Monday, July 05, 2010

0 HUKUM WANITA HAID YANG BERZIKIR DAN MEMBACA AL-QUR'AN


Imam Bukhar r.a berkata (hadits 971) :
Diriwayatkan dari Muhammad, dari Umar ibn Hafsin, ia berkata: diriwayatkan dari Abu 'Âshim, dari Hafshah, dari Ummu 'Athiyyah r.a, ia berkata: Dulu kami disuruh keluar dihari lebaran, sehingga kami mengeluarkan wanita-wanita perawan dari ketertutupannya, dan wanita-wanita yang sedang haid, mereka mengambil tempat dibagian belakang kaum pria, ikut bersama membaca takbir[1], dan berdo'a mengharapkan keberkahan dan kesucian hari itu".
(Hadits Shahih)

Riwayat ini juga disebutkan oleh Imam Muslim r.a (hal. 606) dan Abu Dâud r.a (1138)

Imam Bukhari r.a berkata (hadits 1650) :
Diriwayatkan dari Abdullah ibn Yûsuf, dari Mâlik, dari Abdurrahman ibn Qâsim, dari ayahnya, dari Aisyah r.a, Beliau berkata: aku telah sampai kekota Mekkah, kebetulan pada saat itu aku sedang haid, sehingga aku tidak dapat melakukan thawaf mengelilingi Ka'bah, juga tidak dapat ber-sa'î antara Shafa dan Marwâ. Aisyah r.a berkata: maka akupun mengeluhkan hal tersebut kepada Rasulullah s.a.w. Lalu Beliau berkata: "lakukanlah sebagaimana yang dilakukan oleh orang yang menunaikan ibadah haji[2], akan tetapi kamu tidak dibolehkan thawaf sebelum suci".[3]
(Hadits Shahih)


[1] . Dari hadits diatas dapat disimpulkan bahwa wanita yang sedang haid dibolehkan bertakbir dan mambaca dzikir kepada Alalh s.w.t.
[2] . Sebagaimana orang yang menunaikan ibadah haji dianjurkan untuk berdzikir kepada Allah s.w.t dan membaca al-Qur'an, Begitupula dibolehkan bagi wanita yang sedang haid berdzikir dan membaca al-Qur'an. Yang hanya dilarang terhadap wanita tersebut adalah thawaf mengelilingi Ka'bah. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah s.a.w. Permasalahan ini –insya Allah- akan kita bahas kembali secara panjang lebar pada bab haji nanti.
[3] . Hadits ini dan hadits sebelumnya menunjukan dengan jelas bahwa wanita yang sedang haid juga dianjurkan untuk berdzikir kepada Alalh s.w.t. dan dikarenakan al-Qur'an adalah termasuk dzikir –sebagaimana firman Allah s.w.t: "Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan az-zikra (Al Qur'an), dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya" (Q.S. al-Hijr: 9). Dan kerena orang yang sedang menunaikan ibadah haji dibolehkan membaca al-Qur'an, maka –dengan alasan-alasan diatas- dibolehkan pula bagi wanita yang sedang haid untuk berdzikir dan membaca al-Qur'an.

* Adapun hadits-hadits yang menunjukan larangan membaca al-Qur'an, seperti Hadits Ali r.a, bahwasanya Rasulullah s.a.w pernah menunaikan hajatnya, kemudian Beliau keluar dan membaca al-Qur'an, lalu makan daging bersama kami. Dan tidak ada yang menghalangi Beliau dari membaca al-Qur'an kecuali hadast besar.

Hadits ini –pertama- tidak mengandung larangan membaca al-Qur'an bagi orang yang berhadast besar atau wanita yang sedang haid, sebab ia hanyalah suatu perbuatan Rasulullah s.a.w yang diceritakan oleh Ali r.a. Kemudian –kedua- hadits ini –dari satu sisi- menjadi masalah yang diperdebatkan oleh ulama hadits sebab ia diriwayatkan melalui Abdullah ibn Salamah, sedangkan hafalan yang ia miliki selalu berubah.

