Monday, July 05, 2010

0 Apakah boleh bagi seorang istri yang diajak oleh suaminya (bersetubuh) menolak ajakan tersebut, disebabkan tidak ada air untuk mandi?


Seorang istri tidak dibenarkan menolak keinginan suaminya untuk bersetubuh, sekalipun –pada saat itu- tidak ada air untuk mandi, Karena sabda Rasulullah s.a.w: "Apabila seorang suami mengajak istrinya untuk keatas kasur (bersetubuh), namun sang istri enggan untuk mengabulkan keinginan tersebut, maka ia mendapat kutukan dari malaikat sampai datangnya waktu pagi"
(H.R. Bukhari dan Muslim)[1]

Oleh sebab itu diwajibkan terhadap seorang istri memenuhi keinginan suaminya untuk melakukan persetubuhan. Sebab Allah s.w.t telah berfirman: "atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih)" (Q.S. al-Mâ'idah: 6).

Dengan demikian maka alasan karena tidak terdapat air untuk mandi telah terjawab dengan solusi bertayammum.

Pendapat seperti inilah yang telah difatwakan oleh Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyah r.a (Majmû' al-Fatâwâ 21/454), Beliau berkata: Tidak dibenarkan bagi seorang istri menolak keinginan suaminya untuk bersetubuh, bahkan si suami berhak menjima' istrinya apabila sang istri mampu untuk mandi. Dan jika ia tidak mampu mandi, ia dapat menggantikannya dengan bertayammum, dan dengan tayammum tersebut ia melakukan shalat.

Dan apabila seorang wanita baru selesai dari masa haidnya, maka suami tidak dibenarkan untuk menjima'nya sebelum wanita tersebut mandi. Namun jika wanita itu tidak mampu untuk mandi (dari haid) ia dapat menggantikannya dengan bertayammum, setelah itu baru suaminya dibolehkan menjima'. Setelah menjima' –jika tidak ada air atau uzur lainnya- maka si suami juga bertayammum, jika hendak melakukan shalat.


SEBAGIAN PERKATAAN DAN PENDAPAT ULAMA TENTANG MASALAH INI DAN MASALAH LAINNYA.

* Ibnu Abi Syaibah r.a berkata ( al-Mushannaf 1/97) :
diriwayatkan dari Yahya ibn Zakariya ibn Abi Zâ'idah, dari Ibnu Juraiz, dari 'Athâ', r.a beliau berkata: Apabila wanita telah habis masa haidnya, dan ia tidak menemukan air, maka ia bertayammum dan setelah itu barulah suami dibolekan menjima'.
(Shahih dari 'Athâ')

* Diriwayatkan dari 'Ubbad ibn 'Awwam, dari Hasan, Beliau berkata: Apabila seorang perempuan yang sedang haid, dan ditengah perjalanan masa haidnya telah habis, maka ia bertayammum dengan tanah yang bersih, kemudian baru dibolehkan bagi suaminya untuk menjima'"
(Shahih dari Hasan)

Beliau juga berkata: diriwayatkan dari Ibnu 'Uyainah, dari Amar dari Jâbir ibn Zaid, beliau ditanya tentang seseorang yang berpergian jauh bersama istrinya. Beliau menjawab: laki-laki tersebut dibolehkan menjima' istrinya, lalu bertayammum"
(Shahih kepada Jâbir ibn Zaid)

* Permasalahan yang berhubang dengan pencegah kehamilan.
Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyah r.a pernah ditanya (Majmû' al-Fatâwâ 21/297) tentang perempuan yang memakai obat –ketika bersetubuh- yang dapat mencegah kehamilan. Apakah hal tersebut dibolehkan atau dilarang? Dan apakah jika obat tersebut tetap berada bersama wanita tersebut –setelah bersetubuh dan mandi-, boleh terbawa shalat dan puasa atau tidak?

Beliau menjawab: Puasa dan shalat wanita tersebut hukumnya sah, sekalipun obat tersebut masih terdapat didalam tubuhnya. Adapun tentang kebolehan memakai obat tersebut, maka ini menjadi permasalahan yang didebatkan oleh para ulama. Namun yang lebih selamat dan aman, hendaknya tidak menggunakan obat tersebut, wallahu a'lam.

