Monday, July 05, 2010

0 MANDI DAN WUDHU WANITA YANG MENGELUARKAN DARAH ISTIHÂDHAH.[1]


Imam Bukhari r.a berkata (hadits 228) :
Diriwayatkan dari Muhammad, ia berkata: diriwayatkan dari Abu Mu'âwiyah, dari Hisyâm, dari 'Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah r.a, beliau berkata: Fatimah binti Abu Hubaisy datang kepada Rasulullah s.a.w, dan berkata: wahai Rasulullah… sesungguhnya saya adalah seorang wanita yang mengeluarkan darah istihâdhah, sehingga saya tidak pernah suci, apakah saya harus meninggalkan shalat? Maka Rasulullah s.a.w menjawab: "tidak.. itu hanyalah pembuluh darah (yang sakit), ia bukan darah haid. Maka apabila masa haid kamu datang, tinggalkanlah shalat, dan apabila masa haid itu telah pergi maka basuhlah –darimu- darah itu[2], kemudian laksanakanlah shalat".
(Shahih)

Hisyâm r.a berkata: ayahku meneruskan riwayat haditsnya[3]: "kemudian hendaklah kamu berwudhu untuk setiap shalat yang hendak dilakukan, ketika waktunya telah tiba.

Hadits ini juga disebutkan oleh Imam Bukhari r.a pada beberapa tempat dari kitab Shahihnya, Imam Muslim r.a (hal 262) Imam Turmudzî r.a (hadits 125) Imam Nasâ'î r.a (1/184) dan Abu Dâud r.a (282)


[1] . Sebagian hukum permasalahan ini telah kita sebutkan, ketika memberikan komentar terhadap bab terdahulu.
[2] . Kemungkinan yang dimaksud dari perkataan Rasulullah s.a.w: "maka basuhlah –darimu- darah tersebut" adalah: mandi selepas habisnya masa haid. Dan mandi tersebut diperintahkan untuk mengangkat hadast dari haid. Hal ini telah dijelaskan oleh hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari r.a (325) dari Abu Usamah, dari Hisyâm, dari ayahnya dari Aisyah r.a, bahwa Fatimah binti Abu Hubaisy telah bertanya kepada Rasulullah s.a.w: aku senantiasa mengeluarkan darah istihâdhah, sehingga aku tidak akan suci, apakah aku harus meninggalkan shalat? Rasulullah menjawab: "tidak.. sesungguhnya ia hanyalah pembuluh darah yang sakit. Akan tetapi tinggalkanlah shalah sekedar masa haid yang telah bisa kamu lalui. Kemudian –setelah itu- hendaklah kamu mandi dan shalat".

Dan pada hadits yang diriwayatkan oleh Imam Nasâ'î r.a terdapat redaksi tambahan, setelah perkataan Rasulullah s.a.w: "maka basuhlah dari mu darah, kemudian lakukanlah shalat", tambahan tersebut adalah kalimat: "dan hendaklah kamu berwudhu". Jadi redaksi hadits yang disebutkan oleh Imam Nasâ'î r.a bunyinya seperti ini: "basuhlan dari mu darah tersebut, kemudian hendaklah kamu berwudhu lalu shalat". tambahan ini dapat dilihat pada perkataan Imam Nasâ'î r.a dibawah ini:

Imam Nasâ'î r.a berkata (as-Sunan al-Kubra 1/185): diriwayatkan dari Yahya ibn Habib ibn 'Arabi dan Hammad (ibn Zaid), dari Hisyâm ibn 'Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah r.a, ia berkata: Fatimah binti Abu Hubais telah mengeluarkan darah istihâdhah. Lalu ia bertanya kepada Rasulullah s.a.w: wahai Rasulullah sesungguhnya aku selalu mengeluarkan darah istihâdhah, sehingga aku tidak dapat suci, apakah aku harus meninggalkan shalat? Maka Rasulullah s.a.w berkata: "sesungguhnya ia adalah darah penyakit, dan bukan berasal dari haid. maka apabila masa haid telah tiba, tinggalkanlah shalat, dan apabila masa haid teleh berlalu maka hendaklah kamu membasuh darah dari badanmu dan berwudhu kemudian shalat. sebab darah tersebuh hanyalah darah penyakit dan bukan darah haid ". Lalu ada orang yang bertanya:  apakah yang dimaksud adalah mandi? Maka Beliau menjawab: itu tidak diragukan lagi. Abu Abdu ar-Rahman berkata: lebih dari satu orang yang telah meriwayatkan hadits ini dari Hisyâm ibn 'Urwah, namun tidak ada orang yang menyebutkan pada hadits tersebut: "hendaklah kamu berwudhu" selain Hammâd. Wallahu a'lam.

