Monday, July 05, 2010

0 BAB-BAB MASALAH-MASALAH JENAZAH


Kesabaran pada goncangan pertama

Imam Bukhari berkata (hadits 1283):
Diriwayatkan oleh Adam dari Syu'bah dari Tsabit dari Anas ibn Malik r.a. dia berkata, Nabi s.a.w. melewati seorang perempuan yang sedang menangis di salah satu kubur lalu dia berkata, "bertakwalah kepada Allah dan bersabarlah." Wanita itu berkata, "menjauhlah, biarkan diriku karena kamu tidak merasakan musibah yang menimpaku dan kamu tidak mengetahuinya." Lalu dikatakan kepadanya, "Dia Rasulullah s.a.w.[1] Sehingga kemudian dia mendatangi Nabi s.a.w. dan tidak menemukan penjaga pintu di rumahnya, lalu dia berkata, "Aku tidak mengenalmu." Kemudian dia berkata, "hanya saja kesabaran pada goncangan pertama."
Hadits Sahih

Dan dikeluarkan oleh Muslim hadits (926), Abu Daud hadits (3124), Turmudzi dalam bab jenazah hadits (987) dan berkata, ini hadits hasan lagi sahih, dan Nasa`i.

Para wanita sahabat r.a. yang bersabar

Imam Muslim berkata (hadits 2144):
Diriwayatkan oleh Muhammad ibn Hatim ibn Maimun dari Bahz dari Sulaiman ibn Mughirah dari Tsabit dari Anas dia berkata, salah seorang anak laki-laki[2] Abu Thalhah dari Ummu Sulaim meninggal dunia lalu dia (Ummu Sulaim) berkata kepada keluarganya, "jangan kalian berbicara kepada Abu Thalhah tentang anaknya sampai aku yang berbicara dengannya." Dia berkata, kemudian dia (Abu Thalhah) datang, dan dia (Ummu Sulaim) mempersiapkan makan malam sampai dia makan dan minum. Kemudian dia berkata, lalu dia (Ummu Sulaim) melakukan sesuatu yang terbaik tidak pernah ia lakukan sebelum itu, kemudian dia bersetubuh dengannya.[3] Dan ketika dia (Ummu Sulaim) melihatnya sudah puas dan senang dengannya, dia berkata, "Hai Abu Thalhah! Bagaimana menurutmu seandainya suatu kaum meminjamkan barang milik mereka kepada suatu keluarga lalu kemudian mereka meminta (kembali) barang pinjaman tersebut, apakah mereka berhak mencegah mereka?" Dia menjawab, "tidak." Dia berkata, "(bersabarlah) anakmu telah meninggal." Dia berkata, lalu dia marah dan berkata, "kamu berdiam saja sampai aku kotor (berhadas) kemudian kamu kabarkan kepadaku tentang anakku." Kemudian dia pergi mendatangi Rasulullah s.a.w. dan menceritakan kepadanya dengan apa yang telah terjadi. Lalu Rasulullah s.a.w. menjawab, "Semoga Allah memberkati kalian berdua pada malam kalian berdua yang telah lewat."[4] Dia berkata, kemudian dia (Ummu Sulaim) hamil. Dia berkata, Rasulullah s.a.w. dalam perjalanan dan dia (Ummu Sulaim) bersamanya dan Rasulullah s.a.w. apabila sudah tiba ke Madinah dari perjalanan, dia tidak memasukinya secara tiba-tiba.[5] Setelah mereka mendekati Madinah, dia (Ummu Sulaim) menderita kesakitan (menjelang melahirkan) sehingga Abu Thalhah bertahan menjaganya dan Rasulullah s.a.w. berangkat pergi. Dia berkata, Abu Thalhah berkata, "Sesungguhnya Kamu Wahai Tuhanku mengetahui bahwa sangat menyenangkan bagiku keluar bersama Rasul-Mu apabila dia keluar dan masuk bersamanya apabila dia masuk dan aku tertahan dengan kehendak-Mu." Dia berkata, Ummu Sulaim berkata, "Hai Abu Thalhah, aku tidak pernah merasakan sakit seperti yang aku rasakan (sekarang)[6], mari berangkat." Lalu kami berangkat pergi. Dia berkata, dia sangat menderita sakit (menjelang melahirkan) ketika mereka berdua tiba, kemudian dia melahirkan seorang anak laki-laki. Lalu ibuku berkata kepadaku, "tidak seorang pun menyusuinya sampai kita membawanya kepada Rasulullah s.a.w." Dan setelah pagi, aku menggendongnya dan membawanya kepada Rasulullah s.a.w. Dia berkata, lalu aku (kebetulan) bertemu dengannya dan bersamanya ada sebuah tanda.[7] Maka setelah dia melihatku dia berkata, "barangkali Ummu Sulaim sudah melahirkan?" Aku jawab, "ya." Lalu dia meletakkan tanda itu. Dia berkata, kemudian aku mengangkatnya dan meletakkannya ke dalam pangkuannya dan Rasulullah s.a.w. meminta ambilkan kurma 'ajwa dari 'ajwa Madinah lalu mengunyah di mulutnya sampai lembut kemudian meletakkannya di mulut bayi sehingga bayi itu mengecup-ngecup (dengan ujung lidahnya). Dia berkata, kemudian Rasulullah s.a.w. berkata, "Lihatlah bagaimana cinta orang Anshar kepada kurma." Dia berkata, lalu dia mengusap wajahnya dan memberinya nama Abdullah.
Hadits Sahih

Dan diriwayatkan oleh Bukhari secara terpisah pada beberapa tempat dalam kitab sahihnya (lihat Fathul Bâri, 3/169, 9/587) dan dia meriwayatkan dengan lafazh-lafazh hadits yang beragam.

Imam Muslim berkata (hadits 918):
Diriwayatkan oleh Yahya ibn Ayyub dan Qutaibah dan Ibnu Hajar semuanya, dari Ismail ibn Ja'far. Ibnu Ayyub berkata, diriwayatkan oleh Ismail dari Saad ibn Said dari Umar ibn Katsir ibn Aflah dari ibn Safinah dari Ummu Salamah bahwasanya dia berkata, saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda, "Tidaklah seorang muslim yang tertimpa musibah lalu mengucapkan apa yang diperintahkan oleh Allah: Innâ Lillâhi wa Innâ Ilaihî Râji'ûn, Allahumma ajirnî fî mushîbatî wa akhlif lî khairan minhâ, kecuali Allah menggantikan untuknya yang lebih baik dari itu.
Dia (Ummu Salamah) berkata, ketika Abu Salamah wafat, aku berkata, "siapa dari kaum muslimin yang lebih baik dari Abu Salamah, rumah pertama yang hijrah kepada Rasulullah s.a.w." Kemudian aku mengatakannya lalu Allah menggantikannya bagiku dengan Rasulullah s.a.w. Dia berkata, Rasulullah s.a.w. mengutuskan Hâtib ibn Abu Balta'ah kepadaku melamarku untuknya. Lalu aku katakan, "aku mempunyai anak perempuan dan aku pencemburu." Dia berkata, adapun anaknya maka kita berdoa kepada Allah semoga mandiri dan aku berdoa kepada Allah agar menghilangkan cemburunya."
Hadits Sahih Lighairih

Dan dikeluarkan oleh Abu Daud dari riwayat Abu Wail dari Ummu Salamah secara singkat, hadits (3115) dan Muslim mengemukakan riwayat Abu Wail dari sanad riwayat yang lain dari Ummu Salamah juga seperti haditsnya tersebut secara singkat (hadits 919).