* Masalah: Seorang wanita yang menaruh obat pada salah satu anggota tubuhnya, dan dengan sebab obat tersebut ia tidak dapat menggunakan air untuk mandi (bersuci), apakah ia bertayammum untuk seluruh tubuhnya, atau cukup hanya mandi semaksimal yang dapat ia lakukan saja. Atau ia mandi –semaksimal mungkin- kemudian bertayammum untuk bagian tubuh yang tidak boleh tesentuh air?!!

Masalah seperti ini telah difatwakan oleh Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyah r.a dalam kitabnya Majmû' al-Fatâwâ (21/463), ketika beliau ditanyakan tentang seoerang perempuan yang mengindap penyakit pada bagian kedua matanya. Disamping itu pada badannya terdapat lemak yang berlebihan sehingga ia tidak mampu bergerak untuk mandi (bersuci). Sementara suaminya tidak membiarkannya dalam keadaan suci (ia selalu menjima'nya). Pada ketika wanita tersebut hendak melakukan shalat, apakah ia dibolehkan hanya membasuh bagian tubuhnya yang sehat, lalu bertayammum untuk bagian kepalanya saja?

Beliau menjawab: "ya... apabila wanita tersebut tidak mampu mandi, baik dengan air dingin maupun dengan air yang hangat, maka ia wajib melakukan shalat pada waktunya dengan cara bertayammum. Pendapat ini menurut jumhur ulama.

Akan tetapi menurut mazhab Imam Syafi'I r.a dan Imam Ahmad r.a, wanita tersebut harus membasuh bagian yang dapat ia lakukan, selebihnya menyempurnakannya dengan bertayammum.

Sedangkan menurut Mazhab Imam Abu Hanifah r.a dan Imam Mâlik r.a, jika wanita tersebut mampu membasuh sebagian besar tubuhnya maka ia tidak perlu lagi bertayammum. Namun jika ia hanya mampu membasuh sebagian kecil saja. Maka ia hanya cukup bertayammum tanpa harus membasuh yang lainnya.

Menurut hemat penulis: pendapat yang hanya mewajibkan tayammum memiliki dalil yang sangat kuat, yaitu firman Allah s.w.t: "Dan seandainya kamu tidak mendapatkan air, maka hendaklah bertayammum" (Q.S. al-Mâ'idah: 6). Dan pada realitanya wanita tersebut –pada kasus ini- dianggap termasuk orang yang tidak mendapatkan air.

Pendapat tersebut juga berpegang dengan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dâud r.a (334), Ahmad r.a (4/203-204), Dâruquthnî r.a (1/178), Hâkim r.a (1/177) dan Baihaqî r.a (1/225) dari Ibnu Luhai'ah, dari Yahya Ibn Ayyûb, dari Yazîd ibn Abi Habib, dari 'Imran ibn Abi Anas, dari Abdurrahman ibn Jubair al-Mishri, dari 'Amru ibn 'Âsh r.a, beliau berkata: pada suatu malam yang sangat dingin aku bermimpi (bersetubuh) disaat peperangan Dzât as-Salâsil, aku takut jika aku mandi aku akan binasa. Maka aku pun bertayammum, kemudian aku shalat shubuh mengimami para sahabat lainnya.

Sepulangnya kekota Madinah, para sahabat menceritakan peristiwa tersebut kepada Rasulullah s.a.w. Maka Beliau berkata: "Wahai 'Amar, apakah kamu shalat bersama teman-teman kamu (menjadi imam), sementara kamu dalam keadaan junub?". Maka akupun menceritakan kepada Rasulullah, alasan kenapa aku tidak mandi.

Lalu aku berkata: Sesungguhnya aku telah mendengar Bahwa Allah s.w.t berfirman: "Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu". (Q.S. an-Nisâ': 29). Mendengar ucapan tersebut Rasulullah s.a.w tertawa dan tidak mengatakan apa-apa lagi.

Hadits ini juga menunjukan, bahwa orang yang dalam keadaan terdesak cukup hanya dengan bertayammum saja. Namun sangat disayangkan sanad dan matan (isi) hadits ini tidak luput dari kritikan.

