Monday, July 05, 2010

0 HUKUM WANITA YANG SEDANG HAID MEMASUKI RUANGAN MESJID


* Petama-tama yang harus diketahui, bahwa kami tidak menemukan dalil shahih dan tegas yang melarang wanita yang sedang haid masuk kedalam mesjid. Dengan demikian maka dibolehkan bagi wanita tersebut masuk kedalam mesjid. Sebab tidak ada dalil yang melarangnya.[1]

* Dan –insya Allah- disini kami akan menyebutkan sebagian dalil perdapat yang membolehkan wanita yang sedang haid masuk kedalam mesjid, kemudian kami akan menyudahinya dengan menyebutkan dalil-dalil pendapat yang melarang hal tersebut, berserta bantahan-bantahan terhadap dalil-dalil tersebut.

Pertama: Dalil-dalil pendapat yang membolehkan wanita yang sedang haid masuk kedalam mesjid:

1.      Al-Barâ'ah al-Ashliyyah: artinya: tidak ada dalil yang melarang wanita yang sedang haid untuk masuk kedalam mesjid. Disamping itu Rasulullah s.a.w juga bersabda: "siapapun dari ummatku yang telah diwajibkan kepadanya shalat maka laksanakanlah"

2.      Seorang wanita hitam yang bertugas menyapu mesjid, dizaman Rasulullah s.a.w, ia tinggal dan tidur didalam lingkungan mesjid. Dan tidak ada satu haidist pun yang diriwayatkan dari Rasulullah s.a.w, bahwa Beliau pernah menyuruh wanita tersebut keluar dari mesjid diwaktu ia sedang haid. Bahkan cerita tentang wanita tersebut dimuat dalam sebuah hadits yang disebutkan dalam kitab Shahih Bukhari ( Shahih Bukhari dan Fathu al-Bârî 1/533).

3.      Perkataan Rasulullah s.a.w kepada Aisyah r.a ketika beliau menunaikan Ibadah haji: "lakukanlah sebagaimana yang dilakukan orang yang menunaikan ibadah haji, kecuali thawaf mengelilingi Ka'bah". Mereka mengatakan: Aisyah dilarang untuk melakukan thawaf, karena thawaf hukumnya sama dengan shalat. Oleh sebab itu ia hanya dilarang dari thawaf saja. Dan Rasulullah s.a.w tidak melarangnya masuk kedalam Mesjid.

Jadi manakala dibolehkan bagi orang-orang yang menunaikan ibadah haji masuk kedalam mesjid, maka dibolehkan pula bagi wanita yang sedang haid masuk kedalamnya.

4.      Sabda Rasulullah s.a.w: "Sesungguhnya orang yang beriman tidak akan menjadi najis".

5.      Hadits yang diriwayatkan oleh Sa'îd ibn Manshur r.a dalam kitab Sunannya, beliau berkata: diriwayatkan dari Abdu al-Aziz ibn Muhammad ad-Darâwardî, dari Hisyâm ibn Sa'd, dari Zaid ibn Aslam, dari 'Athâ' ibn Yasâr r.a, ia berkata: aku pernah melihat beberapa sahabat Rasulullah s.a.w, -setelah berwudhu seperti wudhu shalat- mereka duduk didalam mesjid, sedangkan mereka dalam keadaan berhadast besar.
(sanadnya hasan)

Dengan demikian maka sebagian ulama mengqiyas wanita yang sedang haid kepada orang yang berhadast besar. Namun qiyas ini tidak terlepas dari kritikan sebagaimana yang akan kita lihat nanti pada dalil pendapat yang melarang wanita yang sedang haid masuk kedalam mesjid.

Kemudian mereka menyebutkan lagi tentang kehidupan orang-orang suffah yang hanya tinggal dimesjid. Tentunya diantara mereka ada yang bermimpi bersetubuh. Begitupula halnya orang-orang yang beri'tikaf didalam mesjid baik laki-laki maupun perempuan, dan diantara orang-orang yang beri'tikaf tersebut tentunya ada yang bermimpi dan datang masa haidnya.

6.      Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim r.a dalam kitab Shahihnya (hal. 596) dari Hadits Aisyah r.a, beliau berkata: Rasulullah s.a.w pernah berkata kepadaku: "ambilkan aku al-Khamrah (sejadah)[2] yang ada dalam mesjid". Aisyah berkata: maka aku menjawab: sesungguhnya saya sedang haid. Maka Rasulullah s.a.w berkata: "haid kamu tidak terletak ditanganmu". Dan menurut riwayat Imam Muslim yang lain Rasulullah saw berkata kepada Aisyah r.a: "ambilah, sesungguhnya darah haid bukan terletak ditangan". Hadits serupa juga diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah r.a.