Firman Allah s.w.t., "Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, [] (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Innâ lillâhi wa innâ ilaihi râji'ûn" [] Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk."[] (QS. Al-Baqarah:155-157)

Hakim berkata (al-Mustadrak, 2/270):
Diriwayatkan oleh Ali ibn Isa al-Hiyari dari Musaddad ibn Quthn dari Utsman ibn Abu Syaibah dari Jarir dari Manshur dari Mujahid dari Said ibn Musayyab dari Umar r.a. dia berkata, paling bagus dua sisi berimbang (adil) dan paling bagus bonus. "(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Innâ lillâhi wa innâ ilaihi râji'ûn"[] Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka" adalah paling bagus dua sisi berimbang. "dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk" adalah paling bagus bonus.[8]
Pada sanadnya terdapat tinjauan[9]

Hakim berkata, ini hadits sahih atas syarat Bukhari dan Muslim dan mereka berdua tidak mengeluarkannya dan saya tidak menemukan perbedaan pendapat di antara para ulama kita bahwa Said ibn Musayyab sempat menemui masa-masa Umar ibn Khattab, tetapi mereka berselisih dalam masalah apakah dia mendengar darinya. Dan al-Dzahabi menyebutkan bahwa hadits ini atas syarat Bukhari dan Muslim (Kh dan M). Dan Atsar ini dikeluarkan oleh Bukhari sebagai komentar dengan bentuk kalimat yang tegas (bersama Fathul Bâri, 3/171).

Dan al-Hafizh dalam Fathul Bâri mengemukakan atsar ini dan dia juga menisbatkannya kepada Abd ibn Hamid dalam Tafsir dari riwayat Manshur dari Na'im ibn Abu Hind dari Umar seumpamanya. Saya tegaskan, riwayat ini lebih lemah dari riwayat Said dari Umar karena jarak antara Na'im dan Umar lebih jauh dari antara Said dan Umar.

Dan Thabrani mengeluarkan dalam al-Kabir (12411) dari hadits Ibnu Abbas sebagai hadits marfû, "Aku berikan kepada umatku sesuatu yang tidak diberikan oleh seorang pun dari para umat ketika musibah, yaitu innâ lillâhi wa innâ ilaihi râji'ûn." Atsar ini lemah sekali karena dalam sanadnya terdapat dari ibn Khalid ibn Abdullah al-Wâsithi al-Thahân, dia lemah sekali bahkan dinyatakan dusta oleh sebagian ulama.

Keutamaan wanita yang sabar dan mengharap pahala karena kematian dua orang anaknya.

Imam Bukhari berkata (hadits 1249):
Diriwayatkan oleh Muslim dari Syu'bah dari Abdurrahman ibn al-Ashfihani dari Zakwan dari Abu Said r.a. bahwa para wanita berkata kepada Nabi s.a.w., "tentukanlah untuk kami satu hari [untuk memberikan nasihat]." Maka kemudian dia memberikan nasihat kepada mereka dan berkata, "wanita mana saja yang mendapat musibah kematian 3 orang anaknya, mereka menjadi dinding baginya dari api neraka." Salah seorang perempuan berkata, "dan dua orang?" Dia menjawab, "dan dua orang."

Dan Syuraik berkata, dari ibn al-Ashfihani dari Abu Shaleh dari Abu Said r.a. dan Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w., Abu Hurairah berkata, "tidak mencapai baligh."[10]
Hadits Sahih
Dan dikeluarkan oleh Muslim (hal. 2028) dan dinisbatkan oleh al-Muzzi dalam al-Athrâf kepada Nasa`i.

Laki-laki menghibur (belasungkawa) anak perempuannya ketika musibah atau ketika merasakan musibah

Imam Bukhari berkata (hadits 1284):
Diriwayatkan oleh Abdân dan Muhammad mereka berdua berkata, diriwayatkan oleh Abdullah dari 'Âshim ibn Sulaiman dari Abu Ustman dia berkata, diriwayatkan kepadaku oleh Usamah ibn Zaid r.a. dia berkata, anak perempuan Nabi s.a.w. mengutus (seseorang) kepadanya bahwa salah seorang anak laki-lakiku meninggal dunia, datanglah kunjungi kami. Lalu dia mengutus (seseorang), dan menyampaikan salam kepadanya dan berkata, "Sesungguhnya milik Allah apa yang Dia ambil dan milikNya apa yang Dia berikan, segala sesuatu di sisiNya sesuai ketentuan yang ditetapkan maka bersabarlah dan harapkanlah pahala." Lalu dia (anak perempuan Nabi) mengutus (seseorang) kepadanya dengan bersumpah agar mengunjunginya. Maka dia (Rasulullah) bangkit dan bersamanya Saad ibn Ubadah, Muadz ibn Jabal, Ubai ibn Ka'ab, Zaid ibn Tsabit dan beberapa laki-laki. Kemudian anak kecil itu diangkat kepada Rasulullah s.a.w. dan dirinya bergerak bergetar—dia berkata, aku mengira dia berkata—seakan-akan dia geriba (kantong air dari kulit) kering. Kemudian kedua matanya berlinang lalu Saad berkata, "Wahai Rasulullah, apa ini?" Dia menjawab, "ini adalah kasing sayang yang diciptakan oleh Allah dalam hati hamba-hambaNya. Sesungguhnya Allah hanya mengasihi orang-orang penyayang dari hamba-hambaNya."
Hadits Sahih

Dan dikeluarkan oleh Muslim (halaman 635), Abu Daud (hadits 3125), Nasa`i dan Ibnu Majah.