Sebab pada sanadnya terdapat Abdurrahman ibn Jubair, dan dia termasuk orang yang tidak diketahui pernah meriwayatkan hadits secara langsung dari 'Amru ibn 'Âsh r.a. Akan tetapi –jika ia meriwayatkan dari 'Amr ibn 'Âsh- selalu melalui satu orang periwayat yang memisahkan antara keduanya. Pemisah tersebut adalah Abu Qais (budak 'Amr ibn 'Âsh)

Sedangkan kecacatan yang terdapat pada matan hadits diatas, adalah: haditst tersebut telah diriwayatkan dengan matan yang lain (berbeda). Dan disana tidak disebutkan sama sekali tentang masalah tayammum. Diantara haditst tersebut adalah; hadits yang diriwayatkan dari Abu Qais -yang telah lalu-, dari 'Amr ibn 'Âsh r.a. Yang mana hadits tersebut telah diriwayatkan oleh Abu Dâud r.a (335) Hâkim r.a (1/177), Baihaqî r.a (1/226) dan Dâruquthnî r.a (1/179) dari 'Amr ibn Harits, dari Yazîd ibn Abi Habib, dari 'Imran ibn Abi Anas, dari Abdurrahman ibn Jubair dari, Abu Qais (budak 'Amr ibn 'Âsh); bahwasanya 'Amr ibn 'Âsh r.a sedang berada pada sebuah pasukan yang diutus oleh Rasulullah s.a.w, pada saat itu mereka ditimpa oleh cuaca yang sangat dingin yang tidak penah terjadi sebelumnya. Maka 'Amr ibn 'Âsh pergi untuk melaksanakan shalat Subuh, beliau berkata: demi Allah.. sungguh tadi malam aku telah bermimpi, akan tetapi aku tidak pernah mengalami cuaca sedingin ini. Apakah kalian pernah mengalaminya?". Mereka menjawab: "tidak". Kemudian 'Amr membasuh lipatan-lipatan tubuhnya, lalu berwudhu dan shalat bersama dengan sahabat yang lainnya.

Manakala mereka kembali ke Madinah. Rasulullah s.a.w bertanya tentang 'Amr dan orang-orang yang bersamanya. Mereka memuji dan menyebut-nyebut kebaikannya, dan berkata: "wahai Rasululullah 'Amr telah mengimami kami shalat, sedangkan ia dalam keadaan junub". Maka Rasulullah s.a.w memanggil 'Amr, untuk menanyakan kebenaran berita tersebut. 'Amr ibn 'Âsh pun menceritakan apa yang mereka alami diperjalanan. Lalu 'Amr berkata: "wahai Rasulullah bukankah Allah telah berfirman: "Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu" (Q.S. an-Nisâ': 29), seandainya saya mandi pastilah saya akan mati. Maka Rasulullah s.a.w tertawa kepada 'Amr.

Hadits ini sama sekali tidak menyebutkan tentang masalah tayammum, akan tetapi ia hanya menyebutkan tentang membasuh pelipatan anggotan tubuh dan wudhu (ketika 'Amr hendak melakukan shalat).

Sebagian ulama –seperti Imam Baihaqî r.a- berusaha menggabungkan hadits ini dengan hadits sebelumnya, Beliau berkata (as-Sunan al-Kubrâ 1/226): kemungkinan 'Amr ibn 'Âsh memang telah melakukan apa yang telah diriwayatkan oleh kedua hadits tersebut, yakni beliau membasuh bagian tubuh yang dapat dilakukan, kemudian menayamumi bagian tubuh lainnya.

Sementata itu Imam Hâkim r.a dalam kitabnya al-Mustadrak (1/178): mentarjih hadits yang ada pada riwayat kedua. Sebab hadits tersebut diriwayatkan dari 'Amr ibn Hârits, dari Yazîd ibn Abi Habib. Dan 'Amr ibn Harits adalah orang yang sangat kenal dengan Yazîd dibandingkan dengan yang lainnya. karena keduanya sama-sama berasal dari Mesir. Tentunya orang mesir akan lebih mengerti dengan bahasa yang mereka gunakan dibanding dengan orang Bashrah.