Aku menambahkan: bahkan yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari r.a dari Sufyan, Abu Usamah, Zuhair dan Mâlik, mereka tidak menyebutkan tambahan redaksi ini. Begitupula halnya riwayat hadits yang disebutkan oleh Imam Muslim r.a dalam kitab Shahihnya (262) dari Wakî', Abdu al-Aziz ibn Muhammad, Abu Mu'âwiyah, Jarîr dan Abdullah ibn Numair –semuanya mengambil- dari Hisyâm dari ayahnya, dari Aisyah r.a, tanpa menyebutkan tambahan tersebut. Imam Muslim mengisyaratkan kepada alasan yang menjadi bahan kritikan dengan perkataannya: Dan terdapat dalam hadits Hammâd ibn Zaid tambahan redaksi pada konteks asli hadits. Dan kami tidak perlu menyebutkan tambahan tersebut.

* Begitupula hadits serupa yang diriwayatkan oleh Imam Nasâ'î, r.a dari riwayat Khalid ibn Hârits, dari Mâlik, dari Hisyâm, dari ayahnya, dari Aisyah r.a (tanpa menyebutkan tambahan tersebut)
* Dan juga riwayat yang disebutkan oleh Imam Turmudzî r.a, dari 'Abdah, dari Wakî' (tanpa menyebutkan tambahan pada redaksi hadits)
* Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Imam ad-Dârimî r.a, dari Ja'far ibn 'Aun (tanpa menyebutkan tambahan).
* Imam Ahmad r.a juga telah meriwayatkannya dari Yahya al-Qatthan (tanpa tambahan tersebut).

Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa orang-orang yang meriwayatkan hadits tersebut tanpa mengadung redaksi tambahan adalah: Sufyan r.a, Abu Usâmah r.a, Mâlik r.a, Zuhair r.a, Wakî' r.a, Abdu al-Azîz ibn Muhammad r.a, Abu Mu'âwiyah r.a, Jarîr r.a, Abdullah ibn Numair r.a, Yahya ibn Sa'îd al-Qatthan r.a, Abdah r.a, Ja'far ibn 'Aud r.a dan Khalid ibn Harits r.a. Mereka semua telah meriwayatkan hadits diatas tanpa menyebutkan tambahan redaksi "hendaklah kamu berwudhuh".

Oleh sebab itu hadits ini tidak disebutkan oleh Imam Bukhari r.a Bahkan Imam Muslim r.a telah mengisyaratkan tentang alasan kenapa beliau tidak menyebutkan hadits tersebut, dengan perkataannya: "dan pada hadits Hammâd terdapat tambahan pada redaksi yang kami rasa tidak perlu menyebutkannya". Begitula, alasan ini telah disinggung oleh Imam Nasâ'î r.a dalam kitabnya as-Sunan al-Kubra (1/327) dengan perkataannya: "sesungguhnya tambahan ini tidak pernah ada".

Adapun orang-orang yang –ketika meriwayatkan hadits tersebut- menyebutkan tambahan redaksi "dan hendaklah kamu berwudhu" adalah: Hammâd ibn Zaid –sebagaimana yang telah lalu-, Hammâd ibn Abu Salamah –sebagaimana yang disebutkan oleh ad-Dârimî r.a- Abu 'Uwânah –menurut at-Thahawî dan Ibnu Hibbân, sebagaimana yang dinukil oleh al-Hafiz dalam kitabnya at-Talkhis al-Habir 1/168-, Yahya ibn Sulaim –sebagaimana menurut as-Sirâj yang telah dinukil oleh al-Hafiz Ibnu Hajar r.a dalam kitabnya Fathu al-Bârî 1/409), dan Abu Hamzah as-Sukkari r.a –sebagaimana yang dinukil oleh Imam Zaila'î r.a dalam kitabnya Nashbu ar-Râyah 1/106, kemudian beliau nisbatkan kepada Ibnu Hibbân r.a sebagaimana yang disebutkan dalam kitab Shahihnya.

Dibawah ini kami akan menguraikan sebagian kesimpulan tentang tambahan redaksi tersebut.
·         Hammâd ibn Zaid memang terjamin dalam meriwayatkan hadits, akan tetapi kesendiriannya tidak dapat melawan banyaknya orang-orang yang meriwayatkan hadits tersebut tanpa menyebutkan tambahan redaksi.
·         Hammâd ibn Salâmah adalah orang yang dapat dipercaya, namun sangat disayangkan hafalannya telah berubah. Maka tambahan yang ia sebutkan dan berbeda dengan riwayat jumhur tidak dapat diterima.
·         Adapun Abu Hamzah as-Sukari, maka ia telah meriwayatkan hadits tersebut dari Hisyâm, dari ayahnya secara mursal, yakni tanpa menyebutkan Aisyah r.a, sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Baihaqî r.a dalam kitabnya as-Sunan al-Kubra (1/344). Dan Syaikh Ahmad Syakir r.a ketika beliau menta'liq (memberikan komentar) kitab Sunan at-Turmudzî, Beliau tidak terperhatikan kepada kecacatan riwayat ini.
·         Sedangkan Yahya ibn Sulaim yang riwayatnya telah disebutkan oleh as-Sirâj, maka ia adalah orang yang daya hafalannya sangat rendah.
·         Dan Abu 'Uwânah, Beliau memang periwayat yang dapat dipercaya, perbedaan yang beliau sebutkan tidak dapat berbuat apa-apa ketika dihadapkan dengan banyaknya periwayat yang tidak menyebutkan tambahan tersebut.