Imam Muslim berkata (hadits 2450):
Diriwayatkan oleh Abu Kâmil al-Jahdari Fudhail ibn Husain dari Abu Uwâ'nah dari Firâs dari Amir dari Masrâq dari Aisyah dia berkata, para istri Nabi s.a.w. sedang berada di rumahnya dan tidak seorang pun meninggalkannya. Lalu Fatimah datang menghadap, dia berjalan tak berbeda cara jalannya sedikitpun dari cara jalan Rasulullah s.a.w. ketika dia melihatnya, dia menyambutnya dan berkata, "Selamat datang anakku." Kemudian mempersilahkannya duduk di sebelah kanannya atau sebelah kirinya kemudian dia membisikkan sesuatu sehingga membuat dia menangis dengan keras. Ketika dia melihat kesedihannya, dia membisikkan sesuatu lagi sehingga membuat dia tertawa. Kemudian aku katakan kepadanya, "Rasulullah s.a.w. mengistimewakan kamu dari antara para istrinya dengan membisikimu kemudian kamu menangis? Ketika Rasulullah s.a.w. bangkit berlalu, aku menanyakan kepadanya, "apa yang dikatakan oleh Rasulullah s.a.w. kepadamu?" Dia menjawab, "aku tidak menyebarkan rahasia Rasulullah s.a.w." Dia berkata, ketika Rasulullah s.a.w. sudah wafat, aku katakan, "aku bertekad padamu terhadap perkara yang ada hakku padamu agar kamu menceritakan kepadaku apa yang dikatakan oleh Rasulullah s.a.w.? Dia menjawab, "Kalau sekarang, iya. Ketika dia membisikkan kepadaku pertama kali, dia memberitahukan kepadaku bahwa Jibril membacakan al-Qur'an kepadanya sekali atau dua kali setiap tahun dan Dia membacakannnya sekarang dua kali dan aku tidak melihat ajal kecuali sudah dekat maka bertakwalah kepada Allah dan bersabarlah, sesungguhnya paling baik pendahulu adalah aku bagimu." Dia berkata, "sehingga aku menangis dengan tangisanku yang kamu lihat. Dan ketika dia melihat kesedihanku dia membisikkan kepadaku kedua kali dan berkata, 'Hai Fatimah, tidakkah kamu senang menjadi (pemimpin) wanita-wanita mu'min atau pemimpin wanita-wanita umat ini?" dia berkata, "sehingga membuatku tertawa dengan tawaku yang kamu lihat."
Hadits Sahih

Haram meratap
dan Siksa bagi wanita yang meratap

Imam Muslim berkata (hadits 934):
Diriwayatkan oleh Abu Bakar ibn Abu Syaibah dari Affan dari Abbân ibn Yazid. (peralihan sanad) Dan diriwayatkan oleh Ishaq ibn Manshur (lafazh hadits darinya) dari Hibbân ibn Hilal dari Abbân dari Yahya bahwa Zaid meriwayatkan hadits kepadanya, bahwa Abu Salâm meriwayatkan hadits kepadanya, bahwa Abu Malik al-Asy'ari meriwayatkan hadits kepadanya bahwa Nabi s.a.w. bersabda, "empat perkara pada umatku dari perkara jahiliah yang tidak mereka tinggalkan; berbangga dengan kedudukan (sifat), mencemarkan nama baik keturunan, meminta hujan dengan bintang-bintang, dan meratap." Dan dia berkata, "dan wanita yang meratap apabila tidak bertaubat sebelum matinya, dia akan didirikan pada hari kiamat dan padanya jubah dari tembaga lumer (ter) dan pakaian[11] dari kudis."
Hadits Sahih[12]

Dan dikeluarkan oleh Ahmad (5/342, 343, 344), Baihaqi (4/63), Hakim dalam al-Mustadrak (1/383) dan berkata, ini hadits sahih atas syarat Bukhari dan Muslim. Dan Muslim mengeluarkan hadits Abban ibn Zaid dari Yahya ibn Abu Katsir yaitu hadits secara singkat dan mereka berdua (Bukhari dan Muslim) tidak mengeluarkannya dengan kalimat-kalimat tambahan yang terdapat pada hadits Ali ibn Mubarak dan hadits itu atas syarat keduanya. Dan al-Dzahabi berkata, atas syarat keduanya.

Imam Bukhari berkata (hadits 1305):
Diriwayatkan oleh Muhammad ibn Abdullah ibn Huasyab dari Abdul Wahab dari Yahya ibn Said dia berkata, Umrah meriwayatkan kepadaku, dia berkata, saya mendengar Aisyah r.a. berkata, manakala telah sampai (kabar) kematian Zaid ibn Haritsah, Ja'far, dan Abdullah ibn Rawahah, Nabi s.a.w. duduk sedang kesedihan tergambar jelas padanya—sedangkan aku melihatnya dari celah pintu—lalu datang seorang laki-laki kepadanya dan berkata, "wahai Rasulullah, sesungguhnya wanita-wanita Ja'far—lalu dia menyebutkan tangisan mereka—" kemudian dia memerintahkan kepadanya agar melarang mereka, lalu dia pergi. Kemudian dia datang lalu berkata, "demi Allah, aku gagal mencegah mereka" atau kami gagal mencegah mereka—keraguan dari Muhammad ibn Hausyab—sehingga dia (Aisyah) menyangka bahwa Nabi s.a.w. berkata, "tuangkan tanah di mulut-mulut mereka." Lalu aku mengatakan, "Allah sentil hidungmu [bahasanya dihaluskan dari Allah menghinakan kamu ], karena demi Allah tidaklah kamu melakukannya,[13] dan tidak kamu berikan waktu kepada Rasulullah s.a.w. yang sedang kesusahan."
Hadits Sahih

Dan dikeluarkan oleh Muslim hadits (935), Abu Daud secara ringkas hadits (3122) dan Nasa`i (4/15).     

Meratap mendatangkan setan

Imam Muslim berkata (hadits 922):
Dan diriwayatkan oleh Abu Bakar ibn Abu Syaibah, Ibnu Numair, dan Ishaq ibn Ibrahim semuanya dari ibnu Uyainah. Ibnu Numair berkata, diriwayatkan oleh Sufyan dari Ibnu Abi Najih dari ayahnya dari Ubaid ibn Umair dia berkata, Ummu Salamah berkata, ketika Abu Salamah meninggal dunia aku katakan, "dia asing di negri yang asing[14] aku akan menangisinya tangis menyebutkan tentangnya. Dan aku sudah siap menangisinya tiba-tiba seorang perempuan dari kampung menghadap, dia ingin membantuku menangis[15] lalu Rasulullah s.a.w. menghadapnya dan berkata, "Apakah kamu ingin memasukkan setan ke rumah yang sudah Allah keluarkan darinya?" dua kali sehingga aku berhenti menangis dan aku tidak menangis.
Hadits Sahih

Bai'at agar meninggalkan meratap

Imam Bukhari berkata (hadits 1306):
Diriwayatkan oleh Abdullah ibn Abdul Wahab dari Hamad ibn Zaid dari Muhammad dari Ummu Athiah r.a. dia berkata, Rasulullah s.a.w. mengambil janji kepada kami ketika bai'at bahwa kami tidak meratap[16] maka tidak menunaikannya perempuan dari kami[17] selain lima orang wanita yaitu Ummu Sulaim, Ummu 'Alâ, anak perempuan Abu Sabrah istri Muadz dan dua perempuan, atau anak perempuan Abu Sabrah dan istri Muadz dan seorang perempuan lagi."
Hadits Sahih

