Monday, July 05, 2010

0 DARAH NIFAS


* Menurut sebagian ulama definisi nifas adalah: darah haid yang tidak dapat keluar disaat wanita mengandung, sebab darah tersebut berfungsi mengatur makanan sibayi yang masih berada dalam kandungan. Dan apabila kandungan tersebut telah dilahirkan, maka terputuslah urat pembuluh darah tempat mengalirnya darah. Sehingga ia keluar melalui lubang vagina.

Ada dua ciri yang membedakan darah nifas dari darah haid:
Pertama: darah nifas memakan waktu yang lama.
Kedua: Darah nifas tidak dianggap sebagai 'Iddah, karena firman Allah s.w.t: "Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu idah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya" (Q.S. at-Thalâq: 4)

·        Imam Nawawi r.a telah menukil ijma' yang mengatakan bahwa diwajibkan mandi apabila telah keluar darah haid dan darah nifas.

·        Hukum-hukum lainnya yang berlaku terhadap wanita yang mengeluarkan darah nifas ialah hukum-hukum yang berlaku terhadap wanita haid, seperti kewajiban meninggalkan shalat dan puasa dan ibadah lainnya yang mensyaratkan suci dari haid dan nifas.

·        Rasulullah s.a.w pernah menyebut haid dengan menggunakan kalimat nifas, ketika beliau bertanya kepada wanita yang sedang haid: "apakah kamu telah nifas" sebagaimana yang telah lalu. Wallahu a'lam.

Dibawah ini kami akan memaparkan sebagian perkataan ulama:
* Ibnu Qudâmah r.a berkata –sebagaimana yang disebutkan dalam kitabnya al-Mughni (1/350):
Dan Hukum wanita yang sedang nifas sama dengan hukum yang berlaku terhadap wanita yang sedang haid, baik tentang larangan terhadapnya, maupun kewajiban yang dijatuhkan dari tanggungannya. Dan dalam hal ini kami tidak menemukan perbedaan pendapat dikalangan ulama. Begitupula diharamkan menjima' (sampai memasukan penis kedalam lobang vagina) dan dibolehkan menggaulinya dan bersenang-senang dengan wanita yang sedang nifas (selama tidak sampai kepada jima').

Adapun perbedaan pendapat yang terjadi dikalangan ulama, maka hanyalah tentang apakah diwajibkan membayar kaffarah bagi laki-laki yang menjima istrinya yang sedang nifas. Sebab darah nifas adalah darah haid yang tidak dapat keluar selama masa mengandung, karena ia berubah menjadi makanan bayi yang dikandung. Dan apabila kandungan tersebut telah dilahirkan, dan urat pembuluh darah pun terputus, maka keluarlah darah dari lobang vagina. Oleh sebab itu maka hukum yang berlaku pada darah haid, juga berlaku terhadap darah nifas.

* Nifas juga dibedakan dari haid dalam hal 'iddah seorang wanita. Karena nifas bukanlah standar yang dapat menjadi dasar penghitungan masa iddah seorang wanita. Sebab 'iddah bagi wanita yang mengandung adalah sampai tiba waktu bersalin. Dan nifas juga tidak dapat dijadikan tanda bahwa seseorang telah baligh. Sebab mungkin saja ia telah hamil dan melahirkan sebelum sampai masa balighnya.

Namun alasan terakhir perlu dijadikan bahan kajian yang insya Allah akan kita kupas pada pembahasan mendatang.

* Imam Syaukani r.a berkata, sebagaimana yang disebutkan dalam kitabnya Nail al-Authâr (1/286):
Ulama telah ber ijma' –sebagaimana tentang lalu- bahwa wanita yang sedang nifas hukumnya disamakan dengan wanita yang sedang haid, dalam hal apa yang dibolehkan, apa yang diharamkan, apa yang dimakruhkan dan apa saja yang disunnahkan.


MASA NIFAS

Abu Dâud r.a berkata (hadits 307) :
Diriwayatkan dari Ahmad ibn Yunus, dari Zuhair, dari Ali ibn Abdu al-A'lâ, dari Abu Sahl, dari Massah, dari Ummu Salâmah, beliau berkata: dahulu dizaman Rasulullah saaw wanita-wanita yang nifas menunggu selesai masa haidnya selama empat puluh hari. Saat itu kami membedaki wajah kami dengan sejenis tumbuhan yang berwarna hijau"
(Hadits dha'if)[1]

Hadits ini juga diriwayatkan oleh Abu Dâud r.a, dari Yunus ibn Nâfi', dari Abu Sahl. Imam Turmudzî r.a (hadits 139) dan Ibnu Mâjah r.a (hadits 648)


[1] . Hadits ini dha'if karena terdapatnya Massah diantara salah satu periwayatnya. Az-Zhabi r.a telah mengatakan tentang Massah dalam kitabnya al-Mîzân: Abu Sahl Katsîr ibn Ziyâd telah meriwayatkan dari Massah. Dâruquthnî r.a berkata: Massah tidak dikenal kecuali pada hadits ini saja.

Aku menyimpulkan: jika demikian maka Massah adalah termasuk periwayat yang tidak dikenal. Dan dengan demikian tentunya hadits ini kedudukannya sangat lemah. Begitu pula hadits-hadits lain –yang kami temukan- yang menentukan batas maksimal masa nifas, semuanya sangat lemah. Dan hadits ini sekalipun paling hasan dibandingkan dengan hadits-hadits lainnya, namun tetap saja kedudukannya sangat lemah.

Telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a –sebagaimana yang disebutkan dalam kitab Sunan ad-Darimi- dengan sanad yang shahih, namun mauquf kepada Ibnu Abbas r.a, beliau berkata: wanita yang nifas diharuskan menunggu sampai empat puluh hari.

Aku menambahkan: pendapat ini banyak diikuti oleh para ulama.
·         Imam Turmudzî ra berkata (1/429) :
Para ulama yang terdiri dari sahabat, tabi'in dan ulama selain mereka telah sepakat bahwa wanita yang nifas diwajibkan meninggalkan shalat selama empat puluh hari, kecuali apabila sebelum genap empat puluh hari ia telah melihat tanda-tanda telah bersih. Maka ia diwajibkan mandi dan melaksanakan shalat. Dan apabila telah lewat empat puluh hari, namun darah tersebut masih keluar, maka ulama berpendapat: setelah empat puluh hari berlalu, sekalipun darah tersebut masih keluar wanita tersebut telah diwajibkan mengerjakan shalat, ini adalah pendapat sebagian besar para fuqaha, dan pendapat yang dikatakan oleh Sufyan Tsauri r.a, Abdullah ibn Mubarak r.a, Imam Syafi'I r.a, Imam Ahmad r.a dan Ishâq r.a.

Dan diriwayatkan dari Hasan al-Bashri bahwa beliau berpendapat: apabila setelah empat puluh hari darah tersebut masih keluar, maka ia harus menggenapkannya menjadi lima puluh hari. Bahkah diriwayatkan dari 'Athâ' ibn Abi Rabah dan as-Sya'bî: ia harus menggenapkan enam puluh hari.

Aku menambahkan: ada pendapat keliru yang dinukil oleh Imam Turmudzî r.a dari Imam Syafi'I r.a, dan telah menyebabkan Imam Nawawi r.a merasa heran. Beliau menyebutkan bahwa pendapat yang masyhur menurut mazhab Syafi'I mengatakan: maksimal masa nifas adalah enam puluh hari.

Imam Turmudzî r.a juga keliru telah mengatakan bahwa pendapat tersebut berdasarkan ijma'. Dan untuk uraian yang lebih luas lagi tentang kekeliruan Imam Turmudzî r.a ini, silakan lihat kitab al-Muhalla karya Ibnu Hazm r.a (2/203-207) dan kitab Tafsir al-Qurtubi r.a (3/84)

Adapun tentang minimal masa nifas, maka kami tidak menemukan satu dalilpun yang menentukan batas minimal masa nifas. Akan tetapi apabila wanita tersebut telah yakin bahwa dia telah suci, maka ia diwajibkan mandi dan melaksanakan shalat, serta dibolehkan bagi suaminya untuk menjima'.

Ada sebuah risalah (kitab dalam ukuran kecil) yang ditulis oleh saudara kita seagama yang bernama Abdullah ibn Yûsuf al-Judai' r.a. Dalam risalah tersebut beliau mengumpulkan hadits-hadits tentang penetapan masa nifas. Disana beliau juga mengumpulkan –semoga Allah membalasnya dengan sebaik-baik pembalasan- sanad-sanad hadits (empat puluh hari) -sekalipun kami tidak sependapat dengan nya tentang pernyataan bahwa hadits tersebut kedudukannya hasan. Bahkan perkataan Ibnu Abbas r.a yang beliau jadikan dalil penguat –padahal hadits tersebut mauquf terhadap Ibnu Abbas r.a-. Ada sekitar empat puluh hadits –yang disebutkan dalam risalah tersebut dan semuanya tidak ada  ketegasan bahwa maksimal masa nifas adalah empat puluh hari. Oleh sebab itu kami tidak dapat menganggapnya sebagai riwayat-riwayat yang menguatkan hadits Mussah. Sedangkan sisa hadits-hadits –yang bukan empat puluh hadits tersebut-, semuanya sangat lemah.

Adapun upaya memperkuat hadits Mussah dengan hadits Anas r.a yang dilakukan oleh Syaikh Nâshir ad-Dîn al-Albânî r.a sebagaimana yang disebutkan dalam kitabnya al-Irwâ. Maka upaya tersebut tidak membuahkan hasil. Sebab disyaratkan pada hadits yang dijadikan sebagai penguat jangan sampai kedudukannya sangat lemah –sebagaimana yang selalu dingatkan olah Syaikh sendiri-. Sementara hadits Anas r.a yang dimaksud, kedudukannya sangat lemah.

Kesimpulan tentang penetapan masa –baik minimal maupun maksimal- nifas, sebagai beriku: apabila wanita tersebut telah yakin merasa suci, maka dia diwajibkan mandi, dan melaksanakan shalat. Adapun maksimal masa nifas yang harus ditunggu oleh wanita apabila darah tersebut terus-menerus mengalir dari vaginanya. Maka kami tidak menemukan satu dalil shahih pun yang diriwayatkan dari Rasulullah s.a.w. Akan tetapi jumhur ulama telah berpendapat bahwa maksimal masa haid adalah empat puluh hari, setelah itu ia wajib mandi dan melaksanakan shalat. Namun pendapat ini ditetapkan berdasarkan hadits-hadits yang lemah, sebagaimana yang telah kami jelaskan terdahulu. Maka yang benar adalah; bahwa apabila darah yang masih keluar bentuknya seperti darah nifas -dari segi tabi'at dan warnanya –sebagaimana yang telah kita uraikan pada masalah darah istihâdhah- maka wanita tersebut masih tidak dibolehkan mengerjakan shalat. Dan apabila darah tersebut terputus atau berubah –baik warna, tabi'at dan ciri-ciri lainnya- menjadi darah istihâdhah, maka wanita tersebut telah wajib mandi dan melaksanakan shalat. Wallahu a'lam.

Artikel Terkait:

your ad here

comments

0 Responses to "DARAH NIFAS"

Speak Your Mind

Tell us what you're thinking...
and oh, if you want a pic to show with your comment, go get a gravatar!

eNews & Updates

Sign up to receive breaking news
as well as receive other site updates!

Daftar Isi

Loading...