Menurut pendapat saya: penggabungan yang dilakukan oleh Imam Baihaqî r.a sangat lemah. Sebab riwayat hadits dan kejadiannya sama. Oleh sebab itu maka yang lebih benar adalah pendapat yang dikatakan oleh Hâkim r.a. Yaitu: Bahwa sanad hadits yang terdapat padanya Abu Qais r.a adalah riwayat yang lebih benar dibandingkan dengan riwayat sanad yang tidak menyebutkannya. Hal ini berdasarkan alasan yang telah dikatakan oleh Hâkim ra.

Akan tetapi keunggulan riwayat kedua –yang disebutkan pada sanadnya Abu Qais- bukan berarti hadits tersebut shahih. Karena sesungguhnya Abu Qais r.a –sekalipun dia termasuk orang yang dapat dipercaya- namun dia telah memursalkan hadits, yakni: ia tidak menjelaskan dengan tegas bahwa orang yang meriwayatkan hadits tersebut adalah 'Amr ibn 'Âsh sendiri.

Memang benar bahwa kemungkinan besar yang meriwayatkan –hadist tersebut- kepada Abu Qais adalah 'Amr ibn 'Âsh sendiri. Akan tetapi itu hanya sekedar kemungkinan saja. Oleh sebab itu maka hadits ini termasuk katagori hadits yang mursal. Sedangkan hadits mursal dianggap oleh pada ulama hadits termasuk hadits yang lemah. Berarti hadits teresebut kedudukannya lemah. Bahkan dalam kitab shahihnya Imam Bukhari r.a menyebutkan: hadits ini telah disebutkan dengan gaya bahasa yang menandakan bahwa hadits tersebut sangat lemah (Shahih Bukhari dan Fathu al-Bârî 1/454)

Maka kesimpulannya adalah: hadits yang disebutkan pada riwayat kedua juga termasuk hadits yang lemah. Sebab Abu Qais r.a tidak sempat menyaksikan bahwa Rasulullah s.a.w mengutus 'Amr ibn 'Âsh r.a. Dan ia juga bukan orang yang menyaksikan kejadian tersebut.

Sedangkan kelemahan yang ada pada riwayat pertama, hal tersebut dikarenakan terputusnya periwayat antara Abdurrahman ibn Jubair dan 'Amr ibn 'Âsh r.a. dengan demikian, maka hadits tersebut juga sangat lemah.

Dengan demikian, maka dalil yang tersisa adalah: dalil pendapat yang mengatakan, bahwa cukup hanya dengan bertayammum saja, yaitu firman Allah s.w.t: " apabila kalian tidak mendapatkan air, maka hendaklah bertayammum" (Q.S. al-Mâ'idah: 6)

Namun disana ada hadits lain yang ada hubungannya dengan permasalahan bab ini. Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dâud r.a (336); dari Musa ibn Abdurrahman al-Anthaqi, dari MuHammâd ibn Salâmah, dari Zubair ibn Khariq, dari 'Athâ' dari Jâbir, ia berkata: kami pernah pergi dalam sebuah perjalanan, salah seorang diantara kami mengalami kecelakan, kepalanya luka terkena batu. Setelah itu –saat tidur- ia bermimpi (bersetubuh). Dia bertanya kepada orang-orang yang bersamanya: adakah sebuah dalil yang membolehkan aku untuk hanya bertanyammum?". Mereka berkata: kami tidak memiliki dalil yang membolehkan kamu bertayammum, sebab kamu masih mampu untuk menggunakan air. akhirnya orang tersebut mandi, dan ternyata setelah mandi ia meninggal dunia.

Manakala kami kembali ke Madinah, peristiwa tersebut diceritakan kepada Rasulullah s.a.w. Setelah mendengar cerita tersebut Rasulullah s.a.w berkata: "mereka telah membunuh laki-laki itu… jika mereka tidak tahu, kenapa enggan untuk menanyakannya. Sesungguhnya hanya dengan bertanyalah ketidak cakapan (kebodohan) dapat disembuhkan. Padahal orang tersebut hanya cukup bertayammum saja, lalu membalut lukanya dengan sobekan kain, kemudian menyapu diatas balutan tersebut dan membasuh anggota tubuh lainnya."