Imam Muslim berkata (susunan Muhammad Fuad hal. 646):
Diriwayatkan oleh Abu Bakar ibn Abu Syaibah, Zuhair ibn Harb, dan Ishaq ibn Ibrahim semuanya dari Abu Muawiyah. Zuhair berkata, diriwayatkan oleh Muhammad ibn Khâzim dari 'Âshim dari Hafshah dari Ummu Athiah dia berkata, ketika diturunkan ayat ini "perempuan-perempuan mengadakan janji setia, bahwa mereka tidak akan mempersekutukan sesuatu pun dengan Allah... dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik." [(QS. Al-Mumtahinah-[60]:12)]. Dia berkata, termasuk di dalamnya adalah meratap. Dia berkata, lalu aku katakan, "Hai Rasulullah, kecuali keluarga fulan karena mereka membantuku dalam menangis pada masa Jahiliah maka aku harus membantu mereka dalam menangis." Maka Rasulullah s.a.w. menjawab, "kecuali keluarga fulan."[18]
Hadits Sahih

Dan dikeluarkan oleh Bukhari (4892) disertai sedikit perbedaan pada kalimatnya, dan dinisbatkan oleh al-Muzzi dalam al-Athrâf kepada Nasa`i dalam al-Sunan al-Kubra dan riwayat ini terdapat dalam riwayat Nasa`i dalam al-Sunan al-Shugra secara singkat dari sanad riwayat Muhammad dari Ummu Athiah (7/149).

Boleh menangisi mayat
selama tidak disertai dengan teriakan, ratapan, ungkapan kebencian, menampar-nampar pipi, merobek-robek pakaian dan seumpamanya.

Ketahuilah bahwa Allah s.a.w. tidak menyiksa karena air mata yang berlinang atau karena kesedihan hati. Telah tetap dari berbagai riwayat—dan akan dikemukakan sebentar lagi insya Allah—bahwa Nabi s.a.w. menangis dalam beberapa kasus dan orang-orang di sekelilingnya s.a.w. menangis. Dan tangisan Nabi bukanlah siksa atas mereka yang dia tangisi karena Dia s.a.w. adalah orang yang diutus sebagai rahmat bagi seluruh alam.

Sedangkan menangis yang disertai dengan suara yang nyaring, teriakan, ratapan dan apa yang berkaitan dengan hal itu seperti menampar-nampar pipi, merobek-robek pakaian, meraung terhadap mayat dan menyebut-nyebut kemulian turun temurun dan lain-lainnya dari perkara-perkara yang dilarang oleh Rasulullah s.a.w.—yaitu meratapi—maka ini diharamkan dan tidak dibolehkan dalam kondisi apapun dan pelakunya pasti berdosa karena melakukan hal tersebut.

Lalu apakah ada pengaruh terhadap mayat dengan ratapan itu, dan apakah karena itu dia mendapatkan siksa? Dalam masalah ini terdapat perbedaan pendapat antara para ulama dari para sahabat dan lain-lainnya. Dan sekarang kami kemukakan dalil-dalil atas masalah tersebut. Hanya kepada Allah kita memohon petunjuk.

Dalil-dalil yang membolehkan menangis atas mayat

Imam Bukhari berkata (hadits 1303):
Diriwayatkan oleh Hasan ibn Abdul Aziz dari Yahya ibn Hasan dari Quraisy—yaitu ibn Hayyân—dari Tsâbit dari Anas ibn Malik r.a. dia berkata, kami bersama Rasulullah s.a.w. mengunjungi Abu Saif, pandai besi[19]—dia adalah suami dari perempuan yang menyusukan[20] Ibrahim a.s.[21]—lalu Rasulullah s.a.w. menemui Ibrahim kemudian mengecup dan menciumnya. Kemudian kami mengunjunginya setelah itu dan Ibrahim telah menghembuskan nafas terakhir sehingga membuat kedua mata Rasulullah s.a.w. berlinang. Lalu Abdurrahman ibn Auf berkata kepadanya, "dan kamu wahai Rasulullah?" Rasulullah s.a.w. menjawab, "Wahai Ibnu Auf, sesungguhnya ini kasih sayang." Kemudian dia mengikutkan dengan yang lain lalu dia s.a.w. berkata, "sesungguhnya mata berlinang dan hati bersedih dan kita tidak mengatakan kecuali apa yang diridhai Tuhan kita. Dan kami berpisah denganmu, wahai Ibrahim, sungguh bersedih."[22]
Hadits Sahih

Diriwayatkan oleh Abu Musa dari Sulaiman ibn Mughirah dari Tsabit dari Anas r.a. dari Nabi s.a.w.

Imam Bukhari berkata (hadits 1304):
Diriwayatkan oleh Ashbagh dari Ibnu Wahab dia berkata, diriwayatkan oleh Amar dari Said ibn Harits al-Anshâri dari Abdullah ibn Umar r.a. dia berkata, Saad ibn Ubadah menderita sakit yang menimpanya lalu Nabi s.a.w datang mengunjunginya bersama Abdurrahman ibn Auf r.a., Saad ibn Abu Waqash r.a., dan Abdullah ibn Mas'ud r.a. dan ketika masuk (ke rumahnya), dia menemukannya dalam kesedihan[23] keluarganya (pingsan). Lalu Nabi berkata, "apakah sudah meninggal?" Mereka menjawab, "tidak, wahai Rasulullah." Kemudian Nabi s.a.w. menangis[24] dan ketika orang-orang melihat tangisan Nabi s.a.w. mereka ikut menangis. Lalu Nabi berkata,"harap kalian dengarkan? Sesungguhnya Allah tidak menyiksa karena tangis air mata dan tidak (juga) karena kesedihan hati. Tetapi Dia menyiksa dengan ini—dan dia memberi isyarat ke mulutnya—atau Dia memberi rahmat. Dan sesungguhnya mayat disiksa karena tangis keluarganya terhadapnya." Dan Umar r.a. memukul dengan tongkat, melempar batu dan mengais tanah.
Hadits Sahih
Dan diriwayatkan oleh Muslim hadits (924).

