0 APAKAH WANITA KITÂBIYAH YANG MENJADI ISTRI ORANG ISLAM, HARUS DIPAKSA MANDI DARI HAID, AGAR SUAMINYA DIBOLEHKAN MENJIMA'?

* Imam Qurthubi r.a berkata (3/90) :

Para ulama berbeda pendapat tentang seorang wanita kitabiyah, apakah ia harus dipaksa mandi atau tidak?

Imam Mâlik r.a sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Qâsim mengatakan: wanita tersebut harus dipaksa mandi, agar suaminya dibolehkan menjima'. Sebab firman Allah s.w.t: "dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci" (Q.S. al-Baqarah: 222).

Imam Mâlik mengatakan: maksud dari ayat tersebut adalah bersuci (mandi) dengan air, dan perintah Allah s.w.t ini tidak hanya berlaku terhadap wanita-wanita muslimah saja, akan tetapi ia juga berlaku terhadap wanita kitabiyah yang telah menjadi istri orang yang beragama Islam.

Akan tetapi pendapat Imam Mâlik r.a yang diriwayatkan oleh Asyhub mengatakan, bahwa wanita tersebut tidak boleh dipaksa mandi dari haid. sebab ia bukan orang yang menyakini tentang kewajiban mandi dari haid, hal ini berdasarkan firman Allah s.w.t: "Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat" (Q.S. al-Baqarah: 228), dan yang dimaksud dari larangan –menyembunyikan- tersebut adalah: haid dan kehamilan. Disamping itu perintah mandi yang disebutkan pada ayat diatas hanyalah dijukan kepada wanita-wanita yang beriman. Allah s.w.t Juga berfirman: "Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam)" (Q.S. al-Baqarah: 256). Dan pendapat ini lah yang dikatakan oleh Mahmud Ibn Abdu al-Hakam r.a.

Menurut hemat saya: pendapat yang lebih kuat adalah –wallahu a'lam- tafsiran yang mengatakan bahwa perintah –mandi- yang terkandung pada ayat diatas hanya ditujukan kepada kaum laki-laki saja. Sebab makna yang dapat saya simak dari ayat tersebut adalah: Sesungguhnya laki-laki tidak boleh mendekati istrinya yang sedang hai, sebelum ia bersuci (mandi). Wallahu a'lam.

Artikel Terkait: