Imam Muslim r.a berkata (hadits 1209) :
Diriwayatkan dari Hannâd ibn Surâ, Zuhair ibn Harb, dan Utsman ibn Abu Syaibah, semuanya dari 'Abdah. Zuhair berkata: diriwayatkan dari Abdah ibn Sulaiman, dari 'Ubaidillah ibn 'Umar, dari Abdurrahman ibn Qâsim, dari ayahnya, dari Aisyah r.a, beliau berkata: Asmâ' ibnti 'Umais mengeluarkan darah nifas setelah ia melahirkan Muhammad ibn Abu Bakar dibawah sebuah pohon. Maka Rasulullah s.a.w menyuruh Abu Bakar agar menyuruh Asmâ' mandi kemudian memakai kain ihram[1].
(Hadits Shahih)
Hadits ini juga telah diriwayatkan oleh Abu Dâud r.a (no. 143) dan Ibnu Mâjah r.a (2911)
KEBERSIHAN HATI
Ketika membahas dan membicarakan masalah-masalah fiqih ini, kami tidak lupa mengingatkan kepada suatu dasar yang sangat besar, yaitu tentang kebersihan hati. Sebab dia lah yang akan banyak memberikan manfaat kepada orang yang beriman ketika ia telah berhadapan dengan Tuhannya Yang Maha Agung.
Firman Allah s.w.t: "(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati salîm (yang bersih)"[2] (Q.S. as-Syu'arâ': 88-89).
Dan hati yang kembali kepada Allah lah –dengan izin Allah- yang akan mendatangkan surga bagi orang yang memilikinya.
Firman Allah s.w.t: "Dan didekatkanlah surga itu kepada orang-orang yang bertakwa pada tempat yang tiada jauh (dari mereka). Inilah yang dijanjikan kepadamu, (yaitu) kepada setiap hamba yang selalu kembali (kepada Allah) lagi memelihara (semua peraturan-peraturan-Nya). (Yaitu) orang yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sedang Dia tidak kelihatan (olehnya) dan dia datang dengan hati yang bertobat, masukilah surga itu dengan aman, itulah hari kekekalan. Mereka di dalamnya memperoleh apa yang mereka kehendaki; dan pada sisi Kami ada tambahannya". (Q.S. Qâf: 31-35)
Kebersihan hati menuntut untuk mengosongkannya dari akidah dan keyakinan yang batil, atau tunduk kepada syahwat dan kelezatan dunia. Ia juga menuntut agar dihindarkan dari kebodohan dan akhlak yang tidak terpuji. Sebab dia adalah hati yang bersih, sehat, tunduk dan menyerahkan diri kepada tuhan semesta alam. Hati yang tidak dibanjiri oleh kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Hati yang tidak perpukau oleh harta dan keturunan dari ta'at dan kembali kepada Tuhannya. Ia adalah hati yang tersengat rasa takut hanya kepada Allah s.w.t, hati yang bergetar ketika mengingat Allah s.w.t.
Kebersihan badan dan keindahan pakaian bukan suatu hal yang dapat dibanggakan[3], akan tetapi kebersihan hati dan keshalehannya yang akan membuat hidup semakin berarti. Dengan keshalehan hati maka seluruh bagian dari anggota tubuh menjadi baik.
Rasulullah s.a.w bersabda: "yang halal itu sangat jelas dan yang haram itu juga sangat jelas, dan diantara keduanya adalah hal-hal yang meragukan dan tidak diketahui oleh banyak orang. Maka siapa yang menghindari keraguan, berarti ia telah menyelamatakan agama dan kehormatannya. Dan barangsiapa yang terjatuh dalam keraguan, maka ia bagiakan pegembala yang mengembalakan kambingnya disekitar jurang, tentunya sangat hampir ia akan terjatuh kedalam jurang tersebut. Ketahuilah sesungguhnya setiap kerajaan pasti memiliki pertahanan. Dan sesungguhnya pertahanan Allah yang ada dibumi-Nya adalah larangan-larangannya. Ketahuila sesungguhnya dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging yang apabila ia baik maka baik pulalah seluruh jasad, dan apabila ia rusak maka rusak pulalah seluruh jasad. Ketahuilah ia adalah hati".
Hati lah yang menjadi tempat Allah s.w.t memandang. Sebab Allah s.w.t hanya memandang kepada hati dan perbuatan, bukan kepada lahiriyah ataupun jasad.
Rasulullah s.a.w bersabda: "sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa dan harta kalian, akan tetapi Allah hanya memandang kepada hati dan perbuatan kalian"[4]
Namun masalah hati adalah urusan Allah s.w.t. Dialah satu-satunya yang mengetahui apa yang terjadi didalam hati. Hanya Dialah yang mengetahui segala rahasia yang tersembunyi, dia juga mengetahui yang nampak dan yang nyata. Maka adalah suatu kewajiban untuk membersihkan hati, mengikis kerat-kerat dosa yang telah mengotorinya. Hal ini tentunya membutuhakan kepada penjelasan penyebab-penyebab yang dapat merusak hati, agar setiap orang dapat membersihkan hati dan raganya dari segala yang mengotori dan merusak kejernihan tersebut.
Dibawah ini adalah sebagian penyebab yang dapat merusak hati;[5]
Pertama: Syirik (mensekutukan) kepada Allah s.w.t, dengan segala bentuknya, seperti menyakini manfaat dan mudharat dapat dicari selain dari Allah s.w.t, memutuskan hukum bukan berdasarkan syari'at Allah s.w.t, atau malah mengadopsi syar'at yang bukan datang dari-Nya, meminta pertolongan, bantuan dan madad (uluran tangan) bukan kepada Allah s.w.t. Maka hati pun masih selalu tidak tenang, tergoncang, diselimuti rasa takut, tidak merasakan kestabilan selama orang yang memilikinya masih mensekutukan Allah s.w.t.
Firman Allah s.w.t: "Akan Kami masukkan ke dalam hati orang-orang kafir rasa takut, disebabkan mereka mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah sendiri tidak menurunkan keterangan tentang itu. Tempat kembali mereka ialah neraka; dan itulah seburuk-buruk tempat tinggal orang-orang yang lalim" (Q.S. Âl 'Imrân: 151)
* Dan diwajibkan terhadap setiap orang Islam agar membersihkan hatinya dari syirik khafi (tidak kelihatan), yaitu; sifat ria yang mengakibatkan orang yang memiliki hati yang bersifat demikian, kecelakaan dan runtuhnya amal perbuatan yang baik.
Apakah bermanfaat tubuh yang bersih dan pakaian yang indah, namun orangnya termasuk penduduk neraka?! Manfaat apakah yang akan didapatkan dari kebersihan badan dan keindahan pakaian, sementara amal baik orang tersebut batil (sia-sia)
Firman Allah s.w.t dalam sebuah hadits al-Qudsy: "aku adalah orang yang paling kaya yang tidak membutuhkan kepada teman yang disekutukan dengan ku. Dan barangsiapa yang berbuat demi aku dan orang selain aku, maka ia aku tinggalkan bersama orang yang ia sekutukan".
Rasulullah s.a.w juga bersabda: "sesungguhnya orang pertama yang menghadap kepengadilan Allah s.w.t dihari kiamat nanti adalah seorang laki-laki yang jatuh dimedan perang. Ia didatangkan kemudian ia diperkenalkan dengan segala nikmat yang telah ia dapatkan selama didunia. Maka Allah bertanya: apa saja yang telah kamu lakukan selama didunia? Ia berkata: aku berperang membela-Mu sampai akhirnya aku jatuh dimedan perang. Allah berkata: kamu bohong, kamu berperang agar kamu dibilang pemberani. Dan itu telah kamu dapatkan. Kemudian Allah merintahkan agar orang tersebut diseret dengan muka mencium tanah, sampai akhirnya dilemparkan kedalam neraka.
Kemudian dipanggilah orang yang menuntut ilmu, dan mengajarkannya kepada orang lain, ia juga suka membaca al-Qur'an. kemudian ia diperkenalkan dengan segala nikmat yang telah ia dapatkan selama didunia. Maka Allah bertanya: apa saja yang telah kamu lakukan selama didunia? Orang tersebut menjawab: Aku telah menuntut ilmu dan mengajarkannya dan aku juga sering membaca al-Qur'an demi Engkau. Maka Allah s.w.t berkata: kamu bohong, akan tetapi kamu menuntut ilmu agar disebut sebagai orang yang alim, dan kamu membaca al-Qur'an agar disebut orang sebagai Qari', sesungguhnya apa yang kamu inginkan telah kamu dapatkan. Maka Allah pun memerintahkan menyingkirkannya, sehingga ia diseret dengan posisi wajah menempel diatas tanah, lalu dilemparkan kedalam api neraka.
Lalu dihadapkan lagi seorang laki-laki yang telah dilimpah luahkan harta kekayaan oleh Allah s.w.t, setelah ia menghadap dan diperkenalkan dengan segala nikmat yang telah ia dapatkan selama didunia, maka gilaran Allah berkata: apakah yang telah kamu perbuat selama didalam dunia? Orang kaya tersebut menjawab: karena-Mu aku telah menafkahkan kepada seluruh jalan yang engkau perintahkan. Allah s.w.t menjawab: kamu bohong, akan tetapi kamu melakukan semua itu agar dikatakan orang: dia adalah orang yang sangat pemurah, dan sebutan itu telah kamu dapatkan. Kemudan Allah merintahkan agar menyingkirkan orang kaya tersebut, sehingga ia diseret dengan posisi muka keatas tanah, lalu dilemparkan kedalam api neraka"[6]
Kedua: berpaling dari kebenaran dan mengikuti bukan jalannya orang-orang yang beriman, serta suka melakukan dan menimbulkan hal-hal yang bid'ah.
Firman Allah s.w.t: "Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka; dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang fasik" (Q.S. as-Sâff: 5).
Dari firman-Nya: "Sesudah itu mereka pun pergi. Allah telah memalingkan hati mereka disebabkan mereka adalah kaum yang tidak mengerti"[7] (Q.S. at-Taubah: 127)
Ketiga: Dendam dan kedengkian terhadap orang-orang yang beriman.
Oleh karena itu diantara doa yang dimohonkan oleh orang-orang shaleh, adalah: "Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman". (Q.S. al-Hasyar: 10)
Keempat: Kemaksiatan dengan segala bentuknya.
Firman Allah s.w.t: "Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka" (Q.S. al-Muthaffifîn: 14)
Rasulullah s.a.w bersabda: [8]"sesungguhnya apabila seorang hamba telah melakukan sebuah kesalahan, maka teribintiklah pada hatinya sebuah bintik hitam. Dan apabila ia menghentikan perbuatan tersebut, bertaubat dan meminta ampun kepada Allah s.w.t maka hatinya kembali berkilau, namun jika hamba tersebut meneruskan kesalahan tersebut, maka bintik hitam tadi bertambah besar, sampai akhirnya menutupi seluruh permukaan hati. Dan itulah penutup hati yang disebutkan dalam firman Allah s.w.t: " Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka"[9] (Q.S. al-Muthaffifîn: 14)
* Rasulullah s.a.w bersabda[10]: "melekatnya al-fitan (perbuatan dosa) pada hati, bagaikan tikar dari rotan yang yang teranyam satu persatu dari bilah rotan, sehingga –dengan terus menerus dianyam- jadilah sebuah tikar yang lebar. Maka hati manapun yang masuk kedalamnya al-fitan tersebut, maka akan meninggalkan noda hitam pada hati tersebut. dan hati manapun yang mengingkari (menolak) al-fitan tersebut maka, pada hati itu tertinggal noda putih. Maka terbentuklah dua jenis hati. Hati yang putih bagaikan batu yang licin, hati seperti ini tidak akan rusak dan dimudharatkan oleh fitnah selama umur langit dan bumi. Sedangkan yang satunya adalah hati yang hitam mengkilat bagaikan cangkir cubung yang miring, ia tidak pernah mengenal kebajikan dan juga tidak menolak kemungkaran. Ia hanya meminum hawa nafsunya.
Kelima: Membatalkan janji.
Dengan membatalkan janji hati akan menjadi keras. Firman Allah s.w.t: "(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuk mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu" (Q.S. al-Mâ'idah: 13)
Keenam: Menyembunyikan kesaksian.
Firman Allah s.w.t: "dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barang siapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan". (Q.S. al-Baqarah: 283)
Ketujuh: Tunduknya wanita dalam berbicara.
Oleh sebab itu Allah s.w.t memerintahkan kepada kaum wanita agar tidak tidak tunduk dalam berbicara.
Firman Allah s.w.t: "Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik". (Q.S. al-Ahzâb: 32)
Yang telah kita sebutkan diatas adalah factor-faktor yang dapat menyebabkan hati menjadi rusak.
Adapun factor-faktor yang dapat menguatkan dan membersihkan hati antara lain;
1. Beriman kepada Allah s.w.t, ridha terhadap keputusannya dan sabat atas segala ujiannya.
Firman Allah s.w.t: "Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya". (Q.S. at-Taghâbun: 11).
Dan sabda Rasulullah s.a.w: "orang-orang yang beriman sungguh sangat menakjubkan, semua perkara yang ia hadapi adalah baik, tidak ada orang yang mampu bersikap seperti itu kecuali orang yang beriman. Apabila ia mendapatkan kesenangan ia bersyukur. Maka hal itu sangat baik baginya. Dan apabila ia ditimpa musibah, ia bersabar. Dan hal itu juga sangat baik baginya".[11]
2. Banyak berzikir (mengingat) kepada Allah s.w.t.
Firman Allah s.w.t: "(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram. Orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka kebahagiaan dan tempat kembali yang baik".[12] (Q.S. ar-Ra'ad: 28-29).
Dan firman Allah s.w.t: " kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah" (Q.S. az-Zumar: 23)
3. Ilmu agama (maksudnya adalah ilmu tentang al-Qur'an dan Hadits Rasulullah s.a.w).
Dengan ilmu tersebut orang yang beriman akan terbangun dari kelupaannya, ia akan menjadi cerdas, ia akan menjadi gladiator yang selalu berjihad melawan hawa nafsunya. Apabila hatinya mulai ternoda oleh dosa, iapun bersegera mengucapkan istighfar, meminta ampun kepada Allah s.w.t dan meminta maaf kepada orang yang bersangkutan, agar noda yang sempat melekat pada hatinya luntur dengan kalimat istighfar tersebut.
Sebagai contoh pengaruh ilmu agama terhadap salah satu factor yang menyebabkan hati menjadi rusak, misalnya sifat iri dengki.
Apabila seorang muslim menyadari bahwa dengan iri dengki terhadap orang lain, berarti ia telah memprotes qadha dan qadar yang telah Allah tetapkan. Sebab Dialah yang telah membagi kan rizki, Dia-lah yang memberi dan Dia jugalah yang tidak memberi. Dia-lah yang telah memberikan kemuliaan dan Dia jugalah yang telah menimpakan kehinaan. Dia berikan kerajaan kepada orang yang Ia kehendaki, dan Dia jugalah yang telah mencabutnya dari orang yang Ia hendaki. Dia yang telah memberikan –kepada orang yang Ia kehendaki- anak perempuan dan Dia juga yang telah memberikan –kepada orang yang Ia kehendaki- anak laki-laki, atau memberikan kepada orang yang Ia kehendaki anak kembar laki-laki dan perempuan. Dan Dia juga yang telah menjadikan sebagian wanita dalam keadaan mandul.
Apabila seorang Muslim tersebut mengetahui dan menyadari hal tersebut, maka hatinya akan yakin bahwa dengan ke iriannya terahadap orang Islam lainnya, berarti ia telah memprotes pembagian dan ketentuan Allah s.w.t. dengan demikian maka hatinya menjadi sadar, sehingga ia tidak akan iri terhadap orang lain. Maka Allah s.w.t –sebagai imbalan- menjadikan hatinya bersih, hati yang tidak tertimbun oleh dosa-dosa yang diakibatkan oleh sifat hasad (iri)
· Apabila orang yang bersifat hasad mengetahui dan menyadari bahwa ia tidak berbeda dengan orang-orang musyrik. Sebab orang-orang musyrik sangat mengangan-angankan lenyapnya kebaikan dari orang-orang yang beriman, dan turunnya bala, siksa, penyakit kepada mereka, menjamurnya kekejian diantara mereka dan dengan terang-terangan mereka melakukannya
Apabila ia mengetahui bahwa orang-orang musyrik hasad kepada Rasulullah s.a.w terhadap kenabian yang telah dianugrahkan Allah. Sehingga mereka berkata: " "Mengapa Al Qur'an ini tidak diturunkan kepada seorang besar dari salah satu dua negeri (Mekah dan Taif) ini?" (Q.S. az-Zukhruf: 31).
Dan –sesungguhnya- Allah s.w.t menjawab perkataan tersebut dengan firman-Nya: "Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebahagian yang lain beberapa derajat, agar sebahagian mereka dapat mempergunakan sebahagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan". (Q.S. az-Zukhruf: 32)
Apabila orang Islam mengetahui hal tersebut, dan ia juga mengetahui hadits Rasulullah s.a.w: "barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk salah satu dari mereka". Pastilah ia akan sadar dan tidak akan menyerupai orang-orang musyrik. Dan dari sini ia sadar dan akan menjauhi sifat hasad terhadap orang-orang yang beriman lainnya. maka hatinya menjadi baik, bersih dan mengkilat.
* Apabila orang yang bersifat hasad mengetahui dan meyakini bahwa dia tidak berbeda dengan syaitan dan telah memenuhi panggilan iblis. Sebab sesungguhnya syaitan lah yang selalu berangan-angan agar segala nikmat terhapus dari orang-orang yang beriman, dan mengangan-angankan nasib mereka terjerumus kedalam neraka.
Apabila hal ini diketahui oleh orang yang bersfat hasad, bahwasanya dengan menghasad terdahap orang yang beriman, berarti ia telah memenuhi panggilan iblis, memuaskan keinginan dan memberikan kepadanya apa yang ia harapkan, pastilah orang tersebut akan berhenti iri hati dan bersegera bertaubat, serta mendoakan hal-hal yang baik untuk orang-orang yang beriman, dan mengharapkan agar kebaikan senantiasa bersama mereka. Dengan demikian maka hatinya menjadi putih dan amal perbuatannya pun membawa berkah.
* Apabila orang yang bersifat iri hati mengetahui, bahwa dengan bersifat hasad terhadap orang-orang yang ada disekitarnya akan mendatangkan kebencian dan kemurkaan dari Allah s.w.t. sesungguhnya tidak ada kebencian dan kemurkaan yang lebih besar dan lebih berbahaya dari kebencian dan kemurkaan Allah s.w.t –semoga Allah selalu memelihara kita dan umat Islam dari hal yang demikian.
Dan apabila orang yang bersifat hasad mengetahui bahwa sesungguhnya apabila Allah s.w.t telah membenci seorang hamba, maka Ia akan berseru kepada malaikat Jibril a.s: sesungguhnya aku telah membenci si pulan, maka hendaklah kamu juga membencinya. Maka malaikat Jibril a.s pun ikut membenci, lalu ia (Jibril) berseru kepada penduduk langit: sesungguhnya Allah s.w.t telah membenci si pulan, maka hendaklah kalian membencinya. Lalu penduduk langitpun membenci orang yang telah dibenci Allah s.w.t dan malaikat Jibril a.s. apabila orang yang bersifat hasad mengetahui semua ini, pastilah ia akan bertaubat, dan bersegera kembali kepada Tuhannya, serta mengucapkan istighfar dan meminta ampun dari kesalahan, karena telah meng hasad kepada orang-orang yang beriman.
* Apabila orang yang bersifat hasad mengetahui bahwa sifat tersebut akan mendatangkan kebencian orang terhadapnya, ketika mereka mengetahui bahwa ia sangat mengharapkan hilangnya ni'mat dari mereka. Maka merekapun membenci dan tidak menyukainya, sebagaimana dia tidak menyukai mereka. Dan mereka akan murka kepadanya sebagaimana ia murka kepada mereka. Mereka juga mengangan-angankan hilangnya ni'mat darinya sebagaimana ia mengharapkan hilangnya ni'mat dari mereka. Apabila orang tersebut mengetahui hal ini, pastilah ia akan menjauhi sifat hasad. Dengan demikian maka hatinyapun menjadi bersih.
* Apabila orang yang bersifat hasad mengetahui bahwa sifat tersebut tidak akan memudharatkan terhadap orang lain, bahkan ia akan mendatangkan benca terhadap dirinya sendiri. Karena sesungguhnya Allah s.w.t lah yang telah memberikan dan membagi rizki kapada manusia. Sementara orang yang hasad akan selalu berada dalam kepedihan. Ketika Allah s.w.t memberikan ke'afiatan dan kemuliaan kepada orang yang Ia kehendaki, saat itu orang yang berifat hasad masih dan akan selalu merasa cemas dan gelisah. Disaat Allah s.w.t memberikan kepada orang yang Ia kehendaki keturunan laki-laki dan perempuan, sementara itu orang yang bersifat hasad masih dalam kesusahan dan kesengsaraan yang selalu berkelanjutan. Manakala Allah s.w.t mengangkat dan menambah kehormatan dan kedudukan para hamba-Nya, maka orang yang bersifat hasad semakin merasa hina dan terkucilkan. Apabila orang yang bersifat hasad mengetahui hal ini. Tentunya ia tidak akan meng hasad terhadap hamba Allah, dan iapun akan dapat tidur tanpa sedikitpun terdapat kedengkian dihatinya.
· Seandainya orang yang bersifat hasad mengetahui bahwa perumpamaan dirinya dengan orang yang ia hasadkan. Bagaikan seorang laki-laki yang mengambil sebongkah batu untuk dilemparkan kewajah orang lain, lalu dengan sekuat tenaga ia melemparkan batu tersebut kearah wajah orang itu. Namun orang yang dituju dapat mengelak dari lemparan tersebut sehingga batu itu terbalik mengenai orang yang melemparkannya. Maka bertambahlah kemarahan orang yang melempar, dan iapun mengambil lagi batu yang lain, lalu dengan kekuatan yang lebih ia melemparkannya kembali kearah orang yang dianggap sebagai musuh. Namun lagi-lagi sasaran yang dituju dapat mengelakan diri dan batu itupun terbalik mengenai orang yang melemparkannya. Untuk yang kedua kalinya kemarahan orang yang melempar semakin mendidih, lalu ia mengambil batu yang lebih besar lagi, dan dengan kemarahan yang berkobar dan sekuat tenaga ia melemparkan batu besar itu keatas kepala orang yang dia anggap sebagai musuh. Lagi-lagi musuh dapat mengelak dari timpaan batu besar itu, sehingga ia mengenai kepala orang yang melemparkannya dan membuat matanya tercongkel dengan kepala yang telah remuk. Sementara orang yang dilemparkan batu kearahnya dalam keadaan utuh sedikitpun tidak terluka.
Firman Allah s.w.t: "rencana yang jahat itu tidak akan menimpa selain orang yang merencanakannya sendiri" (Q.S. Fâthir: 43),
Dan firman-Nya: "Bagi mereka azab dalam kehidupan dunia dan sesungguhnya azab akhirat adalah lebih keras dan tak ada bagi mereka seorang pelindung pun dari (azab) Allah" (Q.S. ar-Ra'ad: 34), dan Firman-Nya lagi: "Dan sesungguhnya azab pada hari akhirat lebih besar kalau mereka mengetahui." (Q.S. az-Zumar: 26)
Apabila orang yang bersifat hasad mengetahui semua hal ini, nicya ia akan takut, sadar dan berhenti dari sifat tersebut, dan iapun akan bersegera mengucapkan istighfar meminta ampun kepada Allah. Yang mana dengan demikian hatinya pun menjadi bersih, hilang lah segala noda yang mengotori hati.
Dari sini nampaklah faedah ilmu-ilmu agama untuk membersihkan hati. Namun semua yang kami sebutkan diatas hanyalah sebagai misal diantara contoh-contoh yang tidak terhingga. Dan hanya orang-orang yang mengetahuinya sajalah yang akan merasakannya.
- Memohon ketetapan dan kekuatan iman kepada Allah s.w.t.
Karena sesungguhnya ada seseorang yang beramal dengan perbuatan para penduduk surga, sehingga jarak antara surga dan orang tersebut hanya sebatas satu siku. Namun kerana janji dirinya telah mendahului, akhirnya –dipenghujung usianya- ia melakukan perbuatan penduduk neraka. Dan iapun memasukinya.
Oleh sebab itu diantara doa orang-orang beriman yang memiliki hati dan pengetahuan agama yang dalam adalah: "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami". (Q.S. Âl 'Imrân: 8).
Dan Rasulullah s.a.w sering memperbanyak mengatakan: "Wahai Allah yang dapat membolak-balikan hati, tetapkanlah hatiku berada diatas agamamu"[13].
Bahkan sumpah yang sering diucapkan Rasulullah s.a.w adalah dengan mengatakan: "tidak.. demi Tuhan yang dapat membolak-balikan hati manusia".[14]
Dan dalam doa Rasulullah s.a.w juga sering mengucapkan: "…dan bersihkanlah hatiku dari kesalahan, sebagaimana baju yang putih yang telah dibersihkan dari noda"[15].
Sabda Rasulullah s.a.w: "sesungguhnya semua hati anak Adam (manusia) berada diantara dua jari dan jari jemari ar-Rahman (Allah s.w.t), semuanya bagaikan satu buah hati yang dengan mudah Allah s.w.t mengarahkannya sesuai dengan kehendak-Nya". Kemudian Rasulullah s.a.w berkata: "Ya Allah.. Maha menguasai seluruh hati, arahkanlah hati kami untuk selalu ta'at kepada-Mu".[16]
Dan diatara doa orang-orang yang beriman adalah: "dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman". (Q.S. al-Hasyar: 10).
Bahkan diantara anjuran Rasulullah s.a.w kepada umatnya ketika berdoa, -sebagaimana yang disebutkan dalam sabda Beliau: "… tidak ada seorangpun yang ditimpa oleh kesedihan dan kecemasan, lalu ia berdoa: "Ya Allah.. sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, anak dari hamba-Mu (ayah), anak dari hamba-Mu (ibu). Diriku berada dalam kekuasaan-Mu, keputan dan ketetapan-Mu pasti terjadi pada diriku, Adil qadha-Mu untuk diriku… aku memohon kepada-Mu dengan segenap asma-Mu yang telah Engkau namakan zat-Mu dengannya, atau yang telah Engkau beritahukan kepada salah satu ciptaan-Mu, atau yang telah Engkau wahyukan dalam kitab-Mu, atau yang Engkau rahasiakan pada alam Ghaib-Mu.. jadikanlah al-Qur'an dapat membuat hatiku bersemi, cahaya dadaku (hati), pengusir kesedihanku, penghapus kecemasan.. pastilah Allah s.w.t akan menghilangkan kecemasan dan kesedihannya. Dan Allah menggantkan kesedihan tersebut dengan jalan keluar yang baik. Periwayat berkata: lalu ada orang yang berkata kepada Rasulullah s.a.w: wahai Rasulullah apakah kami harus mempelajarinya? Rasulullah s.a.w menjawab: "ya.. seyogianya bagi orang yang mendengar doa tersebut agar mempelajarinya"[17]. Dalam doanya Rasulullah s.a.w juga sering membaca: "… Ya Allah… jadikanlah dalam hatiku…"[18]
5. Senantiasa memperbanyak mengucapkan istighfar dan meminta ampun kepada Allah.
Oleh sebab itu Rasulullah s.a.w: "sesungguhnya hati ku tertutup dengan al-ghainu. Dan sesungghunya aku meminta ampun kepada Allah pada setiap harinya sebanyak seratus kali"[19].
Dan firman Allah s.w.t yang ditujukan kepada istri-istri Rasulullah s.a.w, manakalah hati mereka telah condong dan mendengarkan: "Jika kamu berdua bertobat kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan" (Q.S. at-Tahrîm: 4)
* Rasulullah s.a.w bersabda: "sesungguhnya apabila seorang hamba telah melakukan sebuah kesalahan, maka teribntiklah pada hatinya sebuah bintik hitam. Dan apabila ia menghentikan perbuatan tersebut, bertaubat dan meminta ampun kepada Allah s.w.t maka hatinya kembali berkilau, namun jika hamba tersebut meneruskan kesalahan tersebut, maka bintik hitam tadi bertambah besar, sampai akhirnya menutupi seluruh permukaan hati. Dan itulah penutup hati yang disebutkan dalam firman Allah s.w.t: " Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka"[20] (Q.S. al-Muthaffifîn: 14)
6. Memohon perlindungan kepada Allah s.w.t dari hati yang tidak pernah merasa takut kepada-Nya.
Sesungguhnya dalam doa, Rasulullah s.a.w sering mengucapkan: "Ya Allah.. sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari Ilmu yang tidak membawa manfa'at, dan dari hati yang tidak pernah merasa takut kepada-Mu, dan dari hawa nafsu yang tidak pernah puas, dan dari doa yang tidak dikabulkan"[21].
Dan diatara doa yang diajarkan Rasulullah s.a.w kepada sebagian sahabatnya, agar mereka berlindung kepada Allah s.w.t dari kejahatan hati, dengan perkataan beliau: "berdo'alah: "Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan pendengaranku, dan dari kejahatan kejahatan pandangan mataku, dan dari kejahatan hatiku serta dari kejahatan air maniku".[22]
7. Sering menghadiri majlis zikir dan siraman rohani, serta senang mendekati orang-orang yang shaleh.
Sebab menghadiri majlis zikir dan siraman rohani dapat melembutkan hati, sebagaimana yang dikatakan oleh al-'Irbâdh ibn Sâriyah r.a: suatu hari Rasulullah s.a.w pernah mengerjakan shalat bersama kami, setelah selesai shalat Beliau menghadap kearah kami, lalu memberikan nasehat dan siraman rohani sehingga tak terasa air mata kami berkucuran –membasahi pipi-, dan hati pun bergetar. Lalu ada seseorang yang berkata: "wahai Rasulullah… aku merasakan seakan-akan ini adalah nasehat terakhir darimu, maka janji apakah yang akan engkau harapkan dari kami? Rasulullah s.a.w berkata: aku mewasiatkan kepada kalian agar selalu bertakwa kepada Allah, mendengar dan ta'at -kepada pemimpin- sekalipun ia adalah seorang budak yang berkulit hitam. Sebab siapapun diantara kalian yang masih hidup setelah aku –meninggal dunia-, maka ia akan melihat banyaknya perpecahan. Oleh sebab itu maka hendaklah kalian berpegang dengan Sunnahku, dan sunnah Khulafâ a-Râsyidîn (para pemimpin yang arif) yang mendapat petunjuk dari Allah dan merekapun memberikan bimibngan -terhadap rakyat-. Berpeganglah dengannya, gigitlah dengan gigi geraham (pribahasa yang menunjukan pegangan yang sangat kuat). Jauhilah hal-hal baru (yang bukan dari agama Islam) sebab setiap hal yang baru adalah bid'ah, dan setiap bid'ah adalah sesat"[23]
* Begitupula, sesungguhnya majlis zikir dapat memberikan pengaruh untuk memperbaiki hati dan menghilangkan kesusahan. Imam Bukhari r.a telah meriwayatkan (6408) dari hadits Abu Hurairah r.a, beliau berkata: Rasulullah s.a.w bersabda: "Sesungguhnya Allah s.w.t memiliki malaikat yang berkeliling dijalan-jalan, mereka mencari orang-orang yang senang berzikir kepada Allah s.w.t. apabila malaikat tersebut telah menemukan suatu kelompok manusia yang berzikir kepada Allah, maka mereka berseru: kemarilah, disini terdapat apa yang kalian cari. Maka malaikat-malaikat tersebut meliputi mereka dengan sayap-sayapnya hingga sampai kelangit. Rasulullah s.a.w berkata: "maka Allah s.w.t pun menanyakan kepada para malaikat tersebut –meskipun Dia lebih tahu dari mereka-: apa yang diucapkan oleh hamba-hamba-Ku?. Rasulullah s.a.w berkata: malaikat menjawab: mereka bertasbih (mensucikan) kepada-Mu, merka bertakbir (membesarkan) kepada-Mu, mereka memuji-Mu, dan mereka mengagungkan-Mu. Rasululah s.a.w berkata: Allah s.w.t bertanya kepada malaikat: apakah mereka telah melihat-Ku? Rasulullah s.a.w berkata: para malaikat menjawab: tidak.. mereka tidak pernah melihat-Mu. Rasulullah s.a.w berkata: Allah s.w.t bertanya: bagaimanakah seandainya mereka melihat Aku? Rasulullah s.a.w berkata: para malaikat menjawab: seandainya hamba-hamba-Mu dapat melihat-Mu, meraka akan tambah giat beribadah dan semakin mengagungkan dan mensucikan-Mu. Rasulullah s.a.w berkata: Allah s.w.t bertanya kepada para malaikat: apa yang mereka pinta dari-Ku? Rasulullah s.a.w berkata: para malaikat menjawab: mereka meminta surga-Mu. Rasulullah s.a.w berkata: Allah s.w.t bertanya kembali: apakah mereka telah melihatnya? Rasulullah s.a.w berkata: malaikat menjawab: tidak.. dengan Engkau mereka tidak pernah melihatnya. Rasulullah s.a.w berkata: Allah bertanya: bagaimana seandainya mereka telah melihat surga-Ku? Rasulullah s.a.w berkata: malaikat menjawab: seandainya mereka telah melihatnya, pastilah mereka semakin bersemangat, meminta dan menginginkannya. Rasulullah s.a.w berkata: Allah bertanya lagi kepada para malaikat: dari apa mereka meminta perlindungan kepada-Ku? Rasulullah s.a.w berkata: malaikat menjawab: mereka berlindung kepada-Mu dari neraka-Mu. Rasulullah s.a.w berkata: Allah s.w.t bertanya: apakah mereka pernah melihatnya? Rasulullah s.a.w berkata: malaikat menjawab: tidak dengan Engkau mereka tidak pernah melihatnya. Rasulullah s.a.w berkata: Allah bertanya: bagaimana seandainya mereka telah melihatnya? Rasulullah s.a.w berkata: malaikat menjawab: seandainya mereka sebelumnya pernah melihat neraka-Mu, pastilah mereka semakin jauh lari dan takut darinya. Rasulullah s.a.w berkata: Allah s.w.t berkata kepada para malaikat tersebut: Aku jadikan kalian sebagai saksi, bahwa sesungguhnya Aku telah mengampuni dosa-dosa mereka. Rasulullah s.a.w berkata: maka salah seorang malaikat berkata: diantara mereka terdapat si Pulan, dia bukan termasuk diantara mereka, sebab ia datang hanya kerena ada keperluan lain. Maka Allah berakta: mereka semua duduk saling berdampingan, dan orang yang berdampingan dengan orang-orang shaleh, maka ia tidak akan celaka".
*. Imam Muslim r.a juga meriwayatkan (2750) dari hadits Hanzalah al-Usaidî r.a, ia berkata: aku pernah ditemui oleh Abu Bakar r.a, beliau berkata: Bagaimana kabarmu wahai Hanzalah? Periwayat berkata: aku (Hanzalah) menjawab: Maha suci Allah! Abu Bakar bertanya: apa yang kamu katakan?! Hanzalah berakata: aku menjawab: tadi kami mendengarkan peringatan Rasulullah s.a.w tentang neraka dan surga, sehingga seakan-akan kami telah melihatnya dengan mata kepala. namun setelah kami keluar –dari majlis nasehat- kami asik mengurusi anak istri dan lapangan kerja, sehingga banyak telah terlupakan oleh kami. Abu Bakar ra berkata: demi Allah mari kita menghadiri kembali pertemuan tersebut (majlis nasehat). Maka akupun bersama Abu Bakar pergi sampai ketika kami telah masuk kedalam mesjid, aku berkata: Hanzalah telah munafik wahai Rasulullah! Maka rasulullah s.a.w bertanya: apa yang kamu maksudkan dari perkataanmu? Aku menjawab: wahai Rasulullah.. tadi kami bersamamu mendengarkan nasehat dan peringatan tentang neraka dan surga, sehingga kami seakan-akan melihatnya langsung dengan mata kepala. namun setelah kami keluar meninggalkanmu, kami disibukan oleh urusan anak, istri dan lapangan kerja, sehingga banyak yang telah terlupakan oleh kami. Maka Rasulullah s.a.w berkata: Demi Allah yang aku berada dalam kekuasaan-Nya, seandainya kalian dapat melakukan secara kontinyu suasana ketika kalian bersamaku dan ketika berzikir, niscaya para malaikat akan selalu menyapa (berjabat tangan) kalian dari atas kasur sampai kalian berada tempat umum. Akan tetapi wahai Hanzalah sesaat demi sesaat"[24] (ucapan ini diulangi oleh Rasulullah s.a.w sebanyak tiga kali)
8. Menjauhkan dan menghindarkan syubhat (hal yang menimbulkan keragu-raguan) dari orang-orang yang beriman, sehingga hati dan jiwa mereka menjadi suci.
Telah diriwayatkan oleh Imam Bukhar r.a (2035) dari hadits Ummu al-Mu'minîn Shafiyyah binti Hayyin r.a, beliau berkata: sesugguhnya ia telah datang kepada Rasulullah s.a.w, menjenguk Beliau yang sedang beri'tikaf didalam mesjid pada sepuluh hari penutup bulan Ramadhan. Sesaat Ia bebicara disamping Beliau, kemudian bangkit dan berpaling. Maka Rasulullah s.a.w berdiri bersamanya. Disaat Shafiyyah hampir sampai kepintu mesjid, disamping pintu Ummu Salâmah, tiba-tiba lewat dua orang laki-laki dari al-Anshar, keduanya mengucapkan salam kepada Rasulullah s.a.w. Maka Rasulullah s.a.w berkata kepada keduanya: kalian berdua pelanlah! (jangan tergesa-gesa mengambil kesimpulan) wanita ini tidak lain adalah Shafiyyah ibnti Hayyin. Keduanyapun berkata: Maha suci Allah, wahai Rasulullah. Hal tersebut terasa besar dihati mereka berdua. Kemudian Rasulullah s.a.w berkata: sesungguhnya syaitan telah mengalir didalam darah manusia, dan sesungguhnya aku khawatir akan terlintas sesuatu dalam benak kalian".
9. Menghindar dan menjauhkan diri dari tempat-tempat fitnah[25].
Firman Allah s.w.t: "Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi Hâtimu dan hati mereka". (Q.S. al-Ahzâb: 53)
10. Mengurangi tertawa. Sebab banyak tertawa dapat mematikan hati.[26]
Yang telah kita lewati bersama adalah sebagian dari factor yang dapat memperbaiki dan membersihkan hati. Semoga Allah s.w.t membersihkan hati kita, dan hati orang-orang Islam dari segala sesuatu yang tidak baik, dan semoga Allah s.w.t menjadikan kita termasuk hamba-hamba yang menghadap kepada-Nya dengan hati yang bersih, taubat dan kembali kepada-Nya.
Semoga Allah s.w.t juga menerangi hati, pendengaran dan penglihatan kita serta hati, pendengaran dan penglihatan seluruh kaum muslimin. Dan semoga kita termasuk orang-orang yang mau mendengarkan perkataan, lalu mengikuti yang baiknya, merekalah yang telah mendapatkan petunjuk dari Allah, dan hanya merekalah orang-orang yang memiliki hati.
[1] . Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Muslim r.a, dari riwayat Jâbir, tentang ibadah haji yang dilakukan oleh Rasulullah s.a.w. Namun pada riwayat tersebut terdapat tambahan redaksi: "ber talajjumlah". Dengan demikian maka bunyi hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim tersebut adalah: "hendaklah kamu mandi dan bertalajjum dengan baju, kemudian kamu berihram". Dan telah terdahulu kami jelaskan maksa talajjum.
Mandi ini dianjurkan hanyalah untuk membersihkan tubuh, dan bukan untuk mensucikan dari nifas. Karena perkataan Rasulullah s.a.w : "gunakanlah talajjum" menunjukan bahwa darah tersebut masih keluar.
Imam Nawawi r.a berkata (Syarhu Shahih Muslim 3/301): dari hadits tersebut dapat disimpulkan bahwa sah hukum ihram yang dilakukan oleh wanita yang nifas dan yang sedang haid. Dan disunnahkan kepada keduanya mandi untuk memulai berihram. Dan hal ini telah menjadi kesepakatan para ulama. akan tetapi menurut mazhab kami (syafi'i), mazhab Mâliki, mazhab Abu Hanifah dan Jumhur ulama bahwa mandi tersebut hukumnya hanya disunnahkan. Sedangkan menurut al-Hasan dan Ulama mazhab Zahiri: mandi itu hukumnya wajib.
Aku menambahkan: insya Allah pembahasan ini akan kita lanjutkan kembali pada bab haji.
[2] . Ibnu al-Qayyim r.a berkata (at-Tafsir al-Qayyim 1/394): as-salîm maknanya adalah: yang bersih. Pada ayat tersebut menggunakan kalimat as-salîm, karena menyatakan sebuah sifat, seperti kalimat at-thawîl, al-qashîr dan az-zharîf. Maka hati yang salîm adalah hati yang selalu mencerminkan kebersihan. Disamping itu kalimat as-salîm adalah lawan kata dari kalimat al-marîdh dan al-'alîl (sakit). Dan ulama telah berbeda pendapat dalam mentafsirkan makna yang dimaksud dengan kalimat hati yang salîm.
Dan pentafsiran yang mencakup semua perbedaan pendapat adalah isterpritasi yang mengatakan: bahwa yang dimaksud dengan hati yang salîm; ialah hati yang telah selamat dari segala kiinginan yang menentang perintah atau larangan Allah s.w.t, dan dari segala keraguan yang bertolak belakang dengan khabar yang disampaikan Allah s.w.t melalui Rasulu-Nya. Sehingga hati tersebut bersih, suci hanya mencintai dan tunduk terhadap keputusan Rasulullah s.a.w, dalam ketakutan, pengharapan, tawakkal, kembali kepada-Nya, menghinakan diri didepan kekuasan-Nya, mendahulukan ridha-Nya dari segala yang lainnya, menghindari dari kemurkaan-Nya dengan segala cara. Inilah hakekat 'ubudiyah (pengakuan diri sebagai hamba) sesungguhnya yang hanya pantas ditunjukan didepan Allah s.w.t.
Hati yang salîm adalah: hati yang selamat dari mensekutukan Allah sekalipun dengan hal yang sangat kecil, bahkan hati yang bersih adalah, hati yang tulus dalam penghambaan diri hanya kepada Allah s.w.t, secara keinginan, cinta, tawakkal, kembali, pasrah, takut dan mengharap, serta menyerahkan segala perkara hanya kepada Allah s.w.t. Hati yang seperti ini, jika ia mencintai, maka cintanya karena Allah, dan jika ia marah, maka marahnya karena Allah, dan jika ia memberi, maka pemberiannya pun hanya karena Allah, dan jika ia menahan permberian, maka semuanya ia lakukan berdasarkan karena Allah semata. Hal ini belum dapat ia raih, sebelum ia membersihkan hatinya dari tunduk dan mematuhi kepada setiap yang bukan dari Rasulullah s.a.w. Maka ia harus menguatkan hatinya untuk selalu mengekor dan mengikuti Rasulullah s.a.w dalam segala hal, baik perbuatan maupun perkataan hati, -seperti keyakinan dan akidah- dan lidah, yaitu pernyataan tentang apa yang tersembunyi didalam hati. Perbuatan hati adalah: keinginan, kecintaan, kebencian dan segala akibatnya. Adapun perbuatan anggota tubuh, maka harus selalu tunduk dalam segala hal -baik masalah kecil maupun masalah besar- kepada hadits Rasulullah s.a.w. Sehingga ia tidak mendahului Rasulullah s.a.w misalnya dengan akidah, perbuatan maupun perkataan. Firman Allah s.w.t: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya". (Q.S. al-Hujurât: 1)
Makna ayat tersebut ialah: janganlah kalian berkata, sebelum Rasulullah s.a.w mengatakannya. dan kalian jangan berubat sebelum Rasulullah s.a.w memerintahkannya. Sebagian ulama salaf berakata: perbuatan apapun, sekalipun sangat kecil maka harus disaring dengan dua pertanyaan: "kenapa?" Maksudnya; kenapa aku melakukannya. Dan: "bagaimana aku harus melakukannya".
Pertanyaan pertama ialah pertanyaan tentang penyebab dan factor yang melatar belakangi sebuah pekejaan. Apakah yang melatar belakangi tersebut adalah keuntungan dunia yang sifatnya sementara, seperti mengharapkan pujian atau takut dengan celaan? Apakah yang memotivasi perbuatan tersebut sesuatu yang menjadi incaran atau sesuatu yang dianggap dapat menghilangkan kesulitan dunia yang sifatnya sementara? Ataukah yang mendorong untuk melakukan pekerjaan tersebut adalah hanya untuk menunaikan kewajiban seorang hamba terhadap penciptanya, mencari keridha'an dan mendekatkan diri kepada Allah s.w.t? Pertanyaan tersebut harus kamu lontarkan kepada hati nurani. Apakah engkau melakukannya benar-benar karena Allah, atau kah hanya bagian dunia yang ingin engkau dapatkan?
Pertanyaan kedua: pertanyaan tentang apakah dalam perbuatan dan ibadahmu, engkau telah benar-benar mengikut sunnah Rasulullah s.a.w? Maksudnya: apakah perbuatan tersebut berdasarkan apa yang telah ditetapkan Allah s.w.t melalui lidah Rasul-Nya? Ataukah perbuatan tersebut tidak pernah ditetapkan oleh Allah s.w.t bahkan tidak Ia sukai?
Pertama adalah pertanyaan tentang ikhlas. Dan kedua pertanyaan tentang cara ibadah yang dilakukan apakah sesuai dengan cara yang diajarkan oleh Rasulullah s.a.w. Sebab sesungguhnya Allah s.w.t tidak akan menerima amal baik apapun kecuali berdasarkan dua unsur tersebut. yakni: ikhlas dan mutâba'ah (mengikuti) kepada Rasulullah s.a.w.
Cara untuk menjawab pertanyaan pertama hanya dengan memurnikan keikhlasan dalam berbuat, dan jawaban terhadap pertanyaan kedua; dapat dilakukan dengan membuktikan mutâba'ah –dengan Rasulullah s.a.w- serta membersihkan hati dari keinginan yang bertentangan dengan sifat ikhlas, dan dari hawa nafsu yang menentang mutâba'ah. Inilah hakekat sebenarnya kebersihan hati. Maka barangsiapa yang hatinya bersih, terjaminlah untuknya sebuah keselamatan dan kebahagiaan.
[3] . Dari sinilah sebagian ulama tafsir berpendapat, bahwa yang dimaksud dari firman Allah s.w.t: "dan pakaianmu bersihkanlah" (Q.S. al-Muddatsir: 4) adalah: sucikanlah hatimu dari kemaksiatan dan dosa.
Ibnu al-Qayyim r.a berkata –sebagaimana yang disebutkan dalam kitab tafsirnya al-Qayyim (1/502): Qatâdah dan Mujahid berkata: bersihkanlah jiwamu dari dosa. Disini untuk menyatakan jiwa, Allah menggunakan kalimat pinjaman yaitu baju. Ini adalah pendapat Ibrhaim, ad-Dhahhak, as-Sya'bi, az-Zuhri dan para ulama tafsir lainnya.
Ibnu Abbas r.a berkata: jangan kamu pakai bajumu diatas kemaksiatan dan kekotoran. Kemudian beliau berkata: pernahkan kamu mendengar perkataan Ghîlân at-Tsaqafî:
Dan sesungguhnya aku
Alhamdulillah..
Tidak ada baju penipu yang kupakai
Dan bukan dari kelicikan aku bertopeng
Orang arab -ketika mereka memuji seseorang yang bersifat jujur dan amanah- mengatakan: "bersih bajunya". Dan ketika mereka menyebutkan orang yang bersifat penipu dan zalim: "kotor bajunya". Abu Ka'ab r.a berkata: jangan kamu kenakan pakaianmu diatas penipuan, kezaliman dan dosa. Akan tetapi pakailah bajumu dalam keadaan kebaikan dan kebersihan. Ad-Dhahhak r.a berkata bahwa yang dimaksud dari ayat tersebut adalah: "betulkanlah amal perbuatanmu". As-Sudi r.a berkata: orang yang shaleh biasanya disebut dengan orang yang bersih bajunya. Dan orang yang zalim disebut dengan orang yang kotor bajunya. Sa'îd ibn Jubair berkata bahwa maknya ayat tersebut adalah: "Hati dan rumahmu maka bersihkanlah". Al-Hasan dan al-Qurthubi r.a mengatakan, maknanya adalah: "dan budi pekertimu, maka perbaikilah". Ibnu Sîrîn dan Ibnu Zaid r.a berkata: terdapat pada ayat tersebut perintah untuk membersihkan pakaian dari najis yang tidak boleh terbawa ketika melaksanakan shalat. sebab dahulu orang-orang musyrik tidak mau mensucikan badan dan pakaian mereka. Thâus ra berkata –tentang makna ayat tersebut: "dan bajumu maka perpendeklah" , sebab dengan memendekan baju maka akan terjagalah kebersihannya.
Namun pendapat yang paling shahih adalah tafsiran yang pertama. Dan tidak diragukan lagi bahwa mensucikan baju dari najis, dan memendekannya termasuk dari bersuci yang diperintahkan Allah s.w.t. sebab dengan kebersihan pakaian, perbuatan dan akhlak akan menjadi sempurna. Karena kekotoran yang ada pada lahiriyah, dapat mendatangkan kotoran kedalam hati. Oleh sebab itu orang yang berdiri didepan Tuhannya diperintahkan untuk membersihkan dan menjauhi najis dan kotoran, baik secara lahir maupun batin.
[4] . Hadits ini telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari r.a (hadits no. 52), dan Imam Muslim r.a (hadits 1599).
Al-Hafiz Ibnu Hajar r.a berkata (Fathu al-Bârî 1/128): pada hadits diatas, hati dijadikan anggota tubuh yang paling istimewa, dia bagaikan pemimpin terhadap seluruh anggota tubuh lainnya. dengan pemimpin yang baik, maka seluruh rakyatpun akan menjadi makmur. Namun ketika pemimpin tersebut telah rusak, maka rakyat bawahannya nya pun akan celaka dan sengsara. Hadits tersebut juga mengingatkan bahwa hati sangat berharga, nilainya tidak terhingga. Oleh sebab itu sangat dianjurkan untuk memperbaiki dan memelihara hati, yang mana salah satu caranya dengan mencari nafkah yang bersumber dari pekerjaan yang halal.
[5] . Barangkali ada orang yang akan bertanya: kenapa kita harus mendahulukan factor-faktor yang dapat merusak hati, dan menunda hal-hal yang dapat menguatkan dan membersihkannya?
Untuk menjawab pertanyaan seperti ini, kami hanya cukup menyebutkan perkataan Imam ar-Râzî r.a, sebagaimana yang disebutkan dalam kitab tafsirnya (7/181) ketika beliau mentafsirkan firman Allah s.w.t: "(Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)."(Q.S. Âl 'Imrân: 8). Beliau berkata: ketahuilah bahwasanya pembersihan hati dari segala hal yang tidak terpuji, harus didahulukan dari pencerahannya dengan sifat-sifaf yang terpuji. Pada ayat ini orang-orang yang beriman pertama-tama mereka meminta kepada Tuhan mereka, agar Dia tidak menjadikan hati mereka miring kepada kebathilan, dan akidah serta keyakinan yang salah. Kemudian mereka meneruskannya dengan permohonan agar Allah s.w.t mereka menerangi hati mereka dengan cahaya pengenalan kepada Dzat Allah s.w.t, serta mencerahkan anggota tubuh mereka dengan perhiasan ta'at kepada-Nya.
Pada ayat tersebut disebutkankan kalimat "rahmat" dengan bentuk kata umum, agar Allah s.w.t memberikan segala bentuk rahmat-Nya yang sangat banyak, antara lain;
pertama: Rahmat dalam bentuk cahaya Imam, Tauhid dan ma'rifat kepada Allah s.w.t.
Kedua : Rahmat yang berbentuk cahaya keta'atan, kehambaan dan pelayanan semata-sama kepada Allah, yang terpancar pada seluruh anggota tubuh.
Ketiga: Selama hidup didunia selalu mendapatkan kemudahan mencari kebutuhan hidup, seperti ketentraman, kesehatan dan kecukupan.
Keempat: Diberikan kemudahan ketika menghadapi sakratul maut.
Kelima: Mendapatkan kemudahan –disaat telah berada didalam kubur- untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan oleh dua orang malaikat, Munkar dan Nakir. Serta diberikan kelapangan dari kegelapan alam kubur.
Keenam: Dihari kiamat nanti mendapatkan kemudahan hukuman dan tuntutan, mendapatkan pengampunan dari segala kesahalan, serta amal kebajikan dijadikan lebih berat –ketika ditimbang- daripada amal kejahatan. Oleh sebab itu, maka firman Allah s.w.t: "rahmat dari sisi Engkau" mencakup seluruh bentuk rahmat yang baru kita sebutkan.
Dan ketika dalil yang nyata dan kuat telah menetapkan bahwasanya tidak ada orang yang besrifat rahîm (penyayang) dan bersifat karîm (pemurah) kecuali Allah s.w.t. maka permohonan rahmat tersebut dipertegas dengan imbuhan kalimat "dari sisi Engkau". Sebagai sindiran kepada akal, hati, dan ruh bahwa permohonan yang dimaksud tidak akan didapatkan kecuali dari Allah s.w.t. Dan manakala permohonan tersebut sangat besar bagi seorang hamba. Maka rahmat tersebut dikatakan dengan kalimat yang lebih umum. Maka seakan-akan ia berkata: "aku meminta rahmat apa saja yang ada disisi Engkau". Sebab penggunaan kalimat yang umum menunjukan bahwa yang diminta adalah hal yang sangat besar. Kemudian permohonan tersebut disudahi dengan perkataan: "karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)". Dengan demikian maka seorang hamba seakan-akan berkata: "Wahai Tuhanku permohonan yang aku panjatkan dalam doaku, sangat besar bagiku. Namun ia tidak seberapa jika dibandingkan dengan kesempunaan kemurahan, dan kasih sayang-Mu. Karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi".
[6] . H.R. Imam Muslim (1905)
[7] . Dalam kitab tafsirnya al-Qayyim (302) Ibnu al-Qayyib r.a berkata: Dalam firman-Nya: "Dan apabila diturunkan satu surat sebagian mereka memandang kepada sebagian yang lain (sambil berkata): "Adakah seorang dari (orang-orang muslimin) yang melihat kamu?" Sesudah itu mereka pun pergi. Allah telah memalingkan hati mereka disebabkan mereka adalah kaum yang tidak mengerti" (Q.S. at-Taubah: 127) Allah s.w.t mengabarkan tentang perbuatan mereka (yaitu: mereka berpaling pergi) dan perbutan Allah s.w.t terhadap mereka, yaitu memalingkan hati mereka dari al-qur'an, dan renungannya. Sebab mereka bukanlah orang yang pantas untuk hal tersebut. karena kelayakan untuk menjadi pengikut sejati al-Qur'an hanya diukur dengan dua hal. Pertama: pemahaman yang baik dan kedua: niat yang baik. Sementara mereka adalah orang-orang yang tidak akan mengerti dan niat hati merekapun sudak tidak waras lagi. Hal ini telah dipertegas Allah s.w.t dalam firman-Nya: "Kalau kiranya Allah mengetahui kebaikan ada pada mereka, tentulah Allah menjadikan mereka dapat mendengar. Dan jika Allah menjadikan mereka dapat mendengar, niscaya mereka pasti berpaling juga, sedang mereka memalingkan diri (dari apa yang mereka dengar itu)" (Q.S. al-Anfâl: 23).
Pada ayat ini Allah s.w.t menegaskan bahwa mereka sangat anti terhadap iman, bahkan sekalipun penyebab-penyebab keimanan disampaikan kedalam hati mereka, tetap saja hal tersebut tidak akan berguna. Sebab mereka tidak akan mendengar untuk memahami pesan tersebut sehingga bagi mereka pesan-pesan Allah s.w.t tidak berguna. Mereka memang mendengarkan, namun pendengaran itu tidak sama dengan pendengaran yang disimak oleh orang-orang yang telah beriman.
Kemudian Alhah s.w.t menjelaskan penyebab lain yang membuat mereka anti terhadap keimanan sekalipun secara khusus pendengaran tersebut diberikan kepada mereka. Penyabab itu adalah sifat sombong dan berpaling. Kesombongan membuat mereka tidak mau memahami kebenaran. Dan berpaling menyebabkan mereka tidak mau tunduk dan mendengarkan kebenaran tersebut. oleh sebab itu maka pemahaman mereka keliru dan hati merekapun telah busuk. Dan ini lah ciri/tanda kesesatan dan kecelakaan. Sebagaimana cirri/tanda hidayah (petunjuk) dari Allah s.w.t adalah pemahaman yang benar dan hati yang bersih. Wallâhu al-musta'ân.
Dan coba perhatikan firman Allah s.w.t: "Sesudah itu mereka pun pergi. Allah telah memalingkan hati mereka" (Q.S. at-Taubah: 127), bagaimana Allah s.w.t menjadikan jumlah kedua yang ada pada ayat tersebut –baik jumlah tersebut bentuknya berita, maupun pengulangan kalimat as-sharf- sebagai hukuman terhadap sikap (meninggalkan pergi) yang mereka lakukan. Allah s.w.t menghukum mereka dengan sikap-Nya (memalingkan hati mereka dari kebenaran al-Qur'an). Mereka pergi –tidak mau mendengarkan kebenaran al-Qur'an- karena Allah s.w.t memang tidak menghendaki mereka untuk menghadapnya. Dan karena mereka memang tidak pantas untuk menerima kebenaran tersebut. Ketika hati mereka berpaling dengan sebab kebodohan dan kebutaan terhadap al-Qur'an. Maka Allah s.w.t menghukum mereka dengan mamalingkan hati dari hidayah, menuju arah kesesatan. Hal ini telah dinyatakan Allah s.w.t dalam firmannya: "Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka" (Q.S. as-Shaff: 5)
Begitulah apabila seorang hamba telah berpaling dari Tuhannya. Ia akan membalasnya dengan sikap yang sama (Allah s.w.t akan berpaling darinya), sehingga hamba tersebut tidak dapat lagi menghadap kepada Allah. Oleh sebab itu jadikanlah kisah Iblis sebagai kenangan yang selalu bermanfa'at untuk mu. Sebab manakala Iblis tetap bersikeras membangkang dan menentang perintah Tuhannya. Allah s.w.t pun menghukumnya menjadi orang yang selalu mengajak kepada setiap kemaksiatan. Dan hukuman Allah terhadap kemaksiatan pertama yang ia lakukan adalah dengan menjadikan iblis sebagai pengajak kepada segala kemaksiatan dan segala cabagnya, baik yang besar maupun yang kecil. Lalu kesesatan dan kekufuran yang diperbuat oleh iblis dijadikan Allah s.w.t sebagai hukuman terhadap kesesatan dan kekufuran terdahulu. Sebab diatara hukuman atas sebuah kejahatan adalah kejahat yang terjadi setelah kejahatan pertama. Sebagaimana imbalan (pahala) atas perbuatan baik, orang tersebut dimudahkan untuk berbuat baik yang kedua kalinya.
Jika ada anggapan yang menanyakan: kalau memang benar keberpalingan dan pembangkangan yang ditunjukan oleh-orang kafir adalah suatu bukti siksaan Allah s.w.t, lalu kenapa Allah s.w.t sendiri mengingkari (dan mencela) sikap tersebut? hal ini dapat dilihat pada firman Allah s.w.t: "Bagaimanakah mereka dapat dipalingkan?" (Q.S. Yunus: 32, Ghâfir: 69), dan firman-Nya: "maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar)" (Q.S. al-Mâ'idah: 57, at-Taubah: 30, al-'Ankabût: 61, az-Zukhruf: 87, dan al-Munâfiqûn: 4), dan firman-Nya lagi: "Maka mengapa mereka (orang-orang kafir) berpaling dari peringatan (Allah)?" (Q.S. al-Muddatsir: 49).
Jika memang benar bahwa Allah yang telah memalingkan dan menjadikan mereka termasuk orang-orang yang berpaling. Lalu kenapa Allah mencela mereka yang terlanjur telah berpaling?
[8] . Hadits ini telah diriwayatkan oleh Imam Turmudzî r.a (3334) dan yang lainnya dari hadits Abu Hurairah r.a –marfu'- dengan sanad yang hasan. Dan Imam Turmudzî r.a berkata: hadits ini hasan shahih.
[9] . Ibnu al-Qayyim r.a berpendapat –sebagaimana yang disebutkan dalam kitab tafsirnya al-Qayyim (hal 506)-, tentang firman Allah s.w.t; "Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka " (Q.S. al-Muthaffifîn: 14), beliau berkata: dia adalah dosa yang diperbuat kembali setelah melakukannya. Al-Hasan r.a berkata: dia adalah dosa diatas dosa sehingga ia membuat hati menjadi buta. Pendapat lain mengatakan: manakala dosa dan kemaksiatan mereka telah menjadi banyak, maka dosa-dosa tersebut meliputi seluruh mata hati mereka. Pada awalnya, ketika kesalahan hanya terjadi satu kali, hati hanya berkerat. Namun manakala kesalahan tersebut terulang kembali, maka keratan tersebut semakin bertambah sehingga ia menjadi noda, kemudian membesar dan menutup serta mengunci semua permukaan mata hati. Akhirnya Hati berada dibawah lapisan kulit yang terbuat dari noda kemaksiatan. Dan apabila hal tersebut terjadi setelah mendapatkan petunjuk dan hidayah dari Allah s.w.t, maka hati menjadi terbalik, saat itulah ia akan dikuasai musuh sehingga musuh tersebut dengan mudahnya menggiringnya kemanapun ia mau. Dan orang yang selamat hanyalah orang-orang dan mendapatkan pertolongan dari Allah s.w.t.
Dan disebutkan dalam kitab Syifâ al'Alîl: Adapun penutup hati yang disebutkan dalam firman Allah s.w.t: "Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka" (Q.S. al-Muthaffifîn: 14) menurut tafsiran Abu 'Ubaidah: penutup tersebut telah menguasai hati. Makna ini sama dengan perkataan seseorang yang mengucapkan: arak telah menutup akal orang yang mabuk. Atau: kematian telah menutupi mayat. Dan makna ini juga terdapat pada sebuah hadits Usaifa' Juhainah dari perkataan Umar r.a: "maka dia telah tertutup dengan nya", maksudnya: telah dikalahkan dan dikelilingi oleh penutup.
Abu Mu'âz an-Nahwî r.a mengatakan: makna ar-rainu (penutup) adalah: hati yang menghitam kerena dosa-dosa. Dan at-Thab'u (cap) adalah: hati yang telah dicap, dan ini lebih dahsyat daripada hanya sekedar menghitam. Sedangkan al-Aqfâl (terkunci) lebih dahsyat lagi dari pada at-Thab'u, sebab maknanya adalah: hati yang telah terkunci. Al-Farrâ r.a berkata: telah banyak dosa dan kesalahan dari mereka. Sehingga dosa dan kesalahan tersebut meliputi hati yang mereka miliki, dan itulah yang disebut dengan hati yang tertutup. Abu Ishâq r.a berkata: râna artinya tertutup. Orang mengatakan râna hatinya, yarînu, rainan; artinya: meliputi. Abu Ishâq juga berkata: ar-rainu maknanya sama dengan al-Ghisyâ' (penyelimut) yang menyelimuti hati. Dan yang seumpamanya adalah: al-Ghainu (penutup)
Ibnu al-Qayyim r.a berkata: Abu Ishâq r.a telah keliru. Sebab al-ghainu adalah penutup yang paling lembut dan paling halus. Makna ini dibuktikan oleh sabda Rasulullah s.a.w: "sesungguhnya hati ku tertutup dengan al-ghainu. Dan sesungghunya aku meminta ampun kepada Allah pada setiap harinya sebanyak seratus kali". Adapun ar-rînu dan ar-rânu, maka ia adalah jenis penutup hati yang paling tebal dan paling kasar. Mujâhid r.a berkata: ia dalah dosa diatas dosa, sehingga dosa tersebut meliputi seluruh permukaan hati, lalu ia menyelimutinya, dan akhirnya hati menjadi mati. Muqâtil r.a berkata: maksudnya adalah hati yang telah digenangi oleh perbuatan-perbuatan buruk. Dan disebutkan dalam kitab Sunan an-Nasâ'I dan Sunan at-Turmudzî dari hadits Abu Hurairah r.a: "sesungguhnya apabila seorang hamba telah melakukan sebuah kesalahan, maka terbintiklah pada hatinya sebuah bintik hitam. Dan apabila ia menghentikan perbuatan tersebut, bertaubat dan meminta ampun kepada Allah s.w.t maka hatinya kembali berkilau, namun jika hamba tersebut meneruskan kesalahan tersebut, maka bintik hitam tadi bertambah besar, sampai akhirnya menutupi seluruh permukaan mata hati. Dan itulah penutup hati yang disebutkan dalam firman Allah s.w.t: "Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka"(Q.S. al-Muthaffifîn: 14).
Abdullah ibn Mas'ûd r.a berkata: setiap kali seorang hamba berbuat dosa maka pada hatinya terdapat bintik hitam, sehingga apabila dosa tersebut dilakukan secara berulang kali, binti hitam itu membesar sampai akhirnya menutupi semua permukaan hati. Oleh sebab itu Allah s.w.t –sebagaimana dalam firman-Nya- mengabarkan kepada manusia, bahwa perbuatan dosa yang telah mereka lakukan, telah mendatangkan noda hitam pada hati. Jadi noda hitam tersebut disebabkan oleh pebuatan manusia sendiri. Dan ia dalah salah satu ciptaan Allah s.w.t pada diri mereka. Sebab dialah yang telah menciptakan penyebab dan akibatnya. Akan tetapi penyebab diciptakan Allah s.w.t berdasarkan pilihan hamba. Sedangkan akibatnya Ia ciptakan diluar kekuatan dan keinginan hamba.