Imam Bukhari berkata (hadits 1246):
Diriwayatkan oleh Abu Ma'mar dari Abdul Wârits dari Ayyâb dari Hamid ibn Hilâl dari Anas ibn Malik r.a. dia berkata, Nabi s.a.w. bersabda, "Zaid mengambil panji kemudian terbunuh lalu diambil alih oleh Ja'far kemudian terbunuh lalu diambil alih oleh Abdullah ibn Rawahah kemudian terbunuh—dan kedua mata Rasulullah s.a.w. berlinang—kemudian diambil alih oleh Khalid ibn Walid tanpa ditentukan kemudian diberikan kemenganan baginya."
Hadits Sahih

Imam Bukhari berkata (hadits 1342):
Diriwayatkan oleh Muhammad ibn Sinan dari Fulaih ibn Sulaiman dari Hilâl ibn Ali dari Anas r.a. dia berkata, kami menghadiri (pemakaman) anak perempuan Rasulullah s.a.w. dan Rasulullah s.a.w. duduk di pinggir kuburnya lalu aku melihat kedua matanya berlinang. Kemudian dia berkata, "siapa di antara kalian yang tidak bersetubuh [terdapat perbedaan pendapat dalam makna ini, makna lain 'melakukan dosa'] tadi malam?" Abu Thalhah menjawab, "saya." Dia berkata, "turunlah ke kuburnya." Lalu dia turun ke dalam kuburnya kemudian menguburkannya.
Hadits Sahih

Imam Bukhari berkata (hadits 1284):
Diriwayatkan oleh Abdân dan Muhammad mereka berdua berkata, diriwayatkan oleh Abadullah dari 'Âshim ibn Sulaiman dari Abu Ustman dia berkata, diriwayatkan kepadaku oleh Usamah ibn Zaid r.a. dia berkata, anak perempuan Nabi s.a.w. mengutus (seseorang) kepadanya bahwa salah seorang anak laki-lakiku meninggal dunia, datanglah kunjungi kami. Lalu dia mengutus (seseorang), dan menyampaikan salam kepadanya dan berkata, "Sesungguhnya milik Allah apa yang Dia ambil dan milikNya apa yang Dia berikan, segala sesuatu di sisiNya sesuai ketentuan yang ditetapkan maka bersabarlah dan harapkanlah pahala." Lalu dia (anak perempuan Nabi) mengutus (seseorang) kepadanya dengan bersumpah agar mengunjunginya. Maka dia (Rasulullah) bangkit dan bersamanya Saad ibn Ubadah, Muadz ibn Jabal, Ubai ibn Ka'ab, Zaid ibn Tsabit dan beberapa laki-laki. Kemudian anak kecil itu diangkat kepada Rasulullah s.a.w. dan dirinya bergerak bergetar—dia berkata, aku mengira dia berkata—seakan-akan dia geriba (kantong air dari kulit) kering. Kemudian kedua matanya berlinang lalu Saad berkata, "Wahai Rasulullah, apa ini?" Dia menjawab, "ini adalah kasing sayang yang diciptakan oleh Allah dalam hati hamba-hambaNya. Sesungguhnya Allah hanya mengasihi orang-orang penyayang dari hamba-hambaNya."
Hadits Sahih
Dan dikeluarkan oleh Muslim (hadits 923).

Abu Bakar Menangis atas Rasulullah s.a.w.

Imam Bukhari berkata (hadits 1241-1242):
Diriwayatkan oleh Basyar ibn Muhammad dia berkata, diriwayatkan oleh Abdullah dia berkata, diriwayatkan oleh Ma'mar dan Yunus dari Zuhri dia berkata, Abu Salamah meriwayatkan kepadaku bahwa Aisyah r.a. istri Nabi s.a.w. meriwayatkan kepadanya, dia berkata, Abu Bakar r.a. datang dengan kuda tunggangannya dari tempat tinggalnya di Sunuh[25] lalu turun dan masuk ke dalam masjid tanpa berbicara kepada orang-orang sampai dia masuk kepada Aisyah r.a. kemudian menuju ke arah Nabi s.a.w.—dan dia sedang dibaringkan tertutup dengan jenis kain Yaman (yang mahal)—lalu dia membuka wajahnya kemudian menundukkan kepala kepadanya lalu menciumnya dan kemudian menangis. Lalu dia berkata, "(aku tebus) dengan ayahku dan ibuku kamu wahai Nabi Allah, Allah tidak mengumpulkan padamu dua kematian. Adapun kematian yang sudah dituliskan untukmu sudah kamu jalani." Abu Salamah berkata, lalu Ibnu Abbas r.a. mengabarkan kepadaku bahwa Abu Bakar r.a. keluar sedangkan Umar r.a. sedang berbicara kepada orang-orang. Lalu dia berkata, "duduklah." Dia menolak, kemudian dia berkata lagi, "duduklah." Dia menolak. Lalu Abu Bakar r.a. memberikan kesaksian sehingga orang-orang menuju ke arahnya dan meninggalkan Umar. Lalu dia berkata, "adapun setelah ini (Amma Ba'd), maka barangsiapa di antara kalian menyembah Muhammad s.a.w. maka sesungguhnya Muhammad s.a.w. telah mati dan barangsiapa menyembah Allah, sesungguhnya Allah hidup tidak  mati. Allah s.w.t. berfirman, 'Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barang siapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak akan mendatangkan mudarat kepada Allah sedikit pun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.' (QS. Ali Imrân : 144)." Maka demi Allah, sepertinya orang-orang tidak pernah mengetahui bahwa Allah menurunkan ayat ini sampai Abu Bakar membacakannya, lalu orang-orang menerima ayat ini darinya sehingga tidak terdengar seorang pun kecuali membacanya.
Hadits Sahih

Termasuk Tangisan yang diperbolehkan juga

Imam Bukhari berkata (hadits 4433 dan 4434):
Diriwayatkan oleh Yasrah ibn Shafwân ibn Jamîl al-Lakhmi dari Ibrahim ibn Saad dari ayahnya dari Urwah dari Aisyah r.a. dia berkata, Nabi s.a.w. memanggil Fatimah a. s. dalam sakitnya yang dia wafat padanya lalu dia membisikkan sesuatu sehingga dia menangis. Kemudian dia memanggilnya lalu membisikkan sesuatu sehingga dia tertawa.  Lalu kami tanyakan tentang hal itu, dia menjawab, "Nabi s.a.w. membisikkan kepadaku bahwa akan dicabut nyawanya pada sakit yang dia wafat padanya sehingga aku menangis. Kemudian dia membisikkan kepadaku lalu memberitahukan bahwa aku adalah orang pertama keluarganya yang menyusul sehingga aku tertawa."
Hadits Sahih

Imam Bukhari berkata (hadits 4462):
Diriwayatkan oleh Sulaiman ibn Harb dari Hamâd dari Tsâbit dari Anas dia berkata, ketika Nabi s.a.w. sakit berat membuat dia terbaring lemah, lalu Fatimah a.s. berkata, "aduhai betapa sakitnya ayah." Dia berkata kepadanya, "tidak ada sakit atas ayahmu setelah hari ini." Kemudian ketika dia sudah meninggal dunia, dia berkata, "aduhai ayah, menyambut Tuhan yang memanggilnya. Aduhai ayah, dari surga firdaus tempatnya. Aduhai ayah, kepada Jibril kami menghantarkannya." Dan ketika dimakamkan, Fatimah a.s. berkata, "Wahai Anas, apakah enak hati kalian menaburkan tanah atas Rasulullah s.a.w."
Hadits Sahih[26]

Dan dikeluarkan oleh Ibnu Majah (1630) dan pada bagian akhir Hamâd berkata, lalu aku melihat Tsâbit ketika meriwayatkan hadits ini, dia menangis sampai aku melihat tulang-tulang rusuknya bergetar.