Ulama berbeda pendapat tentang hukum yang terkadung dalam hadits tersebut, sebagaimana berikut ini:

Apakah al-Khamrah yang diminta Rasulullah s.a.w –saat itu- memang berada dalam mesjid? Ataukah Rasulullah s.a.w yang berada dalam mesjid sedangkan Aisyah r.a berada diluar?

Sebagian ulama berpendapat dengan kemungkian pertama, yakni: Khamrah yang diminta Rasulullah s.a.w berada dalam mesjid. Dalil pendapat ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad r.a (6/331) dari Manbûz, dari ibunya, ia berkata: dulu ketika aku bersama Maimunah r.a tiba-tiba datang kepadanya Ibnu Abbas r.a, ia berkata: wahai anakku kenapa rambutmu acak-acakan? Ia menjawab: Ummu 'Ammar orang yang menyisir rambutku sedang haid. Maka Maimunah r.a berkata: hai anakku apa hubungannya haid dengan tangan? Rasulullah s.a.w pernah masuk menemui salah satu diantara kami sedangkan ia masih dalam masa haid, lalu Rasulullah s.a.w meletakan kepalanya diatas pangguan istrinya tersebut, dan Beliaupun membaca al-Qur'an, sedangkan wanita tersebut dalam keadaan haid. Kemudian ia (wanita tersebut) bangkit membawa khamrahnya lalu meletakannya kedalam mesjid padahal ia dalam keadaan haid, wahai anakku apakah hubungannya haid dengan tangan"

Namun sangat disayangkan sanad hadits ini sangat lemah.

Berdasarkan pendapat ini (khamrah yang diminta Rasulullah s.a.w berada didalam mesjid) maka hadits tersebut menunjukan bahwa dibolehkan bagi wanita yang sedang haid masuk kedalam mesjid. Karena tentunya untuk mengambil khamrah tersebut Aisyah r.a terlebih dahulu harus masuk kedalam mesjid.

Dan makna perkataan Rasulullah s.a.w: "sesungguhnya haidmu tidak terletak pada tanganmu" adalah: sesungguhnya haid kamu ditangan Allah. Hal ini sama dengan hadits : "sesungguhnya ini (haid) adalah sesuatu yang telah digariskan Allah terhadap anak cucu perempuan Nabi Adam". Dengan demikian –berdasarkan tafsiran ini- maka dibolehkan bagi wanita yang sedang haid masuk kedalam mesjid.

Disana ada pendapat lain -tentang hadits diatas- yang dinukil oleh Imam Nawawi r.a dalam kitabnya Syarh Shahih Muslim (1/596) dari 'Iyâdh, ia berkata: makna hadist tersebut, menunjukan bahwasanya Rasulullah s.a.w dari dalam mesjid meminta kepada Aisyah r.a, agar ia mengambilkan khamrah tersebut dari luar mesjid, jadi bukan Nabi yang diluar kemudian meminta kepada Aisyah untuk mengeluarkan khamrah tersebut dari mesjid. Sebab pada saat itu Rasulullah s.a.w sedang berada didalam mesjid (beri'tikaf), sedangkan Aisyah r.a berada dikamarnya (sedang haid).

Karena perkataan Rasulullah s.a.w: "sesungguhnya haid kamu bukan terletak pada tanganmu", beliau ucapkan ketika mengetahui bahwa Aisyah r.a takut memasukan tangannya kedalam mesjid.

Dan seandainya Rasulullah s.a.w menyuruh Aisyah r.a masuk kedalam mesjid, maka penyebutan tangan secara khusus tidak ada kaitannya dengan masuk kedalam mesjid. Demikianlah pendapat yang dikatakan oleh 'Iyâdh r.a.

Dengan demikian maka hadits diatas mengandung larangan memasuki mesjid bagi wanita yang sedang haid. Sebab Rasulullah s.a.w hanya mengizinkan kepada Aisyah r.a untuk memasukan tangannya saja. Beliau tidak mengizinkan memasukan seluruh tubuhnya.

Akan tetapi pada hakekatnya hadits ini tidak tegas menyatakan larangan atau kebolehan. Maka dalil ini kami singkirkan dari pendapat yang melarang dan yang membolehkan.