Hadits ini memang mendapatkan dukungan dari riwayat Abu al-Gharib dari Ali, akan tetapi dukungan ini, mengakibatkan keritikan terhadap orang yang menjadikan hadits tersebut sebagai hadits yang marfu'. Khususnya lagi jika kemarfu' an hadits tersebut beasal dari seseorang yang hafalannya dipertanyakan seperti Abdullah ibn Salamah. Sebab riwayat Abu al-Gharib dari Ali juga menjadi perdebatan dikalangan ulama hadits, apakah hadits tersebut marfu' kepada Rasululla s.a.w, atau hanya sekedar mauquf dari Ali r.a. Dan pendapat yang lebih kuat adalah pendapat yang mengatakan bahwa hadits tersebut mauquf dari Ali r.a. Dan akupun juga mengaminkan pendapat ini.

* Dan hadits –tentang larangan diatas tehadap orang yang berhadast besar- yang diriwayatkan dari Rasulullah s.a.w, bahwasanya Belaiu berkata: "Aku tidak suka berdzikir kepada Allah s.w.t dalam keadaan tidak suci". Maka yang dimaksud dari ketidak senangan Rasulullah s.a.w hanyalah larangan yang sifatnya makruh. Hal ini dikuatkan oleh hadits shahih dari Aisyah r.a, dengan perkataan Aisyah: Rasulullah s.a.w selalu berdzikir kepada Allah pada setiap keadaan Beliau"

* Diantara dalil pegangan orang yang melarang dzikir dan membaca al-Qur'an disaat berhadast besar adalah: hadits yang menyatakan bahwasanya Rasulullah s.a.w pernah bertanyammum hanya untuk menjawab ucapan salam dari seseorang. Hadits ini juga tidak mengandung larangan terhadap orang yang berhadast besar, atau wanita yang sedang haid untuk membaca al-Qur'an. Sebab hadits tersebut hanyalah sekedar perbuatan yang tidak mengandung perintah maupun larangan. Apalagi Aisyah r.a telah mengatakan –sebagaimana yang telah lalu-: Rasulullah s.a.w selalu berdzikir kepada Allah pada setiap keadaan Beliau"

·         Diantaranya lagi hadits Jabir dan Ibnu Umar r.a –hadits marfu'-: "tidak dibolehkan bagi orang yang berhadast besar atau wanita yang sedang haid membaca al-Qur'an". Hadits ini sangat lemah, dan tidak ada bukti kuat yang menyatakan bahwa hadits tersebut dari perkataan Rasulullah s.a.w. lihat kitab al-'Ilal karya Ibnu Abi Hâtim (1/49)

Kesimpulannya: sebagian ulama berpendapat bahwa wanita yang sedang haid tidak dibolehkan membaca al-Qur'an, dalil mereka adalah riwayat-riwayat hadits yang telah kami sebutkan diatas, bersama dengan factor-faktor kelemahannya. Dan sebagian ulama yang lain berpendapat: wanita yang sedang haid dibolehkan berdzikir dan membaca al-Qur'an. Dan pendapat inilah yang menjadi pilihan kami.