Imam Muslim berkata (hadits 2454):
Diriwayatkan oleh Zuhair ibn Harb dari Amar ibn 'Âshim al-Kilâbi dari Sulaiman ibn Mughîrah dari Tsâbit dari Anas dia berkata, Abu Bakar berkata—setelah Rasulullah s.a.w. wafat—kepada Umar, "mari berangkat ke rumah Ummu Aiman, kita mengunjunginya sebagaimana Rasulullah s.a.w. mengunjunginya." Kemudian setelah kami sampai kepadanya, dia menangis. Lalu mereka berdua berkata kepadanya, "Apa yang membuatmu menangis? apa yang di sisi Allah lebih baik bagi RasulNya s.a.w." Dia menjawab, "apa yang membuatku menangis bukan karena aku tidak tahu apa yang di sisi Allah lebih baik bagi RasulNya s.a.w., tetapi aku menangis karena wahyu telah terputus dari langit." Sehingga membuat mereka berdua tersentuh (terdorong) untuk menangis lalu mereka berdua menangis bersamanya.
Hadits Hasan


[1] Dalam riwayat Muslim: dikatakan kepadanya, "dia adalah Rasulullah s.a.w." sehingga membuat dia terkejut (sekelagius sedih) setengah mati, lalu kemudian mendatangi Nabi s.a.w. dan tidak menemukan penjaga pintu di pintu rumahnya. Lalu dia berkata, Hai Rasulullah.. aku tidak mengenalmu." Lalu Rasulullah berkata, "hanya saja kesabaran pada goncangan pertama." Atau  dia berkata, "ketika pertama kali goncangan."

Imam Nawawi berkata (2/588):
"maknanya yaitu kesabaran sempurna yang dibalas dengan pahala yang berlimpah karena menanggung banyak kesusahan padanya. Dan asal kata shadmun (goncangan) yaitu pukulan pada suatu benda keras kemudian digunakan secara majaz pada setiap sesuatu musibah yang terjadi secara tiba-tiba."

Al-Hafizh dalam Fathul Bâri berkata (3/149):
"al-Khattabi mengatakan, maknanya bahwa kesabaran yang terpuji bagi pemiliknya adalah ketika tiba-tiba terjadi musibah, berbeda dengan keadaan setelah itu karena dia akan terhibur bersama hari-hari yang berlalu. Dan al-Khattabi menyampaikan dari ulama lain bahwa seseorang tidak diberi pahala karena musibah yang terjadi karena hal tersebut bukan perbuatannya, tetapi dia diberi pahala atas kebaikannya mampu bertahan dan keindahan kesabarannya.  
[2] Anak laki-laki ini adalah Abu Umair yang Rasulullah s.a.w. bermain-main (mencandainya) dan berkata kepadanya, "Hai Abu Umair apa yang dilakukan burung kecil (nama burung pipit)." Lihat Fathul Bâri (3/170).
[3] (penjelasan kata) waqa'a bihâ yaitu bersetubuh dengannya.
[4] (penjelasan kata) ghâbiri lailatikumâ yaitu malam tadi.
[5] (penjelasan kata) thurûqan yaitu tidak memasukinya secara tiba-tiba.
[6] Dia maksud adalah sakitnya melahirkan dan saat-saat menjelang melahirkan.
[7] (penjelasan kata) maisam yaitu apa yang dijadikan tanda.
[8] Sebagian pensyarah hadits berkata, 'idlân dengan kasrah 'ain yaitu dua sisi yang senilai dan 'ilâwah juga dengan kasrah 'ain yaitu apa yang diikatkan di atas onta setelah sempurna bebannya (seimbang). Dan yang lain mengatakan, 'idlân yaitu setengah beban yang diletakkan di salah satu samping binatang dan 'ilâwah yaitu apa yang menggabungkan kedua beban di masing-masing sisinya. Saya katakan, apa yang nampak bagi saya—Wallahu A'lam—bahwa 'idlân keduanya adalah "Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka." maka "keberkatan yang sempurna dari Tuhan" sepadan bagi perkataan mereka "innâ lillâhi", dan "rahmat" sepadan bagi perkataan mereka "wa innâ ilaihi râji'ûn." Dan bonus adalah firman Allah s.w.t. "dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk." Wallahu A'lam.

Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata ketika menafsirkan ayat ini: kemudian Allah s.w.t. menjelaskan siapa orang-orang yang sabar yang Dia berikan pujian kepada mereka, Allah s.w.t. berfirman, "(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Innâ lillâhi wa innâ ilaihi râji'ûn" yakni mereka menghibur diri dengan perkataan mereka ini dari musibah yang telah menimpa mereka dan mereka mengetahui bahwa mereka adalah milik Allah yang berwenang penuh dalam bertindak dan mengatur hamba-hambaNya sebagaimana Dia kehendaki, dan mereka mengetahui bahwa tidak terlepas sedikit pun (hingga) sebesar 'inti atom' dariNya pada hari kiamat. Maka hal tersebut memunculkan bagi mereka berupa pengakuan bahwa mereka adalah hamba-hambaNya dan mereka akan kembali kepadaNya di hari akhirat dan karena ini Allah s.w.t. mengabarkan kepada mereka apa yang Dia berikan kepada mereka atas hal itu. Dia berfirman, "Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka." Yaitu pujian dari Allah kepada mereka. Said ibn Jubair berkata, yakni selamat dari siksa, "dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk." Amirul Mu'minin Umar ibn Khattab berkata, paling bagus dua sisi berimbang dan paling bagus bonus. "Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka", ini adalah dua sisi berimbang itu dan "dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk", ini adalah bonus ('ilâwah) yaitu apa yang diletakkan antara dua sisi berimbang itu dan ini adalah tambahan barang angkutan maka demikian juga mereka ini diberikan pahala mereka dan juga ditambahkan lagi untuk mereka.      
[9] Pokok tinjauannya adalah perbedaan pendapat dalam hal apakah Said ibn Musayyab mendengar dari Umar. Sebagian para ulama menetapkan bahwa dia mendengar dari Umar dan sebagian ulama yang lain menyatakan tidak.
[10] Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata (Fathul Bâri, 3/120):
"Maknanya yaitu sebelum mereka mencapai baligh sehingga sempat dituliskan dosa-dosa." Saya kemukakan, dan tambahan "tidak mencapai baligh" terdapat dalam riwayat Muslim halaman 2029 dari riwayat Syu'bah juga, dan juga terdapat dalam riwayat Bukhari (1248) dari hadits Anas r.a. dengan kalimat "tidaklah seorang muslim mendapat musibah kematian tiga orang anak yang belum mencapai baligh kecuali Allah memasukkannya ke dalam surga karena anugrah rahmatNya terhadap mereka." dan al-hanats yaitu baligh dan dewasa (sudah bermimpi) sebagaimana telah lewat.