Dibawah ini kami akan menyebutkan sebagian dalil-dalil pendapat yang melarang wanita yang sedang haid masuk kedalam mesjid:

1.      Firman Allah s.w.t: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu salat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri shalat) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi" (Q.S. an-Nisâ': 43).

Mereka mengatakan: yang dimaksud dengan shalat disini adalah tempat shalat (mesjid). Ayat tersebut telah melarang orang-orang yang berhadast besar masuk kedalamnya kecuali hanya sekedar lewat. Dalil yang mereka andalkan untuk menguatkan, bahwa yang dimaksud dengan shalat adalah tempat shalat yaitu firman Allah s.w.t: "tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadah orang Yahudi, shalat-shalat dan mesjid-mesjid" (Q.S. al-Hajj: 40). Mereka mengatakan: yang dimaksud dengan merobohkan shalat adalah merobohkan tempat-tempatnya.

Menurut pendapat saya: melihat dari dalil yang dinyatakan oleh pendapat ini, maka kami menemukan bahwa mereka telah mengqiyas wanita yang sedang haid kepada orang yang berhadast besar. Disini kami tidak sependapat dengan mereka, sebab orang yang junub dapat mengangkat hadast besarnya dengan bersuci. Sementara makna yang dapat ditangkap dari ayat tersebut adalah ajuran agar bersegera melakukan bersuci. Adapun wanita yang sedang haid ia tidak dapat berbuat apa-apa selain menungga masa haidnya selesai.

2.      Perkataan Rasulullah s.a.w –ketika Beliau menyuruh para wanita ikut keluar meramaikan lebaran-: "dan hendaklah wanita-wanita yang sedang haid menghindari dari tempat shalat".

Jawaban terhadap dalil ini: bahwa yang dimaksud dengan tempat shalat adalah shalat itu sendiri. Sebab Rasulullah s.a.w dan para sahabatnya, mereka melaksanakan shalat lebaran ditempat tanah yang lapang, bukan dalam mesjid. Dan sesungguhnya seluruh bumi telah dijadikan Allah s.w.t sebagai mesjid (tempat sujud).

3.      Bahwasanya Rasulullah s.a.w hanya mendekatkan kepalanya kepada Aisyah r.a ketika beliau berada didalam mesjid -sedangkan Aisyah r.a yang saat itu sedang haid berada diluar-, agar ia dapat mengurai, menyisir dan meminyaki rambut Rasulullah s.a.w.

Jawaban terhadap dalil ini: hadits tersebut tidak tegas melarang wanita yang sedang haid masuk kedalam mesjid. Mungkin saja –saat itu- didalam mesjid terdapat orang lain, dan Rasulullah s.a.w tidak menyukai orang lain mengetahui masalah pribadi Beliau.

4.      Perintah-perintah tentang kewajiban menjaga kebersihan mesjid dari kotoran.

Aku berkata: Hal ini bukanlah sebuah nash larangan. Ia berbicara hanya tentang kebersihan mesjid dari kotoran. Maka apabila wanita yang sedang haid dapat menjamin tidak akan mengotori mesjid, ia dibolehkan duduk dalam mesjid.

5.      Sabda Rasulullah s.a.w: "aku tidak menghalalkan mesjid terhadap orang yang berhadast besar, atau wanita yang sedang haid".

Hadits ini sangat lemah. Sebab ia diriwayatkan dari Jasrah ibnti Dajajah. Kesimpulannya –sebagaimana yang disebutkan oleh al-Hafiz Ibnu Hajar dalam kitab at-Taqrîb- hadits ini dapat diterima. Dan makna dari perkataan Ibnu Hajar: "dapat diterima" artinya: apabila ada hadits lain yang memberikan dukungan. Namun jika tidak, maka ia adalah hadits yang sangat lemah. Sementara pada realitanya tidak ada riwayat lain yang mendukung hadits ini.

Akhirnya setelah memaparkan dalil-dalil pendapat yang melarang wanita yang sedang haid masuk kedalam mesjid, kami berpendapat bahwa tidak ada dalil shahih dan tegas yang melarang wanita yang sedang haid masuk kedalam mesjid. Dengan demikian, maka dibolehkan bagi wanita tersebut untuk masuk dan berdiam didalam mesjid.

