• Imam Nawawi r.a berkata ( al-Majmû' 2/151):
apabila seorang wanita memasukan air mani kedalam lobang vagina atau lobang pantatnya, kemudian air mani tersebut keluar dari lobang tersebut, maka ia tidak diwajibkan mandi. Pendapat inilah yang benar dan ditegaskan oleh Jumhur ulama Syafi'i. namun ada pendapat lain yang telah diriwayatkan oleh al-Qaffal r.a, al-Mutawalli r.a, al-Baghawi r.a dan sebagian ulama dari Khurasân, pendapat tersebut mewajibkan wanita yang telah memasukan air mani kesalah satu qubul atau duburnya jika air mani tersebut keluar lagi. Pendapat lain itu juga dikatakan oleh Syaikh Abu Zaid al-Mirwazi r.a.
Catatan Penting: Apabila penis telah menyentuh vagina, namun ia tidak dimasukan seukuran khitan kedalam vagina tersebut, maka keduanya belum diwajibkan mandi.
Dibawah ini adalah perkataan sebagian ulama tentang persmasalahan diatas:
• Dalam kitabnya al-Mushannaf (1/86), Ibnu Abi Syaibah r.a berkata:
Diriwayatkan dari Ibnu 'Aliyyah, dari Habib ibn Syihâb, dari Ayahnya, ia berkata: Abu Hurairah r.a berkata: Apabila kepala penis lenyap (tenggelam) kedalam vagina maka mandi hukumnya wajib"
(Shahih dari perkataan Abu Hurairah)
• Dalam kitabnya al-Majmû' Syarh al-Muhazzab ( 2/133 ) Imam Nawawi r.a berkata:
Kewajiban mandi dan hukum-hukum yang berkaitan dengan jima' disyaratkan dengan tenggelamnya seluruh kepala penis kedalam vagina. Dan tidak syaratkan lebih dari ukuran kepala penis. hukum-hukum tersebut tidak berlaku apabila yang dimasukankan hanya ujung kepala penis saja. Pendapat ini telah menjadi kesepakatan ulama Syafi'I, kecuali satu pendapat yang diriwayatkan oleh Dârimi r.a.
Hal tersebut juga diriwayatkan oleh imam Râfi'I r.a dari riwayat Ibnu Kij r.a bahwa sebagian kepala penis sama hukumnya dengan seluruh kepala penis. namun pendapat ini sangat aneh dan lemah. Untuk membutktikan kelemahan pendapat tersebut cukup dengan perkataan Rasulullah s.a.w: "apabila kedua khitan telah bertemu maka mandi hukumnya wajib".
• Imam Nanawi r.a juga menyebutkan dalam kitabnya Syarh Shahih Muslim (1/651):
Ulama Syafi'I mengatakan: standar yang menjadi ukurang pada jima' adalah lenyapnya (tenggelam) kepala penis (bagi penis yang nomal). Standar inilah yang telah menjadi kesepakan para ulama. Oleh sebab itu apabila kepala penis telah tenggelam secara utuh maka berlakulah hukum-hukum yang berhubungan dengan jima'.
Dan ulama juga sepakat tidak mensyaratkan tenggelamnya penis bersama batangnya. Dengan demikian, apabila seseorang yang hanya memasukan ujung kepala penisnya, maka hukum-hukum yang berhubungan dengan jima' belum berlaku terhadapnya. Hal ini juga telah menjadi kesepakatan para ulama, kecuali satu pendapat yang disebutkan oleh sebagian ulama mazhab Syafi'I, yang mengatakan bahwa sebagian kepala penis sama hukumnya dengan seluruh kepala penis. namun pendapat ini sangat keliru, dan tidak perlu didengarkan..
• Dalam kitabnya al-Mughni ( 1/205 ), Ibnu Qudâmah r.a mengatakan:
Apabila seseorang memasukan sebagian dari kepala penisnya, atau ia memasukannya kelubang selain vagina, atau ia hanya mengesekannya kepusat istrinya, dan ia tidak mengeluarkan air mani, maka ia tidak diwajibkan mandi. Sebab pada contoh permasahan tersebut tidak terdapat pertemuan antara dua khitan atau perbuatan yang seumpamanya.
Dan apabila seseorang yang tidak memiliki kepala penis memasukan batang penis, seukuran dengan kepala penis –kedalam lubang vagina-, maka ia diwajibkan mandi, serta hukum-hukum yang berhubungan dengan jima telah berlaku terhadapnya, seperti mahar dan sebagainya. Dan jika ia memasukan batang tersebut kurang dari ukuran kepala penis maka mandi dan hukum-hukum lainnya belum dijawibkan terhadap orang tersebut.
