
[2] . Pada sanad ini terdapat Baqiyyah Ibn Walîd , ia termasuk orang yang mudallis dan telah meriwayatkan hadits ini dengan menggunakan kalimat "'an". namun pada riwayat lain ia menyatakan riwayat ini dengan menggunakan kalimat " haddatsana".
Ibnu al-Qayyim r.a berkata: (sebagaimana yang disebutkan dalam kitab Ta'liq 'ala Sunan Abi Dâud dan kitab 'Aun al-Ma'bud. 1/309):
Al-Hazimi berkata: Sanad hadits ini shahih. Sebab Ishâq Ibn Rahawaihi telah meriwayatkannya -dalam kitab Musnadnya- dari Baqiyyah Ibn Walîd, dari al-Zubaidi, dari Amru… (dan seterusnya). Ia berkata lagi: Baqiyyah adalah orang yang dapat dipercaya, dan apabila ia telah meriwayatkan sebuah hadits dari dua orang yang ma'ruf (terkenal) maka riwayatnya dapat diandalkan. Oleh sebab itu riwayat Baqiyyah telah diandalkan oleh Imam Muslim dan ulama-ulama hadits lainnya. Adapun al-Zubaidi (Muhammad Ibn Walîd) dia adalah seorang Imam yang dapat diandalkan. Dan Amru Ibn Syu'aib juga termasuk orang yang dapat dipercaya sebagimana pengukuhan yang telah disepakati oleh pakar-pakar hadits. Dan apabila Amru meriwayatkan sebuah hadits bukan dari ayahnya, maka tidak ada ulama yang menolak riwayat tersebut. adapun hadits-hadits yang ia riwayatkan dari ayahnya, dari kakeknya. Maka sebagian besar ulama mengatakan bahwa hadits tersebut muttashil (sanadnya tidak terputus kepada Rasulullah). Tidak ada satupun terdapat hadits mursal maupun munqati'.
Dalam kitabnya al-'Ilal, Imam Turmudzî r.a menyebutkan bahwa Imam Bukhari r.a berkata: "menurut aku, hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah Ibn Amar pada bab ini (menyentuh kelamin) adalah hadits shahih.
Aku berkata: Pada hadits diatas masih tersisa satu kritikan. Yaitu: apa yang diriwayatkan dari baqiyyah Ibn al-Walîd, bahwa ia tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan. Namun kritikan ini dijawab oleh perkaaan al-Hazimi r.a yang dinukil oleh Ibnu al-Qayyim r.a –pada reprensi terdahulu-, Ibnu al-Qayyim berkata: al-Hazimi berkata: Hadits ini telah diriwayatkan dengan berbagai sanad, dari Amr Ibn Syu'aib. Oleh sebab itu tidak mungkin hadits tersebut berasal dari ulah si Baqiyyah.
[3] . Kalimat siapa yang disebutkan pada hadits diatas maknanya umum. Oleh sebab itu ia mencakup kaum pria terlebih lagi kaum wanita. Akan tetapi manakala periwayat hadits tersebut adalah seorang wanita maka ketika menyebutkan kelamin manusia, ia menggunakan kalimat faraj, yang makna aslinya adalah vagina.
Pada hadits ini terdapat sebagian permaslahan yang muncul dari perbedaan ulama tentang kebenaran apakah Makhûl Ibn 'Anbasa betul-betul telah mendengar hadits tersebut. maka sebagian ulama membenarkannya dan sebagian lainnya menafikannya.
Dibawah ini adalah pendapat sebagaian ulama tentang masalah yang berhubungan dengan bab ini;
· Imam Nawawi r.a –dalam kitabnya al-Majmu' 2/43- mengatakan: apabila seorang perempuan telah menyentuh vaginanya, maka –menurut kami (mazhab syafi'i) dan Imam Ahmad r.a - wudhunya menjadi batal. Sedangkan menurut pendapat Imam Abu Hanifah r.a dan Imam Mâlik r.a wudhu perempuan tersebut tidak batal.