Dan dibawah ini kami akan memaparkan sebagian dari perkataan mereka:
* Syaik al-Islam Ibnu Taimiyah r.a menyebutkan dalam kitabnya Majmu' al-Fatawa 21/459): Ada tiga pendapat ulama tentang membaca al-Qur'n bagi orang yang berhadats besar dan wanita yang sedang haid:
** Ada pendapat yang mengatakan: dibolehkan bagi orang yang sedang berhadast besar dan wanita yang sedang haid membaca al-Qur'an. Pendapat ini dikatakan oleh Imam Abu Hanifah r.a, dan pendapat Masyhur mazhab Syafi'I dan Ahmad ibn Hambal.
** Ada pula pendapat yang mengataka: membaca al-Qur'an tidak dibolehkan bagi orang yang berhadats besar, namun ia hanya dibolehkan bagi wanita yang sedang haid, baik secara mutlak atau apabila wanita tersebut dikhawatirkan menjadi lupa terhadap al-Qur'an yang telah ia hafal. Pendapat ini lah yang ditetapkan oleh Mazhab Mâliki, dan satu pendapat yang diriwayatkan dari Imam Ahmad r.a dan ulama lainnnya. Sebab tidak ada satupun hadits dari Rasulullah s.a.w yang menyebutkan tentang hukum membaca al-Qur'an bagi wanita yang sedang haid, kecuali hadits yang diriwayatkan dari Ismail ibn 'Iyâsy, dari Musa ibn 'Uqbah, dari Nâfi', dari Ibnu Umar r.a: "Tidak dibolehkan bagi wanita yang sedang haid dan orang yang berhadats besar membaca sesuatu dari ayat al-Qur'an". Dan menurut kesepatakan dari ulama hadits, riwayat ini sangat lemah. Sebab hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Ismail ibn 'Iyâsy dari orang-orang Hijaz adalah hadits-hadits yang lemah, beda halnya dengan hadits-hadits yang beliau riwayatkan dari orang-orang Syâm. Dan tidak ada satu orang tsiqah (dapat dipercaya) yang meriwayatkannya dari Nâfi'.

Disamping itu telah diketahui bersama, bahwa wanita dizaman Rasulullah s.a.w juga sering mengalami haid, namun Rasulullah s.a.w tidak pernah melarang mereka membaca al-Qur'an atau berdzikir dan berdoa. Bahkan Beliau telah menyuruh mereka ikut keluar dihari lebaran, bersama-sama mengumandangkan takbir dengan kaum muslimin lainnya. Beliau juga menyuruh wanita yang haid untuk menunaikan semua rukun dan kewajiban ibadah haji kecuali thawaf mengelilingi Ka'bah. Ia dibolehkan membaca labbaik walaupun dalam keadaan haid, berdiam di Muzdalfah, Mina dan melaksanakan rukun-rukun ibadah haji lainnya.

Adapun orang yang berhadast, mereka tidak mendapat perintah dari Rasulullah s.a.w untuk menyaksikan pelaksanaan shalat 'Id, atau menunaikan rukun-rukun ibadah haji. Sebab orang yang berhadast besar dapat mengangkat hadatsnya dengan bersuci. Oleh sebab itu tidak ada alasan yang membolehkan mereka untuk tidak bersuci. Hal ini sangat berbeda dengan wanita yang sedang haid. sebab hadats yang melekat pada diri mereka tidak dapat ditanggalkan sebelum selesai masa haid. oleh sebab itu ulama berpendapat: tidak dibolehkan bagi orang yang berhadats besar berada di Arafah, Mina dan Muzdalifah sebelum ia bersuci dari hadatsnya, sekalipun thaharah bukan syarat untuk berada ditiga tempat tersebut. Akan tetapi yang dimaksudkan adalah, bahwa Rasulullah s.a.w menyuruh wanita yang sedang haid, dengan perintah yang sifatnya wajib atau sunnah untuk berdzikir dan berdoa kepada Allah s.w.t. Sementara hal tersebut dimakruhkan bagi orang yang berhadats besar.

Dengan kata lain bahwa wanita yang sedang haid dibolehkan untuk melakukan sesuatu yang tidak dibolehkan terhadap orang yang berhadats besar. Pembedaan ini dikarenakan uzur (sebab) yang berbeda. Sekalipun hadast yang disebabkan haid jauh lebih besar dari hadast yang disebabkan oleh jima'. Begitupula halnya membaca al-Qur'an, wanita yang sedang haid tidak dilarang oleh agama untuk membacanya.

