Monday, July 05, 2010

0 TATA CARA WANITA DALAM SHALAT


Pertama: hadits-hadits dan astar yang terdapat dalam masalah ini

Baihaqi berkata (2/222, al-Sunan al-Kubra):
Diriwayatkan oleh Abu Abdillah al-Hafidz dari Abu Bakar ibn Ishaq al-Faqih dari Hasan ibn Ali ibn Ziyad dia berkata, diriwayatkan oleh Said Ibnu Manshur Abul Ahwash dari Abu Ishaq dari Harits dia berkata, Ali r.a. berkata, apabila wanita bersujud maka hendaklah dia merapatkan dua pahanya.
Mauqûf Lemah Sekali[1]
Beberapa atsar yang lain

·      Abdur Razzaq (al-Mushannaf, 5066) meriwayatkan dari Ibnu Juraij dia berkata, saya katakan kepada Athâ, "apakah wanita memberi isyarat seperti laki-laki dalam takbir (takbiratul ihram)?" Dia menjawab, "dia tidak mengangkat kedua tangannya seperti laki-laki dalam hal itu." Dan dia memberikan isyarat (contoh) lalu menurunkan kedua tangannya rendah sekali dan merapatkan keduanya (ke perut) dan berkata, "bagi wanita ada cara yang bukan bagi laki-laki."
Sahih dari Athâ

·      Dia juga meriwayatkan dari Ibnu Juraij dari Athâ dia berkata, "wanita menggabungkan kedua tangannya saat berdiri (dalam shalat) semampunya."
Sahih dari Athâ

·      Dia juga meriwayatkan dari Ma'mar dari Hasan dan Qatadah, mereka berdua berkata, "apabila wanita bersujud maka dia mendekapkan perutnya semampunya dan jangan merenggangkan agar tidak terangkat pantatnya."
Sahih dari Ma'mar dan Qatadah[2]

·      Dia juga meriwayatkan dari Ibnu Juraij dari Athâ dia berkata, "wanita merapatkan anggotanya apabila ruku' dia mengangkat kedua tangannya hingga ke perutnya dan merapatkan semampunya. Dan apabila sujud dia merapatkan tangannya dan menempalkan perut dan dadanya ke kedua pahanya dan merapatkan semampunya."
Sahih dari Athâ

·      Dan dia meriwayatkan dari Ma'mar dan Tsauri dari Manshur dari Ibrahim dia berkata, "wanita diperintahkan untuk meletakkan lengan dan perutnya di atas kedua pahanya apabila sujud dan jangan merenggangkan sebagaimana laki-laki merenggangkan agar tidak terangkat pantatnya."
Sahih dari Ibrahim
Dan dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah (al-Mushannaf, 1/270).[3]

·      Dan Abdur Razzaq meriwayatkan dari Israel dari Abu Ishaq dari Harits dari Ali dia berkata, "apabila wanita bersujud maka hendaklah dia merendahkan tubuh dan melengketkan kedua pahanya dengan perutnya."
Dhaif[4]
Dan dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah (al-Mushannaf, 1/269-270).

·      Dan Abdur Razzaq meriwayatkan dari Ibnu Juraij dari Athâ dia berkata, "apabila dia mengangkat kepalanya dari sujud yang bukan pada tiap dua raka'at maka dia jangan duduk di atas pantat (seperti jongkok), akan tetapi duduk sebagaimana dia duduk pada tiap dua raka'at."
Sahih dari Athâ

·      Abdur Razzaq meriwayatkan (al-Mushannaf, 3/139) dari Tsuari dan Ma'mar dari Manshur dari Ibrahim dia berkata, "wanita diperintahkan dalam shalat pada dua raka'at untuk merapatkan kedua pahanya dari sisi samping.
Sahih dari Ibrahim

·      Dan Ibnu Abi Syaibah berkata (1/270), diriwayatkan oleh Ghandar dari Syu'bah dari Manshur dari Ibrahim dia berkata, "wanita duduk dalam shalat sebagaimana laki-laki duduk."[5]
Sahih dari Ibrahim

·      Dan dia juga berkata, diriwayatkan oleh Ghandar dari Syu'bah dia berkata, saya bertanya kepada Hamad tentang duduk wanita dalam shalat, dia menjawab, "dia duduk bagaimana dia kehendaki."
Sahih sampai pada Hamad