· Ibnu Qudâmah r.a dalam kitabnya al-Mughni (1/183) berkata: ada dua riwayat tentang perempuan yang menyentuh vaginanya;
Pertama: Wudhu perempuan tersebut menjadi batal. Hal ini dikarenakan umumnya hadits Rasulullah s.a.w: "Barang siapa yang menyentuh kelaminnya maka hendaklah ia berwudhu". Dan diriwayatkan pula dari Amar Ibn Syu'ab, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Nabi Muhammad s.a.w, Beliau berkata: "wanita manapun yang menyentuh vaginanya, maka hendaklah ia berwudhu". Disamping itu wanita tersebut adalah seorang manusia yang telah menyentuh vaginannya, maka wudhunya pun menjadi batal, sebagaimana halnya wudhu laki-laki yang menyentuh penisnya.
Kedua: Wudhu wanita tersebut tidak batal. Al-Mirwazi r.a berkata: Abu Abdillah pernah ditanya oleh seseorang tentang perempuan yang menyentuh vaginanya, apakah ia juga diwajibkan berwudhu? Beliau menjawab: aku tidak pernah mendengar satu haditspun tentang masalah ini. Maka si-penanya tersebut berkata kepada Abu Abdillah: "ada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah Ibn Amr dari Rasulullah s.a.w: "Wanita manapun yang telah menyentuh vaginanya maka hendaklah ia berwudhu". Sambil tersenyum Abu Abdillah berkata: "Ini adalah hadits al-Zubaidi, dan sanadnya bukan demikian". Dan juga, karena hadits yang lebih masyhur hanya menyebutkan tentang seorang laki-laki yang menyentuh penisnya. sedangkan masalah wanita yang menyentuh vaginanya tidak dapat disamakan dengan masalah laki-laki. Sebab hanya sekedar sentuhan –pada vagina wanita-tidak akan menyebabkan keluarnya sesuatu dari vagina. Oleh sebab itu wudhu wanita yang menyentuh vaginanya tidak batal.
Menurut pendapatku: Riwayat pertama, yakni: hadits yang menegaskan bahwa wanita yang menyentuh vaginanya wudhunya menjadi batal, adalah riwayat yang lebih unggul dan lebih kuat, ini berdasarkan sabda Rasulullah s.a.w: "… dan wanita manapun yang telah menyentuh vaginanya, maka hendaklah ia berwudhu".
Imam al-Syaukani r.a –dalam kitabnya Nail al-Authâr (1/202) mengatakan tentang riwayat hadits ini: Imam Turmudzî r.a menyebutkan dalam kitabnya al-'Ilal, bahwa Imam Bukhari r.a berkata: Menurutku hadits ini shahih, dan pada sanadnya terdapat Baqiyyah Ibn al-Walîd.
Namun beliau berkata: Muhammad Ibn al-Walîd telah menghaditskan (meriwayatkan) kepadaku, dari Amar Ibn Syuaib,dari ayahnya, dari kakeknya .. (dan seterusnya). Dan hadits ini sangat jelas tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan.
Aku menambahkan: hal ini juga diperkuat oleh sabda Rasulullah s.a.w: "Kaum wanita adalah syaqâ'iq bagi kaum pria". Wallahu a'lam.
Ketahuilah bahwasanya masalah ini juga berhubungan dengan seorang laki-laki yang menyentuh penisnya. Dan pada masalah apakah wuhduh laki-laki yang menyentuh penisnya menjadi batal atau tidak? ada terdapat beberapa perbedaan pendapat. Orang-orang yang mengatakan bahwa wudhu laki-laki tersebut menjadi batal, mereka berargumentasi dengan hadits Bisrah r.a, dia berkata: Rasulullah s.a.w bersabda: "Siapapun yang menyetuh penisnya maka hendaklah ia berwudhu".