Dibawah ini adalah perkataan sebagian ulama yang membolehkan wanita haid masuk kedalam mesjid:

* Abu Muhammad ibn Hazm r.a berkata (al-Muhallâ 2/184) :
Masalah: dan dibolehkan bagi wanita yang sedang haid atau nifas; menikah, dan masuk kedalam mesjid –begitupula halnya orang yang berhadast besar-. Sebab tidak ada satu dalilpun yang melarang hal tersebut. Dan sabda Rasulullah s.a.w: "orang yang beriman tidak akan menjadi najis". Disamping itu orang-orang Shuffah –yang jumlah nya sangat banyak- dizaman Rasulullah s.a.w, mereka hidup hanya dimesjid. Tentunya –tidak diragukan lagi- diantara mereka ada yang bermimpi bersetubuh. Namun tidak ada satupun diantara mereka yang pernah disuruh oleh Rasulullah s.a.w keluar.

Sebagian ulama –yang lain- berpendapat: orang yang berhadast besar dan wanita haid dilarang masuk kedalam mesjid, kecuali apabila mereka hanya sekedar lewat. Ini adalah pendapat Imam Syafi'I r.a. Dan mereka menyebutkan firman Allah s.w.t: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu salat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri shalat) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi" (Q.S.an-Nisâ': 43).

Mereka mengklaim bahwa Zaid ibn Aslam r.a dan yang lainnya mengatakan bahwa makna ayat tersebut adalah: janganlah kalian mendekati tempat-tempat shalat.

Ali r.a berkata: perkataan Zaid r.a tidak dapat dijadikan dalil. Bahkan sekalipun perkataan itu benar, tentu ia adalah pendapat yang keliru. Sebab tidak dibolehkan mengatakan bahwa ketika Allah s.w.t ingin berkata: "janganlah kalian mendekati tempat-tempat shalat". Allah harus mengatakannya dengan redaksi: "jangan lah menghampiri shalat".

Dan diriwayatkan pula dari Ali ibn Abu Thalib r.a, Ibnu Abbas r.a dan sejumlah ulama, bahwa sesungguhnya yang dimaksud dari ayat tersebut adalah larangan mendekati shalat itu sendiri.

Kemudian orang yang melarang wanita haid masuk kedalam mesjid beragumentasi dengan hadits yang telah kami riwayatkan dari Aflat ibn Khalifah, dari Jasrah ibnti Dajajah dan Aisyah r.a, bahwasanya Rasulullah s.a.w berkata kepada para sahabatnya: "arahkan rumah-rumah ini menjauh dari mesjid. Sesungguhnya aku tidak menghalalkan mesjid bagi wanita haid atau orang yang berhadast besar".

Serta hadits lain yang telah kami riwayatkan dari Ibn Abi Ghunyah, dari Abu al-Khattab al-Hijri, dari Mahduj al-Huzali, dari Jasrah ibn Dajajah, dari Ummu Salamah r.a; bahwasanya Rasulullah s.a.w berteriak sekuat tenaga: "perhatian.. sesungguhnya mesjid ini tidak dihalal kan bagi orang yang berhadas besar dan wanita yang sedang haid, kecuali bagi Rasulullah s.a.w, istri-istrinya, Ali dan Fatimah".

Dan hadits lain yang telah kami riwayatkan dari Abdu al-Wahhab, dari 'Athâ' al-Khaffaf, dari Ibnu Abi Ghunyah, dari Ismail, dari Jasrah binti Dajajah, dari Ummu Salamah r.a, bahwasanya Rasulullah s.a.w berkata: "mesjid ini diharamkan terhadap setiap orang yang berhadast besar dan wanita yang sedang haid, kecuali bagi Muhammad, para istrinya, Ali dan Fatimah".

Dan hadits lain lagi yang telah kami riwayatkan dari Muhammad ibn Hasan ibn Zibalah, dari Sufyan ibn Hamzah, dari Katsîr ibn Zaid, dari al-Muthallib ibn Abdullah, bahwasanya Rasulullah s.a.w tidak pernah mengizinkan siapa pun duduk atau lewat dalam mesjid, apabila orang tersebut dalam keadaan berhadast besar, kecuali terhadap Ali ibn Abu Thalib.

Ali berkata: semua riwayat yang telah kami sebutkan diatas tidak ada yang benar. adapun Aflat, maka ia adalah orang yang tidak dikenal kejujurannya. Dan Mahduj adalah orang yang sering meriwayatkan hadits-hadits mu'dhal dari Jasrah. Dan Abu al-Khattab al-Hijri adalah orang yang tidak dikenal.  'Athâ' ibn al-Khaffaf  ialah 'Athâ' ibn Muslim, dia sering meriwayatkan hadits munkar, Ismail termasuk orang yang tidak dkenal, sedangkan Muhammad ibn Hasan dan Katsîr ibn Zaid, keduanya dikenal sebagai pembohong. Dengan demikian maka semua riwayat yang disebutkan diatas adalah hadits-hadits yang sangat lemah.