·      Dan Abdur Razzaq dalam al-Mushannaf (5074) meriwayatkan dari Abdullah Ibnu Umar[6] dari Nafi' dia berkata, "Shafiah binti Abu Ubaid apabila duduk pada setiap dua raka'at atau empat raka'at, dia duduk tarabbu' (kaki bersilang di bawah paha).
Sahih sampai pada Shafiah

·      Dan Ibnu Abi Syaibah berkata (al-Mushannaf, 1/270), diriwayatkan oleh Muhammad ibn Bakar dari Ibnu Juraij dia berkata, saya tanyakan kepada Athâ, "apakah wanita duduk dalam dua raka'at dari sisi sebelah kiri?" Dia menjawab, "ya." Saya katakan, "itu lebih kamu senangi dari sebelah kanan?" Dia menjawab, "ya." Dia bekata, "dia merapatkan ketika duduk semampunya." Saya katakan, "dia duduk seperti duduk laki-laki dalam tiap dua raka'at atau mengeluarkan kaki kirinya dari bawah bagian sebelah bawah pantatnya?" Dia menjawab, "tidak mengapa baginya semua itu, dia duduk apabila merapatkan."
Sahih Sampai pada Athâ

·      Dan Ibnu Abi Syaibah berkata (al-Mushannaf, 1/239):
Diriwayatkan oleh Muhammad ibn Bakar dari Ibnu Juraij dia berkata, saya katakan kepada Athâ, "apakah wanita memberi isyarat seperti laki-laki dalam takbir (takbiratul ihram)?" Dia menjawab, "dia tidak mengangkat kedua tangannya seperti laki-laki dalam hal itu." Dan dia memberikan isyarat (contoh) lalu menurunkan kedua tangannya rendah sekali dan merapatkan sekali keduanya (ke perut) dan berkata, "bagi wanita ada cara yang bukan bagi laki-laki dan apabila dia meninggalkan hal itu juga tidak mengapa."
Sahih sampai pada Athâ

Demikian, dan masih banyak lagi atsar yang lain terdapat kelemahan padanya sehingga kami tinggalkan dan tidak kami kemukakan disini.

Tambahan dari pendapat-pendapat para ulama

·      Baihaqi berkata (al-Sunan al-Kubra, 2/222):
Dan seluruh apa yang memisahkan wanita dari laki-laki pada hukum-hukum shalat kembali kepada menutup yaitu dia diperintahkan dengan setiap apa yang lebih menutup baginya.

·      Al-Kharqi berkata (bersama al-Mughni, 1/562):
Dan laki-laki dan wanita dalam hal itu sama kecuali bahwa wanita merapatkan dirinya dalam ruku' dan sujud dan duduk dengan menyilangkan kaki di bawah paha atau meluruskan kedua kakinya dan menempatkan keduanya ke sisi sebelah kanannya.

·      Dan Ibnu Qudamah berkata dalam menguraikan perkataan ini:
Dasar utama bahwa hukum-hukum shalat ditetapkan pada wanita apa yang ditetapkan bagi laki-laki karena perintah mencakupnya kecuali dia berbeda dengan laki-laki dalam bagian tidak merenggangkan karena dia aurat sehingga dianjurkan baginya untuk merapatkan diri agar lebih menutup baginya. Karena tidak aman dari resiko penampakan sesuatu dari dirinya pada saat merenggangkan dan itu pada duduk iftirasy. Ahmad berkata, tertutup dengan merendahkan tubuh lebih mengagumkan bagiku dan pendapat ini yang dipilik oleh al-Khallah. Ali r.a. berkata, apabila wanita bersujud maka hendaklah dia merendahkan tubuh dan merapatkankan kedua pahanya."[7] Dan dari Ibnu Umar r.a. bahwa dia memerintahkan istri-istrinya duduk dengan menyilangkan kaki di bawah paha dalam shalat.[8]

·      Al-Shan'âni dalam Sbulus Salam (1/308) dalam menguraikan sifat shalat laki-laki, berkata:
…Dan ini pada hak laki-laki bukan wanita sebab dia berbeda dengan laki-laki  pada hal itu karena riwayat yang dikeluarkan oleh Abu Daud dalam riwayat-riwayat mursalnya dari Yazib ibn Abu Habib, bahwa Nabi s.a.w. melewati dua orang perempuan yang sedang mengerjakan shalat lalu dia berkata, "apabila kalian berdua sujud maka rapatkanlah sebagian daging ke tanah karena wanita dalam hal itu tidak seperti laki-laki."