Dan dikeluarkan oleh Bukhari (1251) dari hadits Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w. dia bersabda, "tidaklah meninggal bagi seorang muslim tiga orang anak lalu dia masuk neraka kecuali menjadi penebus sumpah." Abu Abdillah berkata, "Dan tidak ada seorang pun dari padamu, melainkan mendatangi neraka itu." [(QS. Maryam-[19]:71)].

·       Dan dikeluarkan oleh Bukhari (6424) dari hadits Abu Hurairah r.a. dia berkata, Rasulullah s.a.w. bersabda, "Allah s.a.w. berfirman, Tidak ada bagi hambaKu yang beriman padaKu suatu balasan ketika buah hati kesayangannya dari penduduk dunia meninggal kemudian dia bersabar mengharap pahala, kecuali surga."

·       Dan Ibnu Majah meriwayatkan (1597) dari Hadits Abu Umâmah r.a. dari Nabi s.a.w. dia bersabda, "Allah s.w.t. berfirman, anak Adam (manusia) apabila bersabar dan mengharap pahala ketika goncangan pertama, Aku tidak rela pahala (baginya) kecuali surga." Dan sanadnya hasan.

[11] (penjelasan kata) dir'un yaitu pakaian berupa gamis. Dan dalam riwayat Ahmad: .."karena sesungguhnya wanita meratap apabila tidak bertaubat sebelum dia meninggal dunia, dia akan berdiri pada hari kiamat dengan jubah-jubah dari tembaga yang lumer (ter) kemudian ditimpakan padanya pakaian dari kobaran api neraka." Dan Hakim meriwayatkan juga dengan kalimat: "sesungguhnya pada umatku ada empat perkara dari perkara Jahiliah tidak mereka tinggalkan; berbangga dengan kedudukan, mencemarkan nama baik keturunan, meminta hujan dengan bintang-bintang dan meratapi orang mati. Sesungguhnya wanita yang meratap apabila tidak bertaubat sebelum dia meninggal dunia maka dia akan berdiri pada hari kiamat dengan jubah-jubah dari tembaga yang lumer (ter) kemudian dididihkan kepadanya dengan pakaian-pakaian dari kobaran api neraka."
[12] Daraquthni berbicara tentang sanad riwayat ini, dia berkata (sebagaimana dalam biografi Mamthûr, dia adalah Abu Salâm, dalam al-Tahzîb): "antara mamthûr dan Abu Malik terdapat Abdurrahman ibn Ghanam, dan dikatakan juga bahwa Yahya ibn Abu Katsîr tidak mendengar dari Mamthûr." Dan Imam Nawawi, ketika menguraikan hadits pertama dalam kitab Bersuci dari Sahih Muslim, yaitu hadits (bersuci adalah separuh dari iman), mengutip pernyataan Daraquthni yang intinya terdapat perantara antara Abu Salâm dan Abu Malik al-Ays'ari dan dia adalah Abdurrahman ibn Ghanam.

Saya tegaskan, tetapi di sini (berbeda dengan riwayat pada masalah bersuci), Abu Salâm secara tegas menyebutkan bahwa Abu Malik meriwayatkan hadits kepadanya (dengan cara haddatsana) sehingga derajat hadits adalah sahih dan alhamdulillah. Dan juga Abdurrahman ibn Ghanam adalah terpercaya (tsiqah) sehingga keberadaannya dalam sanad riwayat tidak menciderai derajat hadits. Wallahu A'lam.
[13] Dalam riwayat Bukhari (1299): "kamu tidak melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Rasulullah s.a.w. dan kamu tidak memberikan waktu kepada Rasulullah s.a.w. yang sedang kesusahan." Dan di dalam riwayat Muslim: "Demi Allah, kamu tidak melakukan apa yang diperintahkan oleh Rasulullah s.a.w. kepadamu…"

Imam Nawawi berkata (Syarah Muslim, 2/597):
Maknanya, sesungguhnya kami lalai, tidak melaksanakan apa yang diperintahkan kepadamu untuk mencegah mereka karena kekurangan dan kelalaianmu dan jangan kamu beritahukan kepada Nabi s.a.w. kelalaianmu melakukan hal itu sehingga dia harus mengutus orang selain kamu dan bisa menenangkan diri dari kesusahan. Dan al-'anâ`u dengan mad yaitu kesusahan dan keletihan.

Menurut Saya, makna yang seketika muncul padaku—Wallahu A'lam—bahwa sesungguhnya kamu tidak melakukan yaitu tidak menuangkan tanah ke wajah-wajah mereka karena Nabi s.a.w. tidak mengatakan itu padamu kecuali setelah kamu membuatnya letih dengan pulang pergi dan bolak balikmu sehingga dia mengatakan itu kepadamu karena kesusahan dan keletihan yang bersangatan. Dan Nabi s.a.w. tidak menyangkal perkataan Aisyah tersebut. Dan juga apa yang telah disinggung oleh Nawawi masuk ke dalam makna yaitu karena kelalaian laki-laki itu untuk menyampaikan kepada para wanita apa yang diperintahkan oleh Rasulullah s.a.w. dengan cara yang bijak dan nasihat yang baik. Wallahu A'lam.
[14] Imam Nawawi berkata (Syarah Muslim, 2/585), maknanya bahwa dia dari penduduk Mekkah dan meninggal dunia di Madinah.
[15] (penjelasan kata) perkataannya tus'iduni yaitu membantuku dalam menangis dan meratap, demikian disebutkan oleh Nawawi dan dia berkata, yang dimaksud dengan kampung di sini yaitu dareah dataran tinggi Madinah dan asal kata sha'id adalah apa yang ada di muka bumi.
[16] Imam Nawawi berkata (Syarah Muslim, 2/598), dalam hadits menyatakan pengharaman meratap dan keburukannya yang besar, dan perhatian dengan mengingkarinya dan larangan melakukannya karena meratap membangkitkan kesedihan dan menghilangkan kesabaran dan padanya menyalahi kepasrahan terhadap qadha dan tunduk kepada keputusan Allah s.a.w.
[17]Imam Nawawi berkata: al-Qadhi mengatakan, maknanya tidak menunaikannya dari mereka yaitu para wanita yang melakukan bai'at bersama Ummu Athiah ketika terjadi bai'at itu kecuali lima orang, bukan maknanya bahwa para wanita muslim tidak meninggalkan meratap kecuali lima orang.
[18] Imam Nawawi berkata, hadits ini ditafsirkan sebagai keringanan (rukhshah) terhadap Ummu Athiah khusus kepada keluarga fulan sebagaimana zhahir hadits. Dan tidak boleh meratap bagi selain dia dan juga tidak boleh bagi dia kepada selain keluarga fulan sebagaimana ketegasan hadits. Dan bagi pembuat syariat untuk mengkhususkan dari hadits apa yang dia kehendaki dan ini adalah inti hukum yang benar dalam hadits ini. Dan makna hadits ini masih samar bagi Qadhi Iyâdh dan lainnya dan mereka mengemukakan pendapat-pendapat yang aneh. Dan maksud saya adalah agar waspada jangan sampai tertipu dengannya bahkan sebagian pengikut mazhab Malik mengatakan, meratap tidak diharamkan dengan dalil hadits ini dan cerita istri-istri Ja'far. Dia berkata, yang diharamkan hanya apabila meratap disertai dengan perbuatan-perbuatan jahiliah seperti merobek kantong, mencakar pipi dan seruan jahiliyah. Pendapat yang benar, pertama-tama, apa yang telah kami sebutkan dan meratap secara mutlak haram. Dan ini adalah pendapat seluruh para ulama, dan tidak ada dalil sahih yang mendukung pendapat orang tersebut dengan alasan-alasan yang sudah kami sebutkan. Wallahu A'lam.