[10] . Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim r.a (144, hal. 128, berdasarkan urutan yang disusun oleh Muhammad Fuad Abdu al-Bâqî) dari hadits Huzaifah r.a –marfu'-. Kalimat-kalimat yang terdapat pada hadits ini telah interpretasikan dalam buku kami yang berjudul: as-Shahih al-Musnad min Ahâdîtsi al-Fitan wa al-Malâhim wa Asyrâti as-Sâ'ah. Penerbit Dâr al-Hijrah – Saudia Arabia.
[11] . H.R. Imam Muslim (hadits 2999).
[12] . Ibnu al-Qayyim ra berkata –sebagaimana yang disebutkan dalam kitab tafsirnya al-Qayyim (hal. 323): at-Thuma'nînah ialah: ketenangan hati terhadap sesuatu, perasaan tidak cemas dan tidak gelisah. Makna ini seperti yang tercantum dalam sebuah kata-kata mutiara: "kejujuran adalah thuma'nînah dan kebongongan adalah keraguan". Maksudnya: perkataan yang jujur akan selalu membuat hari orang yang mendengarnya menjadi tenang dan menemukan padanya ketentraman. Sedangkan kebohongan akan selalu membuat orang gelisah dan keragu-raguan. Dan diataranya pula sabda Rasulullah s.a.w: "kebajikan adalah sesuatu yang mendatangkan thuma'nînah terhadap hati". Maksudnya: hati menjadi tentram dengannya, ia tidak merasa gelisah dan khawatir.
Disini ada dua pendapat ulama yang mentafsirkan tentang apa yang dimaksud dengan dzikir yang disebutkan pada firman Allah s.w.t: "(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram".(Q.S. az-Zumar: 28)
Pertama: Dzikir (mengingat) seorang hamba kepada Tuhannya. Sebab hanya kepada Tuhannyalah hati seorang hamba menemukan ketentraman dan ketenangan. Apabila hati tergoncang dan gelisah, maka tidak ada yang dapat mengembalikan ketenangannya kecuali dengan mengingat Allah s.w.t.
Kemudian terjadi lagi perbedaan pendapat dikalangan ulama yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan dzikir tersebut adalah dzikir kepada Allah. Diantara mereka ada yang berpendapat bahwa ayat tersebut hanya berkaitan dengan sumpah. Maksudnya apabila seorang mu'min bersumpah dengan menyebutkan nama Allah, maka hati orang-orang yang beriman lainnya menjadi tenang dan tentram terhadapnya. Pendapat ini diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. Sebagian mereka ada pula yang berpendapat bahwa yang dimaksud dari ayat tersebut adalah dzikir seorang hamba, antara dia dengan Tuhannya. Hanya kepada-Nya hati hamba tersebut merasa tenang dan tentram.
Kedua: Yang dimaksud dengan dzikir yang disebutkan pada ayat tersebut adalah al-Qur'an. Ia adalah dzikir yang telah diturunkan kepada Rasulullah s.a.w, dengan nya hati orang-orang yang beriman akan merasa tenang dan tentram. Sebab sesungguhnya hati tidak akan tenang kecuali dengan keimanan dan keyakinan. Dan tidak ada jalan yang memberikan keimanan yang keyakinan kecuali melalui al-Qur'an. sebab ketenangan dan ketentaraman hati baru dirasakan apabila ia telah merasa yakin. Sebaliknya kegelisahan dan kekhawatiran bersumber dari keraguan. Al-Qur'an ialah sebuah pedoman hidup yang mampu memberikan keyakinan dan dapat menolak segala keraguan. Oleh sebab itu hati orang-orang yang beriman tidak akan merasakan ketenangan dan ketentraman kecuali dengan al-Qur'an. Dan inilah pendapat yang paling terpilih diantara dua pentafsiran ulama diatas.
Begitupula kedua pendapat inilah yang saling tarik menarik tentang makna dzikir yang disebutkan dalam firman Allah s.w.t: "Barang siapa yang berpaling dari dzikir (pengajaran) Tuhan Yang Maha Pemurah (Al Qur'an), Kami adakan baginya setan (yang menyesatkan) maka setan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya". (Q.S. az-Zukhruf: 36)
Namun pendapat yang shahih adalah; pendapat yang mengatakan bahwa yang dimaksudkan dengan dzikir pada ayat tersebut adalah dzikir (al-Qur'an) yang telah diwahyukan kepada Rasulullah s.a.w. Ia adalah kitab-Nya yang barangsiapa berpaling darinya maka Allah s.w.t akan menjadikan baginya setan yang akan menyesatkan dan mencegahnya dari jalan yang lurus. Sementara ia mengira telah berada dalam petunjuk Allah.
Tarik menarik antara kedua pendapat diatas juga terjadi pada firman Allah s.w.t: "Dan barang siapa berpaling dari dzikir (peringatan)-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta". (Q.S. Thâha: 124). Dan pendapat yang shahih adalah pendapat yang mengatakan bahwa maksudnya adalah dzikir yang telah Allah s.w.t turunkan kepada Rasul-Nya, yaitu al-Qur'an. Oleh sebab itu orang yang telah berpaling darinya berkata: "Berkatalah ia: "Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?" Allah berfirman: "Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamu pun dilupakan".(Q.S. Thâha: 125-126)
Adapun pendapat yang mengatakan bahwa dzikir yang dimaksudkan pada ayat tersebut adalah sumpah, interpretasi ini sangat jauh dari yang dimaksud. Sebab menyebutkan nama Allah s.w.t ketika bersumpah sering dilakukan oleh orang yang jujur dan orang yang bohong, orang yang baik dan orang yang zalim. Sedangkan orang-orang yang beriman, hati mereka hanya tenang dan tentram terhadap orang yang jujur saja sekalipun orang jujur tersebut tidak mengucapkan sumpah. Sebaliknya hati mereka tetap ragu dan gelisah terhadap orang-orang yang diragukan sekalipun orang tersebut telah bersumpah. Dan Allah s.w.t telah menjadikan ketenangan dihati dan jiwa orang-orang yang beriman. Ia juga menjadikan pujian dan kabar gembira dengan memasukan orang-orang yang hatinya tenang kedalam surga-Nya. bagi mereka kebahagiaan dan tempat kembali yang baik.
[13] . Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Turmudzî r.a (2140) dan yang lainnya dari hadits Anas r.a –marfu'-. Hadits serupa juga disebutkan oleh Imam Turmudzî r.a (3522) dari hadits Ummu Salâmah r.a –marfu'-. Hadits ini akan menjadi shahih apabila seluruh sanadnya digabungkan.
[14] . Hadits ini telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari r.a (7391) dari hadits Ibnu Umar r.a (marfu').
[15] . Hadits ini telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari r.a (6368), dan Imam Muslim r.a, pada bab ad-Da'wât (hal. 2079) berdasarkan urutan yang disusun oleh Muhammad Fuad.
[16] . Hadits ini telah diriwayatkan oleh Imam Muslim r.a (2654) dari hadits Abdullah ibn 'Amr ibn 'Âsh r.a.
[17] . Hadits ini telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad r.a ( 3712) dari hadits Ibnu Mas'ud r.a (marfu'). Dan sanadnya hasan. (lihat: kitab yang telah kami susun; as-shahîh al-Musnad min Azkâri al-Yaumi wa al-Lailah).
[18] . Hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari r.a (6316), dan Imam Muslim r.a (763) dari hadits Ibnu Abbas r.a (marfu').
[19] . Hadits Shahih yang telah diriwayatkan oleh Imam Muslim r.a (2702) dari Hadits al-'A'aghar al-Muznî r.a, (marfu').
[20] . Hadits ini telah kami sebutkan takhrîj (pentafsiran) nya.
[21] . Hadits ini telah dirayatkan oleh Imam Muslim r.a (hal. 2088, hadits no. 2722) dari hadits Zaid ibn Arqam r.a (marfu'). Dan hadits ini juga telah diriwayatkan dengan sanad yang lain. Lihat: Sunan an-Nasâ'I (8/255)
[22] . Hadits ini telah diriwayatkan oleh Imam Nasâ'I r.a dengan sanad yang shahih (8/255-256, 259 dan 260) dari hadits Syakal ibn Humaid r.a.
[23] . H.R. Abu Dâud (4607), hadits ini shahih.
[24] . Disebutkan dalam riwayat Imam Muslim r.a: "wahai Hanzalah… sesaat demi sesaat.. seandainya hati kalian seperti ketika masih ingat dengan peringatan-peringatan yang telah aku sampaikan, pastilah para malaikat akan menyapa kalian, sehingga mereka akan memberikan salam –sekalipun-ketika kalian berada ditempat umum".
[25] . Untuk bab ini silakan dapat merujuknya kepada kitab kami as-Shahîh al-Musnad min Ahâdîtsi al-Fitan wa al-Malâhim wa Asyrâthi as-Sâ'ah (diterbitkan oleh Dâr al-Hijrah ad-Dimâm-Saudia Arabia )
[26] . Tentang hal ini, ada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Mâjah r.a (4193) dari hadits Abu Hurairah r.a, beliau berkata: Rasulullah s.a.w bersabda: "janganlah kalian banyak tertawa, sebab sesungguhnya banyak tertawa dapat mematikan hati". Dan hadits ini sanadnya hasan.
comments
0 Responses to "HUKUM MANDI BAGI WINITA YANG SEDANG NIFAS APABILA IA HENDAK BERIHRAM"Speak Your Mind
Tell us what you're thinking...
and oh, if you want a pic to show with your comment, go get a gravatar!