Baihaqi berkata, dan riwayat mursal ini lebih baik dari dua yang dinyatakan bersambung (maushul) padanya, yakni dari dua hadits maushul yang disebutkan oleh Baihaqi dalam kitab Sunannya dan menyatakan lemah keduanya.[9]

·      Ibnu Hazm berkata (al-Muhalla, 4/122):
Permasalahan: memperbagus ruku' yaitu tidak mengangkat kepalanya apabila melakukan ruku' dan tidak memiringkannya tetapi meluruskan punggungnya. Dan adapun ketika sujud, hendaklah dia melengkungkan punggungnya sebisa mungkin dan merenggangkan kedua lengannya semampunya, laki-laki dan wanita dalam hal itu sama.

Kemudian dia mengemukakan beberapa atsar dan berkata (al-Muhalla, 4/124), dan adapun wanita seandainya bagi dia terdapat hukum yang berbeda dengan hal tersebut tentu Rasulullah s.a.w. tidak melupakan untuk menjelaskan hal tersebut. Apa yang bisa nampak padanya dalam pekerjaan ini, hal itu juga yang bisa nampak padanya dalam pekerjaan lain, tidak ada perbedaan. Dan kepada Allah kita berlindung.

·      Imam Nawawi berkata (Syarah Muslim, 2/133):
Dan duduk perempuan seperti duduk laki-laki, begitu juga shalat sunat seperti shalat fardhu dalam cara duduk. Ini pendapat mazhab Syafi'I, Malik, dan Jumhur. Dan disampaikan oleh Qadhi 'Iyad mengutip dari sebagian ulama salaf bahwa sunat bagi wanita adalah duduk tarabbu' (duduk dengan menyilangkan kaki di bawah paha). Dan disampaikan oleh sebagian mereka, tarabbu' dalam shalat sunat. Yang benar adalah pendapat pertama.

Kesimpulan cara wanita dalam shalat

·      Dari penjelasan telah lewat menjadi jelas bagi kita bahwa tidak terdapat dalil marfû' sahih sanad riwayatnya dari Nabi s.a.w. yang menjelaskan perbedaan antara sifat shalat perempuam dan sifat shalat laki-laki. Dan demikian juga kita tidak menemukan dalil tetap yang sahih dari para sahabat Nabi s.a.w. tentang hal itu. Dan atas dasar itu, siapa yang berpegang pada dasar utama yaitu hadits Rasulullah s.a.w. "shalatlah kalian seperti kalian melihat aku shalat" dan menyamakan antara perempuan dan laki-laki dalam semua cara shalat maka tidak ada masalah baginya dan tidak ada persoalan terhadap keputusannya itu. Dan pendapatnya lebih tepat, pilihannya lebih kuat dan akan semakin tepat dan kuat apabila wanita melaksanakan shalat sendirian.

·      Dan siapa yang mengikuti pendapat Baihaqi—dan orang yang mengikutinya dan yang mendahuluinya—yaitu, seluruh apa yang membedakan perempuan dari laki-laki dalam masalah hukum-hukum shalat kembali kepada penutup bahwa dia diperintahkan dengan setiap apa yang lebih menutup baginya. Dan pendapat ini juga kuat dan atas pendapat ini diamalkan oleh sejumblah besar ulama salaf. Wallahu A'lam.

Kapan wanita mengangkat kepala dari sujud

Imam Bukhari berkata (hadits 362):
Diriwayatkan oleh Musaddad dia berkata, diriwayatkan oleh Yahya dari Sufyan dia berkata, diriwayatkan oleh Abu Hazim dari Sahal dia berkata, menyimpulkan kain-kain sarung mereka di atas leher seperti bentuk anak-anak kecil. Dan dia berkata[10] kepada para wanita, "jangan kalian angkat kepala kalian sampai para laki-laki sempurna duduk semua."[11]
Hadits Sahih

Dan dikeluarkan oleh Bukhari pada beberapat tempat dalam kitab sahihnya, Abu Daud (630), Muslim (2/82), dan Nasa`i.

Wanita menepuk tangan apabila menemuan sesuatu yang janggal dalam shalatnya

Imam Bukhari berkata (hadits 1203):
Diriwayatkan oleh Ali ibn Abdullah dari Sufyan dari Zuhri dari Abu Salamah dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w. dia bersabda, "(mengucapkan) tasbih bagi para laki-laki dan menepuk tangan bagi para wanita."
Hadits Sahih
Dan dikeluarkan oleh Muslim (hadits 422).

