• Dalam kitabnya al-Mughni (1/280), Ibnu Qudâmah r.a berkata:
Apabila orang yang menjima' atau orang yang dijima', seorang anak yang masih kecil, maka Imam Ahmad r.a berpendapat: keduanya tetap diwajibkan mandi. Beliau berkata: apabila anak perempuan yang berumur sembilan tahun (dan ia telah layak untuk dijima') dijima' oleh suaminya, maka perempuan tersebut diwajibkan mandi. Kemudan beliau ditanya tentang anak laki-laki yang masih kecil yang belum baligh (dan orang seumur dia telah mampu untuk menjima') apabila menjima' istrinya, apakah keduanya diwajibkan mandi?. Beliau menjawab: "benar.. keduanya diwajibkan mandi". Beliau ditanya lagi: "apakah hal tersebut sama hukumnya, jika anak tersebut tidak mengeluarkan air mani?". Beliau menjawab: "ya". Lalu Beliau berkata: "bukankah Aisyah r.a, ketika Rasulullah s.a.w menjima'nya, dia masih seorang anak perempuan yang masih kecil, ia juga mandi?!! Bahkan diriwayatkan dari Aisyah r.a perkataan Rasulullah s.a.w: "apabila kedua khitan telah bertemu, maka wajib hukumnya mandi".
Namun perkataan Imam Ahmad r.a diatas, telah dipahami oleh al-Qadhi r.a hanya sekedar anjuran sunnah. Dan pendapat inilah yang dikatakan oleh ulama mazhab Hanafi, dan Abu Tsûr r.a. Sebab perempuan yang masih kecil belum termasuk orang yang berdosa, bahkan ia bukan termasuk orang yang mukallaf (telah dibebani kewajiban), dan iapun masih belum diwajibkan shalat yang mana shalat itulah yang menyebabkan orang junub harus mandi. Dengan demikian maka perempuan kecil tersebut disamakan –dari segi hukum- dengan wanita dewasa yang sedang haid.
Akan tetapi pekataan Imam Ahmad r.a diatas sangat keliru jika dipahami sebagai sekedar anjuran sunnah, sebab dengan sangat jelas beliau mengatakan bahwa perempuan tersebut diwajibkan mandi. Beliau juga mengkritik keras terhadap pendapat yang dikatakan oleh ulama mazhab Hanafi. Dan pendapat tersebut diperkuat oleh Imam Ahmad r.a dengan umumnya makna hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah r.a, sehingga hadits tersebut berlaku terhadap orang yang masih kecil maupun orang yang telah dewasa. Kemudian Aisyah r.a sendiri yang menguatkan makna hadits tersebut dengan perbuatannya bersama Rasulllah s.a.w, sebagaimana yang dapat dipahami dari perkataan Aisyah r.a: "Aku dan Rasulullah sa telah bersetubuh dan kami berdua mandi".
Dan bukanlah makna "kewajiban mandi terhadap anak kecil" ia dianggap berdosa apabila tidak dilakukan. namun yang dimaksudkan adalah, bersuci dari hadats besar (mandi) merupakan syarat sah shalat, thawaf, membaca al-Qur'an, dan berdiam didalam mesjid. Jadi orang yang baligh dianggap berdosa apabila ia menunda mandi, apabila salah satu kewajiban yang mensyaratkan harus suci menjadi terabaikan.
Oleh sebab itu apabila orang baligh tersebut menunda mandi diluar waktu shalat, maka ia tidak dianggap berdosa. Dan manakala anak kecil masih belum diwajibkan shalat, maka ia tidak dianggap berdosa dengan menunda mandi. Namun mandi tersebut tetap menjadi syarat mutlak –sebagaimana hal nya orang dewasa- untuk sahnya melakukan shalat.
Dan apabila anak kecil tersebut telah baligh –sementara ia belum mandi- maka hukum hadats besar tersebut tetap masih menempel pada tanggungannya- sebagaimana halnya hadast kecil yang dapat membatalkan wudhu terhadap orang dewasa-. Wallahu a'lam.
comments
0 Responses to "APABILA ISTRI YANG DIJIMA' ADALAH PEREMPUAN YANG BELUM PERNAH HAID (MASIH KECIL). ATAU SUAMI YANG MENJIMA'NYA ADALAH LAKI-LAKI YANG BELUM BALIGH, MAKA KEDUANYA TETAP DIWAJIBKAN MANDI"Speak Your Mind
Tell us what you're thinking...
and oh, if you want a pic to show with your comment, go get a gravatar!