Hadits diatas juga diriwayatkan olah Dâruquthnî r.a (1/190). Beliau berkata: Abu Bakar mengatakan: ini adalah sebuah Sunnah (hadits) yang hanya diketahui oleh penduduk Mekkah, kemudian ia dibawa oleh penduduk Jazirah. Dan hadits ini tidak diriwayatkan dari 'Athâ' dari Jâbir kecuali oleh Zubair ibn Khariq. Ia adalah hadits yang tidak kuat. Oleh sebab itu Auzâ'î hanya meriwayatkannya dari 'Athâ', dari Ibnu Abbas r.a. Namun sanad yang diriwayatkan oleh Auzâ'î juga menjadi permasalahan dikalangan ulama hadits. Dan yang benar adalah: bahwa hadits tersebut diriwayatkan oleh Auzâ'î dengan memursalkannya dari 'Athâ' dari Rasulullah s.a.w.

Ibnu Abi Hâtim berkata: aku bertanya kepada ayahku dan Abu Zar'ah tentang hadits tersebut. keduanya menjawab: hadits itu telah diriwayatkan oleh Ibnu Abi 'Isyrîn, dari Auzâ'î, dari Ismail ibn Muslim, dari 'Athâ' dari Ibnu Abbas r.a.

Aku menambahkan: Hadits Abu Dâud r.a, terdahulu juga diriwayatkan –disamping riwayat Dâruquthnî r.a- oleh Baihaqî r.a dalam kitabnya as-Sunan al-Kubrâ (1/228). Dan sanad yang disebutkan oleh Daruqutni r.a sama dengan sanad Auzâ'î r.a yang mengatakan bahwa diriwayatkan kepadanya… (lihat sanad yang disebutkan oleh Abu Dâud r.a)

Kemudian Abu Dâud r.a meriwayatkannya lagi (337): dari Nashr ibn 'Âshim al-Anthaqi, dari MuHammâd ibn Syu'aib, dari Auzâ'î, bahwa diriwayatkan kepadanya dari 'Athâ' ibn Abu Rabâh, bahwasanya ia mendengar Abdullah ibn Abbas r.a berkata: ada seorang laki-laki yang terluka dizaman Rasulullah s.a.w, kemudian ia bermimpi, lalu ia disuruh oleh orang-orang sekitarnya untuk mandi. Dan ternayta –setelah- mandi ia pun meninggal dunia. Setelah berita tersebut sampai kepada Rasulullah s.a.w, Beliau berkata: "mereka telah membunuhnya, bukankah penawar ketidak cakapan adalah bertanya".

Dâruquthnî r.a juga meriwayatkan hadits tersebut dari Walîd ibn Farid, ia mendengar ayahnya berkata: Aku mendengar hadits tersebut dari Auzâ'î (1/191). Begitupula Abdu ar-Razzak r.a telah meriwayatkannya –dengan redaksi yang lebih pendek- dalam kitabnya al-Mushannaf (no. 867 juz. 1/223) dari Auzâ'î, dari seseorang, dari 'Athâ' ibn Abu Rabâh, dari Ibnu Abbas r.a, bahwa ada seorang laki-laki yang terluka, kemudian ia berhadats besar, maka orang-orang menyuruhnya untuk mandi, ternyata –setelah mandi- orang tersebut tewas. Dan setelah peristiwa tersebut didengar oleh Rasulullah s.a.w, Beliau berkata: "kalian telah membunuhnya, bukannya penawar ketidak cakapan adalah bertanya". Hadits ini juga telah diriwayatkan oleh Dâruquthnî r.a (1/191)

Dâruquthnî r.a juga mengatakan (1/190) : dibacakan didepan Abu Qâsim Abdullah ibn Muhammd ibn Abu al-Azîz –sedangkan aku hanya mendengar-: Hakam ibn Musa telah meriwayatkan kepada kalian, dari Haql ibn Ziyâd, dari Auza'I, bahwa 'Athâ' meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a: bahwa ada seorang laki-laki yang terluka dizaman Rasulullah s.a.w, kemudian dia berhadats besar, dan menanyakan tentang apa yang harus dilakukan. lalu orang-orang disekitarnya mengatakan bahwa ia harus mandi. Setelah mandi ternyata ia tewas. Setelah berita tersebut sampai kepada Rasulullah s.a.w, Beliau berkata: "mereka telah membunuhnya, bukankah penawar ketidak cakapan adalah bertanya".