Imam Bukhari berkata (1204):
Diriwayatkan oleh Yahya dari Waki' dari Sufyan dari Abu Hazim dari Sahal ibn Said r.a. berkata, Nabi s.a.w. bersabda, "(mengucapkan) tasbih bagi para laki-laki dan menepuk tangan[12] bagi para wanita."[13]
Hadits Sahih

Dan hadits ini dikeluarkan oleh Bukhari pada beberapa tempat dalam sahihnya disertai cerita dan hal itu terjadi dalam shalat, dan Muslim (hadits 421), Abu Daud (hadits 940), dan Ibnu Majah (hadits 1035).

Menggendong anak kecil dalam shalat

Imam Bukhari berkata (hadits 516):
Diriwayatkan oleh Abdullah ibn Yusuf dia berkata, diriwayatkan oleh Malik dari Amir ibn Abdullah ibn Zubair dari Amr ibn Salim al-Zarqi dari Abu Qatadah al-Anshari bahwa Rasulullah s.a.w. mengerjakan shalat sambil menggendong Amamah[14] anak perempuan Zainab binti Rasulullah s.a.w. dan Abu al-Ash ibn Rabi'ah ibn Abdu Syams. Maka apabila sujud dia meletakkannya, dan apabila berdiri dia menggendongnya.[15]
Hadits Sahih

Dan dikeluarkan oleh Muslim (2/181), Nasa`I (3/10) dan Abu Daud (919).


[1] Dalam sanadnya terdapat Hârist ibn Abdullah al-A'war (buta mata sebelah). Syu'bi dan lainnya menyatakan dia berdusta.

Dan Baihaqi setelah mengemukakan atsar ini berkata, diriwayatkan padanya dua hadits dhaif yang tidak bisa dijadikan hujjah dengan semisal keduanya; (salah satunya), hadits Athâ ibnu 'Ijlân dari Abu Nadhrah al-'Abdi dari Abu Said al-Khudri Sahabat Rasulullah s.a.w. dari Rasulullah s.a.w.  bahwa dia bersabda, "paling baik shaf laki-laki adalah yang pertama dan paling baik shaf perempuan adalah yang terakhir. Dan dia memerintahkan laki-laki agar merenggangkan pada sujud mereka dan memerintahkan para wanita merendah dalam sujud mereka. dan dia memerintahkan para laki-laki untuk menyilangkan kaki kiri dan menegakkan kaki kanan [iftirasy] dalam tasyahhud dan memerintahkan para wanita duduk tarabbu' (menyilangkan kaki di bawah paha). Dan dia berkata, wahai para wanita, jangan kalian angkat pandangan kalian dalam shalat, melihat kepada aurat para laki-laki. (Diriwayatkan) oleh Abu Abdillah al-Hafizh dari Abu Abbas Muhammad ibn Ya'qub dari Abbas ibn Walîd ibn Mazîd al-Beiruti  dari Muhammad ibn Syu'aib dari Abdurrahman ibn Salîm dari Athâ ibn 'Ijlân bahwa dia meriwayatkan hadits kepada mereka, lalu dia menyebutkannya. Dan kalimat pertama dan kalimat terakhir dari hadits ini masyhur dari Nabi s.a.w. dan antara keduanya munkar (diingkari), Wallahu A'lam. (sanadnya lemah sekali) [(footnote: karena dalam sanadnya terdapat Athâ ibn 'Ijlân dan dia sangat lemah sekali bahkan dituduh melakukan dusta. Tetapi sebagaimana dikatakan oleh Baihaqi, bagian pertama dan bagian akhir dari hadits ini memiliki beberapa riwayat pendukung. Wallahu A'lam. Demikian, sedangkan ungkapan "sanadnya lemah sekali" adalah pernyataan saya dan bukan dari perkataan Baihaqi.)]

(Dan yang lain), hadits Abu Muthî' Hakam ibn Abdullah al-Balkhi dari Umar ibn Dzar dari Mujahid dari Abdullah ibn Umar dia berkata, Rasulullah s.a.w. bersabda, "apabila wanita duduk dalam shalat, dia meletakkan pahanya di atas pahanya yang lain dan apabila sujud dia menempelkan perutnya kepada dua pahanya seperti hal sangat menutup apa yang ada padanya di sana dan bahwa Allah memandang kepadanya dan berkata, "Wahai Malaikatku, Aku persaksikan kepada kalian bahwa Aku telah memberikan ampunan kepadanya."