Ada pendapat yang mengatakan, bahwa orang yang berhadast besar dilarang membaca al-Qur'an, karena ia dapat menganggkat hadatsnya dengan bersuci setelah itu ia dengan bebas diperbolehkan membaca al-Qur'an. Beda halnya dengan wanita yang sedang haid, sebab ia memerlukan beberapa hari untuk menunggu selesai masa haidnya. Dan ini dapat menyebabkan terhadap wanita tersebut ketinggalan membaca al-Qur'an seperti kerugian yang disebabkan oleh ketinggalan ibadah yang sangat dibutuhkan, dan ia tidak dapat berbuat apa-apa sebelum selesai masa haidnya.

Dan perlu diketahui bahwa membaca al-Qur'an tidak dapat diaamakan dengan shalat. Sebab dalam melaksanakan shalat disyaratkan suci dari hadast besar dan hadats kecil. Sedangkan membaca al-Qur'an dibolehkan bagi orang yang berhadast kecil sebagaimana yang ditegaskan oleh nash dan ijma' ulama.

Disamping itu shalat diwajibkan menghadap kiblat, berpakain, menjauhi najis, sedangkan hal tersebut tidak diwajibkan bagi orang yang hendak membaca al-Qur'an. Bahkan Rasulullah s.a.w pernah meletakan kepalanya diatas pangkuan Aisyah r.a yang –saat itu- sedang haid dan Beliau membaca al-Qur'an. Cerita tersebut telah dimuat dalam sebuah hadits yang shahih. Dan disebutkan pula dalam kitab Shahih Muslim, sebuah hadits Qudsy: Allah s.w.t berkata kepada Rasulullah s.a.w: "Sesungguhnya aku akan menurunkan kepadamu sebuah kitab yang tidak akan terhapus oleh air, engkau boleh membacanya dalam keadaan bagun dan tidur". Maka dibolehkan membaca al-Qur'an dalam keadaan berdiri, berduduk, berjalan, berbaring, maupun bertunggangan.

* Abu Muhammad Ibn Hazm r.a menyebutkan dalam kitabnya al-Muhalla (1/77-78):
 Masalah: Membaca al-Qur'an, sujud tilawah, menyentuh al-Qur'an, berdzikir kepada Allah s.w.t perbuatan yang dibolehkan baik dilakukan dalam keadaan berwudhu atau maupun tidak, bahkan hal tersebut dibolehkan bagi orang yang berhadast besar dan bagi wanita yang sedang haid.

Dalilnya adalah: bahwa membaca al-Qur'an, sujud tilawah, menyentuh al-Qur'an dan berdzikir kepada Allah s.w.t adalah perbuatan baik yang sangat dianjurkan, dan orang yang melakukannyapun diberikan pahala. Maka barangsiapa yang mengatakan bahwa perbuatan tersebut dilarang pada saat tertentu, maka hendaklah ia memberikan bukti yang membenarkan pendapatnya. Kemudian Ibnu Hazm r.a memaparkan pendapat-pendapat yang berbeda dengan beliau, lalu ia mematahkannya satu persatu.

Kesimpulannya: dibolehkan bagi wanita yang sedang haid berdzikir kepada Allah s.w.t dan membaca al-Qur'an. Sebab tidak ada hadits shahih dan tegas dari Rasulullah s.a.w yang melarang hal tersebut terhadap wanita yang sedang haid. bahkan telah diriwayatkan sebuah hadits yang menunjukan bahwa membaca al-Qur'an dan dzikir dibolehkan bagi wanita yang sedang haid, sebagaiman yang telah lalu. Wallahu a'lam.

Artikel Terkait:

your ad here

comments

0 Responses to "HUKUM WANITA HAID YANG BERZIKIR DAN MEMBACA AL-QUR'AN"

Speak Your Mind

Tell us what you're thinking...
and oh, if you want a pic to show with your comment, go get a gravatar!

eNews & Updates

Sign up to receive breaking news
as well as receive other site updates!

Daftar Isi

Loading...