'Athâ' r.a berkata: telah sampai kepadaku bahwa Rasulullah s.a.w –setelah peristiwa tersebut- ditanya tentang masalah itu, maka Beliau menjawab: "seandainya ia membasuh badanya, dan meninggalkan bagian kepala yang terluka, maka hal tersebut sudah cukup".

Dâruquthnî r.a juga mengatakan: diriwayatkan dari al-Mahâmili, dari Za'farân, dari Hakam ibn Musa dengan sanad yang sama (seperti diatas)

Aku menambahkan: hadits tersebut juga disebutkan oleh Ibnu Mâjah r.a dari riwayat Habib ibn Abi 'Isyrîn, dari Auza'I ( hadits 572).

Hâkim r.a juga menyebutkannya dari riwayat Bisyr ibn Hakam, dari Auza'I dari 'Athâ' ibn Abu Rabâh, bahwasanya ia mendengar Abdullah ibn Abbas r.a berkata: ada seorang laki-laki yang terluka dizaman Rasulullah s.a.w, kemudian ia bermimpi, lalu ia disuruh mandi. Setelah mandi iapun meninggal dunia. Setelah berita tersebut sampai kepada Rasulullah s.a.w, Beliau berkata: "mereka telah membunuhnya, bukankah penawar ketidak cakapan adalah bertanya"

Hâkim r.a juga mengatakan: hadits tersebut telah diriwayatkan oleh Haql ibn Ziyâd, ia adalah murid Auza'I yang paling baik. Namun ia tidak menyebutkan bahwa Auza'I telah mendengar hadits tersebut dari 'Athâ'. Kemudian Hâkim r.a menyebutkan riwayat Haql ibn Ziyad ( al-Mustadrak 1/178)

Maka hadits Auza'I diatas dapat disimpulkan sebagai berikut;
1. Diriwayatkan dari Auza'I dari 'Athâ' dari Ibnu Abbas r.a.
2. Diriwayatkan dari Auza'I dari seorang laki-laki dari 'Athâ' dari Ibnu Abbas r.a.
3. Diriwayatkan dari Auza'I, ia berkata telah sampai kepadaku: dari 'Athâ', ia mendengar Ibnu Abbas ra..

Hadits tersebut juga disebutkan dalam kitab Shahih Ibnu Khuzaimah dari riwayat lain (1/138). Ibnu Khuzaimah berkata: diriwayatkan dari MuHammâd ibn Yahya, dari Umar ibn Hafsh ibn Ghiyats, dari Ayahnya, dari Walîd ibn 'Ubaidullah ibn Abi Rabâh, bahwasanya 'Athâ' meriwayatkan kepadanya dari Ibnu Abbas r.a: bahwa ada seorang laki-laki yang berhadats besar pada musim dingin, ia bertanya kepada orang-orang yang ada disekitarnya. Lalu ia diperintahkan untuk mandi. Setelah mandi ternyata orang tersebut tewas. Dan ketika berita ini disampaikan kepada Rasulullah s.a.w, Beliau berkata: "kenapa mereka membunuhnya –ucapan ini diulangi Beliau sebanyak tiga kali-, sesungguhnya Allah telah menjadikan tanah atau tayammum (mulanya Ibnu Abbas ragu, setelah itu beliau ingat kembali konteks asli hadits tersebut). hadits ini juga telah diriwayatkan oleh Ibnu Hibbân r.a (no.201)

Hadits diatas juga memiliki riwayat lain, yaitu;

Dalam kitabnya al-Mushannaf (1/225) Abdu ar-Razzâq r.a meriwayatkan:
Dari Ibn Mubârak, dari Jarîr ibn Hâzim, dari Nu'man ibn Rasyid, dari Zaid ibn Anîs, ia berkata: dahulu ada seorang laki-laki yang terserang penyakit cacar, kebetulan ia dalam keadaan junub, maka orang-orang menyuruhnya untuk mandi. Ternyata setelah mandi kulitnya membisul, tak lama kemudian orang tersebut meninggal dunia. Setelah peristiwa tersebut disampaikan kepada Rasulullah s.a.w, Beliau berkata: "mereka telah membunuhnya, bukankah obat dari ketidak cakapan adalah bertanya? Andai saja dia hanya bertayammum dengan tanah.