Diriwayatkan dari Abdurrahman ibn Abdullah, dari Ibrahim ibn Ahmad, dari al-Farbarî dari al-Bukhari, dari 'Ubaid ibn Ismail, dari Abu Usamah, dari Hisyâm, dari 'Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah r.a: bahwasanya ada seorang gadis berkulit hitam, dulunya menjadi budak pada salah satu perkampungan arab, kemudian mereka memerdekakannya. Dan perempuan itu datang menemui Rasulullah s.a.w, lalu mengucapkan dua kalimah syahadah (masuk Islam). Setelah itu ia tinggal disebuah tenda didalam mesjid".

Ali berkata: Dia adalah seorang perempuan yang tinggal didalam mesjid Rasulullah s.a.w. Tentunya telah menjadi kepastian terhadap seorang wanita bahwa ia akan melewati masa haid. Namun Rasulullah s.a.w tidak pernah melarang atau menyuruh dia keluar. Dan setiap yang tidak dilarang oleh Rasulullah s.a.w, maka hukumnya dibolehkan.

Kami juga telah menyebutkan sebuah perkataan Rasulullah s.a.w: "telah dijadikan untukku bumi sebagai masjid (tempat sujud)".

Seluruh ulama seapakat mengatakan bahwa orang yang berhadast besar dan wanita haid dibolehkan berpijak seluruh permukaan bumi. Sedangkan bumi adalah masjid (tempat sujud). Maka tidak dibenarkan membedakan antara mesjid dengan mesjid yang lainnya. seandainya wanita haid tidak dibolehkan masuk kedalam mesjid, pastilah Rasulullah s.a.w memberitahukan hal tersbut kepada Aisyah r.a ketika dia sedang haid. Namun Rasulullah s.a.w hanya melarangnya untuk mengerjakan thawaf saja.

Dan jika benar wanita haid dilarang masuk kedalam mesjid, maka tidak mungkin Rasulullah s.a.w hanya cukup melarang Aisyah r.a untuk thawaf mengelilingi Ka'bah. Tentunya Beliau pasti terlebih dahulu mengakatan bahwa wanita haid tidak diboleh kan masuk kedalam mesjid. Ini adalah pendapat yang dikatakan oleh Dâud r.a, al-Muzni ra. dan ulama lainnya.

* Imam Syaukani r.a berkata (Nail al-Authâr 1/230):
Sebagian ulama berpendapat bahwa dibolehkan bagi wanita yang sedang haid masuk kedalam mesjid, larangan terhadap mereka hanyalah karena kekhawatiran dapat mengotori mesjid. Pendapat ini dikatakan oleh Zaid ibn Tsâbit r.a, dan diriwayatkan oleh al-Khattabi dari Imam Mâlik r.a, Imam Syafi'I r.a, Imam Ahmad r.a dan ulama mazhab Zahiri.

Adapun sebagian ulama yang melarang hal tersebut adalah: Sufyan r.a, ulama mazhab Hanafi dan pendapat masyhur dari mazhab Mâliki.

Aku menyimpulkan: setelah memperhatikan dengan seksama, maka jelas bahwa tidak ada dalil shahih yang melarang wanita haid masuk kedalam mesjid. Dengan demikian maka wanita yang sedang haid dibolehkan masuk kedalam mesjid.


[1] . Namun yang harus diperhatikan, bahwa diwajibkan terhadap wanita yang sedang haid apabila ia masuk kedalam mesjid untuk berhati-hati agar jangan sampai mengotori mesjid dengan darah haidnya, karena banyak sekali nash-nash dari Rasulullah s.a.w yang menekankan untuk menjaga kebersihan mesjid.
[2] . Khamrah yang digunakan oleh Rasulullah s.a.w tidak terdapat diatasnya gambar. Dan telah diriwayatkan pula beberapa hadits yang melarang (makruh) shalat dengan mengenakan baju yang ada gambarnya, agar konsentrasi orang yang shalat tidak terganggu.


Artikel Terkait:

your ad here

comments

0 Responses to "HUKUM WANITA YANG SEDANG HAID MEMASUKI RUANGAN MESJID"

Speak Your Mind

Tell us what you're thinking...
and oh, if you want a pic to show with your comment, go get a gravatar!

eNews & Updates

Sign up to receive breaking news
as well as receive other site updates!

Daftar Isi

Loading...