Dari semua yang kita sebutkan diatas, maka jelas bahwa para periwayat yang jumlahnya paling besar dan paling shahih telah meriwayatkan hadits diatas tanpa menyebutkan tambahan redaksi "dan hendaklah kamu berwudhu". Oleh sebab itu dapat diputuskan bahwa tambahan redaksi tersebut sangat lemah. Bahkan aku telah menjumpai sebagian ulama yang menegaskan kelemahannya. Maka tambahan redaksi tersebut tidak benar dari ucapan Rasulullah s.a.w.

Perhatian: Jika kami ikut menyebutkan tambahan redaksi "dan hendaklah kamu berwudhu" yang disebutkan pada riwayat Hammâd. Bukan berarti kami mengatakan bahwa diwajibkan bagi wanita yang mengeluarkan darah istihâdhah setiap hendak shalat, untuk berwudhu.
[3] . Radaksi hadits yang berbunyi: "kemudian hendaklah kamu berwudhu untuk setiap shalat yang hendak dilakukan, ketika waktunya telah tiba". Hanya disebutkan oleh Abu Mu'âwiyah, sementara tidak ada periwayat lain yang menyebutkan redaksi tersebut ketika mereka meriwayatkannya dari Hisyâm, dari ayahnya. Dan pada zahirnya redaksi tersebut adalah tambahan dari perkataan 'Urwah, jadi tambahan tersebut tidak pernah diucapkan oleh Rasulullah s.a.w. Sekalipun dalam kitabnya Fathu al-Bârî (1/332) al-Hafiz Ibn Hajar berpendapat lain. Beliau mengatakan: malah ini harus kita perhatikan kembali. Sebab seandainya perkataan tersebut berasal dari 'Urwah, pastilah ia hanya akan menggunakan kalimat yang menunjukan berita, misalnya: "kemudia ia berwudhu". Akan tetapi, manakala kalimat tersebut bentuknya adalah perintah, maka permasalahan ini menjadi tambah rumit apakah tambahan tersebuh hukumnya marfu', sebagimana halnya perkataan Rasulullah s.a.w: "maka hendaklah kamu mandi", atau tidak.

Menurut pendapat saya: alasan yang dikemukakan oleh al-Hafiz Ibnu Hajar ini sangat lemah. Sebab mungkin saja –saat itu- Urwah sedang berfatwa kepada sebagian wanita yang telah bertanya kepadanya tentang masalah darah istihâdhah. Terlebih lagi riwayat yang disebutkan oleh Imam ad-Dârimi r.a (1/199) dari Hajjâj ibn Manhal, dari Hammad ibn Salâmah, dari Hisyâm ibn 'Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah r.a bahwa Fatimah ibnti Abi Hubaisy, bertanya kepada Rasulullah s.a.w: sesungguhnya aku adalah wanita yang –selalu- mengeluarkan darah istihâdhah, apakah aku harus meninggalkan shalat? Rasulullah menjawab: "tidak.. itu hanyalah darah penyakit, dan bukan darah haid. Kemudian apabila telah datang masa haid, maka tinggalkanlah shalat. dan jika masa haid telah berlalu maka basuhlah darimu darah tersebut, kemudian ambilah air wudhu dan lakukanlah shalat". Hisyâm berkata: maka ayahku berkata: "pertama kali wanita itu harus mandi, kemudian untuk darah yang keluar setelah itu ia hanya cukup bersuci kemudian shalat.

Maka dengan demikian jelas lah bahwa tambahan redaksi "dan hendaklah kamu mengambil air wudhu" adalah perkataan 'Urwah. Dan hal ini telah ditegaskan oleh Imam Baihaqî r.a dalam kitabnya as-Sunan al-Kurbra (1/344) dengan perkataannya: Yang benar adalah, bahwa kalimat (tambahan redaksi) tersebut berasal dari perkataan 'Urwah ibn Zubair. Oleh sebab itu maka ia bukanlah berasal dari perkataan Rasulullah s.a.w. Yang pada akhirnya tidak dapat dijadikan dalil yang mewajibkan sesuatu.

Namun ada sebagian ulama yang berusaha menjadikan tambahan redaksi dari Hammâd ibn Zaid (hendaklah kamu berwudhu) sebagai penguat terhadap perkataan 'Urwah: "dan hendaklah kamu berwudhu untuk disetiap hendak melakukan shalat). Upaya ini adalah suatu kekeliruan. Sebab redaksi kedua mengaitkan wudhu kepada setiap hendak melakukan shalat. sedangkan pertama tidak terikat dengan waktu. Dan kedua tambahan redaksi tersebut sama-sama lemah, sebagaimana yang telah terdahulu. Wallahu a'lam.

Artikel Terkait:

your ad here

comments

0 Responses to "MANDI DAN WUDHU WANITA YANG MENGELUARKAN DARAH ISTIHÂDHAH.[1]"

Speak Your Mind

Tell us what you're thinking...
and oh, if you want a pic to show with your comment, go get a gravatar!

eNews & Updates

Sign up to receive breaking news
as well as receive other site updates!

Daftar Isi

Loading...