Sedangkan orang-orang yang mengatakan, bahwa wudhu laki-laki tersebut tidak batal, mereka berargumentasi dengan hadits Thaliq Ibn Ali r.a, yang mana hadits tersebut menceritakan, bahwa Rasulullah s.a.w pernah ditanya tentang menyentuh penis. Beliau menjawab: "Ia hanyalah satu bagian dari anggota tubuh kamu". Dan kedua hadits ini sama-sama telah diaflikasikan oleh sebagian sahabat dan para ulama setelah mereka.
Oleh sebab itu sebagian kelompok sahabat berpendapat; bahwa laki-laki yang menyentuh penisnya tidak batal. Sementara sebagian sahabat yang lain yang jumlahnya lebih banyak, mengatakan bahwa wudhu laki-laki tersebut menjadi batal. Dan masalah ini –sebenarnya- telah dibahas secara luas dan sempurna pada kitab-kitab fiqih dan hadits.
Jika kita melihat dari sisi lain, kita akan melihat bahwa Hadits Bisrah dan Hadits Thaliq, keduanya sama-sama diandalkan oleh sebagian ulama. Namun pada realitanya hadits Bisrah lebih shahih dari hadits Thaliq.
* Diantara ulama yang mengunggulkan hadits Bisrah adalah Ibnu al-Qayyim r.a –sebagaimana yang disebutkan dalam kitabnya al-Ta'liq 'ala Sunan Abi Dâud-. Ada tujuh alasan yang membuat Beliau lebih mengunggulkan hadits Bisrah dari pada hadits Thaliq. Oleh sebab itu Beliau berpendapat, bahwa laki-laki yang menyentuh penisnya, wudhunya menjadi batal.
Aku menambahkan: sebagian alasan-alasan terkuat yang mengunggulkan hadits Bisrah terhadap Hadits Thalik, adalah sebagai berikut:
1. Hadits yang diriwayatkan dari Bisrah memiliki sanad periwayatan yang lebih banyak dari hadits Thaliq.
2. Adanya isu bahwa Hadits Thaliq dinasakh (dihapus) oleh Hadits Bisrah. Sebab Thaliq lebih terdahulu datang (bertanya) kepada Rasulullah s.a.w.
3. Para sahabat dan orang-orang setelah mereka lebih banyak mengamalkan hadits Bisrah daripada hadits yang diriwayatkan oleh Thaliq.
Dan lihat beberapa alasan lain yang mengunggulkan Hadits Bisrah, yang disebutkan oleh al-Shan'ânî dalam kitabnya Subul al-Salâm (1/105)
Perhatian:
1. Yang dimaksud dengan menyentuh kelamin adalah menyentuhnya tanpa pelapis.
2. Wudhu wanita yang menyentuh kelamin suaminya tidak batal. Sebab tidak ada hadits yang tegas, menyatakan hal tersebut.
3. Wudhu wanita yang menyentuh dubur (lubang pantat) nya sendiri juga tidak batal. Sebab tidak ada dalil yang menyebutkannya. Dan yang disebutkan diatas adalah sebagian permasalahan yang menjadi perbedaan ulama dalam menentukan hukumnya. Akan tetapi yang menjadi ukuran adalah dalil yang jelas dan pasti. Namun manakala tidak ditemukan dalil seperti itu maka, permasalahan ini lebih baik jika dikembalikan kepada prinsip al-Bara'ah al-Ashliyah (memandang kepada asal, maksudnya apakah hukumnya sebelum ada dalil). Wallahu a'lam.
4. Wudhu wanita yang menyentuh penis bayinya tidak menjadi batal. Sebab tidak ada dalil yang menyatakan hal tersebut.
comments
0 Responses to "Wudhu wanita setelah menyentuh Kemaluannya"Speak Your Mind
Tell us what you're thinking...
and oh, if you want a pic to show with your comment, go get a gravatar!