Sedangkan al-Hafizh Ibnu Hajar di dalam Fathul Bâri menyebutkan pendapat-pendapat yang lain dan dia juga menyebutkan pengecualian-pengecualian yang lain di mana Nabi mengizinkan kepada beberapa wanita selain Ummu Athiah untuk meratap. Mereka antara lain adalah Khaulah binti Hakim dalam riwayat Ibnu Mardawaihi dan sanadnya masih perlu ditinjau kembali, dan Ummu Salamah al-Anshâriah dalam riwayat Turmudzi dari sanad riwayat Syahar ibn Hausyab dan Syahar diberikan komentar padanya. Dan di antaranya juga riwayat Ahmad dan Thabari dari sanad riwayat Mush'ab ibn Nuh dia berkata, saya menemui salah seorang wanita tua bagi (keluarga) kami termasuk orang yang melakukan bai'at kepada Rasulullah s.a.w. Dia berkata, lalu dia mengambil janji kepada kami.. dan kami tidak melakukan ratapan. Lalu salah seorang wanita tua berkata, "Hai Rasulullah, sesungguhnya orang-orang membantu kami dalam menangis pada musibah-musibah yang menimpa kami dan mereka telah tertimpa musibah maka aku ingin membantu mereka menangis." Dia menjawab, "pergilah dan balaslah mereka." Dia berkata, lalu aku berangkat dan aku balas kepada mereka. Kemudian dia datang dan melakukan baiat kepada Nabi.

Saya katakan (yang berkata Mushtafa): dan Mush'ab ibn Nuh ini tidak diketahui. Dan kesimpulannya bahwa apa yang dipaparkan oleh al-Hafizh hampir tidak bisa dijadikan sandaran tetap. Kemudian al-Hafizh berkata dalam akhir pembahasannya (Fathul Bâri, 8/639): dan jelas dari ini semua kalau jawaban yang paling dekat adalah bahwa meratap pada mulanya dibolehkan kemudian dimakruhkan makruh tanzih kemudian diharamkan. Wallahu A'lam. Demikian perkataan al-Hafizh. Saya tegaskan, kesimpulan sekarang bahwa meratap hukumnya haram dan ini adalah pendapat kebanyakan para ulama. Wallahu A'lam.
[19] (penjelasan kata) qayyin yaitu pandai besi.
[20]  (penjelasan kata) zhi`run yaitu suami dari wanita yang menyusukan. [maka hubungan anak yang disusui dengan suaminya disebut zhi'run].
[21]  Ibrahim yaitu anak Rasulullah s.a.w.
[22]  Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata (Fathul Bâri, 3/174): Ibnu Baththâl berkata, hadits ini menjelaskan tangisan dan kesedihan yang dibolehkan, yaitu tangisan dengan mata berlinang dan kesedihan hati yang lembut tanpa kebencian terhadap keputusan Allah. Dan ini adalah makna yang paling jelas terdapat dalam masalah ini.
[23] Yaitu orang yang membuat dia pingsan karena melayani dan lainnya, demikian dikatakan oleh al-Hafiz, dan dia berkata, kata (keluarganya) gugur dalam kebanyakan riwayat yang ada dan atas ini al-Khattâbi memberikan uraian. Maka boleh saja bahwa yang dimaksud dengan kesedihan (musibah) adalah pingsan karena sakit dan kesusahan. Dan ini diperkuat oleh riwayat Muslim yang menyebutkan dengan kata (dalam pingsannya). Dan al-Turbasyti berkata, ghasyiah yaitu musibah karena kejahatan atau karena sakit atau hal yang tidak diharapkan. Dan yang dimaksud adalah apa yang membuat dia pingsan karena pedihnya sakit yang ia rasakan saat itu, bukan kematian, karena dia setelah itu sadarkan diri dari sakit itu dan hidup setelahnya beberapa masa.
[24] Pada hadits ini menegaskan boleh menangis di depan orang sakit tersebut.
[25] Yaitu daerah dataran tinggi sebagaimana dijelaskan oleh sebagian para perawi.
[26] Al-Hafiz dalam Fathul Bâri berkata: diambil kesimpulan dari hadits bahwa boleh mengaduh karena kasihan kepada orang sakit ketika sekarat dengan seumpama ungkapan Fatimah a.s. (aduhai betapa sakitnya ayah) dan hal itu tidak termasuk sebagai meratap karena Rasulullah s.a.w. membiarkannya melakukan hal itu. Dan sedangkan ungkapannya ketika setelah diambil nyawanya (aduhai ayah.. hingga akhirnya) maka bisa diambil kesimpulan bahwa ungkapan-ungkapan itu, apabila orang yang meninggal benar-benar bersifat demikian maka tidak dilarang menyebutkannya padanya setelah dia wafat. Berbeda apabila itu yang nampak padanya sedangkan yang sebenarnya adalah sebaliknya atau dia tidak bersifat demikian maka termasuk dalam hal yang dilarang. 

Artikel Terkait:

your ad here

comments

0 Responses to "BAB-BAB MASALAH-MASALAH JENAZAH"

Speak Your Mind

Tell us what you're thinking...
and oh, if you want a pic to show with your comment, go get a gravatar!

eNews & Updates

Sign up to receive breaking news
as well as receive other site updates!

Daftar Isi

Loading...