Akan tetapi sanad hadits ini lemah. Sebab Zaid ibn Anîs termasuk orang yang tidak dikenal. Dan pada zahirnya dia adalah Zaid ibn Abu Unaisah. Disamping itu dia tidak sezaman dengan peristiwa tersebut. Karena ia orang yang hidup enam turunan setalah Rasulullah s.a.w wafat. Disamping itu Nu'man ibn Rasyid juga termasuk orang yang riwayatnya dianggap lemah.

Jadi kesimpulan hadits diatas, khususnya pada redaksi: "hendaklah mereka bertanya, ketika tidak mengetahui, sesungguhnya penawar ketidak cakapan hanyalah dengan bertanya". Disebutkan melalui riwayat Zubair ibn Khariq, dari 'Athâ', dari Jâbir r.a. Sedangkan Zubair adalah termasuk orang yang riwayatnya dianggap lemah.

Ibnu Abi Hâtim mengatakan dalam kitabnya al-'Ilal (1/37):  aku bertanya kepada ayahku dan Abu Zar'ah tentang hadits yang diriwayatkan dari Haql, dari Walîd ibn Muslim dan yang lainnya yang diriwayatkan dari Auza'I, dari 'Athâ', dari Ibnu Abbas r.a, bahwasanya ada seorang laki-laki terluka yang dalam keadaan junub, ia diperintahkan orang-orang yang ada disekitarnya untuk mandi, setelah mandi ternyata orang tersebut meninggal dunia. Setelah aku selesai menyebutkan hadits tersebut, keduanya berkata: hadits tersebut telah diriwayatkan oleh Ibnu Abi 'Isyrîn, dari Auza'I, dari Ismail ibn Muslim, dari 'Athâ', dari Ibnu Abbas r.a.

Dengan demikian, maka dalil orang yang mengatakan bahwa hanya dengan bertanyammum saja, tinggal satu, yaitu firman Allah s.w.t: "… maka hendaklah kalian bertayammum" (Q.S. al-Ma'idah: 6)

Adapun dalil pendapat yang mengatakan bahwa orang yang seperti disebutkan diatas harus membasuh bagian tubuh yang memungkinkan untuk dibasuh, kemudian ia bertayammum untuk bagian tubuh yang tidak mungkin terkena air, adalah firman Allah s.w.t: "Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu " (az-Dzâriyât: 16), dan firman-Nya: "Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya" (Q.S. al-Baqarah: 286)

Sedangkan orang yang mengatakan bahwa; apabila sebagian besar anggota tubuhnya dapat dibasuh, maka ia tidak perlu lagi menyempurnakannya dengan bertayammum. Dan sebaliknya jika yang dapat dibasuh hanya sebagian kecil dari anggota tubuh maka ia cukup hanya bertayammum saja. Aku tidak mengetahui satu dalil pun yang mendasari pendapat ini.


[1] . Hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Bukhari r.a (Shahih Bukari dan Fathu al-Bârî 9/293), dan Imam Muslim r.a (Shahih Muslim hal. 1060). Dan menurut redaksi yang diriwayatkan oleh Imam Muslim r.a: "Demi Tuhan yang diriku berada dalam kekuasaan-Nya, laki-laki manapun yang mengajak istrinya keatas kasur (bersetubuh), namun sang istri enggan mengabulkan keinginan suaminya, maka orang-orang yang ada dilangit murka kepada wanita tersebut, sampai suaminya meridhainya".

Artikel Terkait:

your ad here

comments

0 Responses to "Apakah boleh bagi seorang istri yang diajak oleh suaminya (bersetubuh) menolak ajakan tersebut, disebabkan tidak ada air untuk mandi?"

Speak Your Mind

Tell us what you're thinking...
and oh, if you want a pic to show with your comment, go get a gravatar!

eNews & Updates

Sign up to receive breaking news
as well as receive other site updates!

Daftar Isi

Loading...