• Al-Hafiz Ibnu Hajar r.a dalam kitabnya Fahtu al-Bârî (1/395-396) mengomentari redaksi hadits yang berbunyi : "dan khitan telah menyentuh khitan". Beliau berkata:
Yang dimaksudkan dengan menyentuh tersebut adalah: bertepatan satu arah. Makna ini diperkuat oleh hadits yang diriwayatkan oleh Imam Turmudzî r.a dengan redaksi: "Apabila khitan telah melalui khitan yang satunya". Dan bukan lah yang dimaksud: makna asal dari kalimat menyentuh. Sebab makna tersebut tidak menggambarkan tenggelamnya kepala penis kedalam lobang vagina. Dan seandainya yang terjadi hanya sekedar saling bersentuhan antara kedua khitan tanpa memasukan kepala penis kedalam lobang vagina maka mandi belum diwajibkan. Dan hal ini telah menjadi kesepakan para ulama.
• Imam Syukani r.a berkata –sebagaimana yang disebutkan dalam kitabnya Nail al-Authâr (1/223):
Memasukan kepala penis kedalam lubang vagina, terkadang disebutkan dalam hadits dengan menggunakan redaksi: "melewati", "bertemu" saling menyentuh", atau "terperosok". Qadhi Abu Bakar r.a berkata: apabila kepala penis lenyap (tenggelam) kedalam lobang vagina maka terjadilah yang disebut dengan pertemuan. Ibnu Sayyid an-Nas r.a berkata: begitulah makna yang dimaksud dari kalimat pertemuan kedua khitan. Adapun makna kedua khitan yang terperosok, adalah: kedua khitan yang saling menempel. Dan kalimat "melewati" telah memiliki makna yang jelas, sehingga tidak perlu dari ditafsirkan.
Dalam kitab Syarh Sunan Turmudzî, Ibnu Sayyid an-Nas r.a menceritakan perkataan Ibnu Arabi r.a: bukanlah yang dimaksudkan dari kalimat "menyentuh" dan "saling bertemu", makna sesungguhnya. Sebab kedua kalimat tersebut hanyalah kalimat pinjaman dan sindiran untuk menyatakan persetubuhan yang terjadi antara laki-laki dan perempuan. Sebab khitan wanita letaknya diatas lubang vagina, dan ketika terjadi persetubuhan ia tidak menyentuh penis laki-laki, akan tetapi hanya berbetulan dengan khitan yang ada pada penis. Dan Ulama telah ijma' –sebagaimana yang telah kita sebutkan- bahwa seandainya penis diletakan diatas khitan perempuan, tanpa memasukan penis tersebut kedalam lobang vaginanya, maka mandi belum diwajibkan terhadap keduanya. Dan hal ini telah ditegaskan pada hadits Abdullah ibn Amr ibn 'Âsh r.a dengan redaksi: "apabila kedua khitan telah saling bertemu, dan kepala penis tenggelam kedalam lubang vagina, maka mandi hukumnya wajib".
• Pengarang kitab al-Muhazzab (2/130) berkata:
Yang mewajibkan mandi adalah masuknya kepala penis kedalam lubang vagina, keluar air mani, haid dan nifas. Kewajiban mandi yang disebabkan oleh masuknya kepala penis kedalam lobang vagina, berdasarkan dalil dari hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah r.a bahwasanya Rasulullah s.a.w berkata: "apabila kedua khitan telah bertemu maka wajiblah hukumnya mandi". Dan pertemuan kedua khitan tersebut adalah tenggelamnya kepala penis kedalam lobang vagina. Sebab khitan laki-laki adalah kulit yang tersisa setelah ia dikhitan. Sedangkan khitan wanita adalah kulit yang bentuknya seperti jambul ayam jago, yang teletak diatas vagina (kulit itulah yang dipotong ketika berkhitan).
Dengan demikian, apabila kepala penis lenyap (tenggelam) kedalam lubang vagina maka kedua khitan tersebut saling berbetulan. Dan apabila keduanya saling berbetulan maka itulah yang disebut dengan pertemuan kedua khitan. Oleh sebab itu orang mengatakan: dua orang bertunggangan kuda telah bertemu, karena mereka telah berbetulan, sekalipun keduanya tidak saling merangkul.
comments
0 Responses to "APABILA SEORANG LAKI-LAKI BERSETUBUH DENGAN ISTRINYA, KEMUDIAN IA MEMASUKAN UJUNG KEPALA PENISNYA, LALU IA MENGELUARKAN AIR MANI PADA VAGINA ISTRINYA, SEMENTARA SI ISTRI TIDAK MENGELUARKAN AIR MANI. ATAU LAKI-LAKI TERSEBUT HANYA MENGESEK-GESEKAN PENISNYA DIANTARA KEDUA PAHA ISTRINYA, LALU IA MENGELUARKAN AIR MANINYA PADA VAGINA SI ISTRI, SEDANGKAN ISTRINYA TIDAK MENGELUARKAN AIR MANI. MAKA –PADA DUA CONTOH PERMASALAH DIATAS- SANG ISTRI TIDAK DIWAJIBKAN MANDI."Speak Your Mind
Tell us what you're thinking...
and oh, if you want a pic to show with your comment, go get a gravatar!