·       Diriwayatkan oleh Abu Sa'ad al-Sûfi dari Abu Ahmad ibn 'Adi dari Ubaidullah ibn Muhammad al-Sarkhasi dari Muhammad ibn Qâsim al-Balkhi dari Abu Muthî' Umar ibn Dzar, lalu menyebutkannya. Abu Ahmad berkata, Abu Muthî' sangat lemah dalam hadits-haditsnya dan secara umum apa yang ia riwayatkan tidak terdapat riwayat (lain) membelanya.

Syaikh berkata, dia dinyatakan dhaif oleh Yahya ibn Ma'în dan lainnya. Dan demikian juga Athâ ibn 'Ijlân dhaif. Dan diriwayatkan padanya hadits munqathi'  dan ini lebih baik dari riwayat-riwayat yang tersambung (maushul/muttashil) sebelumnya.

·       Diriwayatkan oleh Abu Bakar Muhammad ibn Muhammad dari Abu Husain al-Fasawi (dalam suatu cacatan, al-Nasawi), dari Abu Ali al-Lu`lu`I dari Abu Daud dari Sulaiman ibn Daud dari Ibnu Wahab dari Haiwah ibn Syuraih dari Sâlim ibn Ghailân dari Yazid ibn Abu Habîb bahwa Rasulullah s.a.w.  melewati dua orang perempuan yang sedang mengerjakan shalat lalu berkata, "apabila kalian berdua sujud, tempelkan sebagian daging ke tanah karena dalam hal itu wanita tidak seperti laki-laki."

Demikan apa yang telah disebutkan oleh Baihaqi. Dan sebagaimana yang kamu lihat, dalam riwayat yang telah disebutkan oleh Baihaqi bukan hadits sahih musnad.     
[2] Dan riwayat ini memiliki riwayat pendukung dari Hisyam dari Hasan disebutkan dalam riwayat Ibnu Abi Syaibah (1/270) dengan kalimat, "wanita mendekapkan perutnya pada saat sujud."
[3] Dan kalimat Ibnu Abi Syaibah, "apabila wanita bersujud maka hendaklah dia melekatkan perutnya ke kedua pahanya dan jangan mengangkat pantatnya dan jangan merenggangkan sebagaimana laki-laki merenggangkan."
[4] Karena dalam sanadnya terdapat Hârits dan dia adalah al-A'war (buta sebelah mata), dan dinyatakan dusta oleh Syu'bi dan lainnya.
[5] Dan pada riwayat Ibnu Abi Syaibah juga dari sanad riwayat Waki' dari Sufyan dari Manshûr dari Ibrahim dia berkata, "wanita duduk dari sisi samping."
[6] Dia adalah Abdullah Ibnu Umar al-Umari besar nama (ganda) kecil riwayat, dan dia dhaif. Tetapi terdapat pembelaan terhadap riwayatnya, dibela oleh Muhammad ibn 'Ijlân dalam riwayat Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf (1/270).
[7] Atsar Ali ini dhaif karena dalam sanadnya terdapat Hârist al-A'war dan dinyatakan berdusta oleh Syu'bi sebagaimana telah dijelaskan.
[8] Atsar yang ada dari Ibnu Umar bahwa istri-istrinya menyilangkan kaki di bahwa paha. Adapun bahwa dia memerintahkan kepada mereka untuk melakukan hal tersebut, saya tidak menemukannya.
[9] Saya tegaskan, bukan maknanya bahwa itu menyatakan sahih riwayat mursal, karena mursal bagian dari dhaif sebagaimana diketahui.
[10] Al-hafizh dalam Fathul Bâri (1/473) berkata, perkataannya (dan dia berkata kepada para wanita), al-Karmâni berkata, yang mengatakan adalah Nabi s.a.w. demikian dia pastikan pendapatnya. Dan terdapat dalam riwayat al-Kasymîhani "dan dikatakan kepada para wanita", dan dalam riwayat Waki' "maka salah seorang berkata, wahai para wanita", maka sepertinya Nabi s.a.w. memerintahkan seseorang untuk menyampaikan hal itu kepada mereka. Dan kemungkinan besar orang tersebut adalah Bilal. Dan hanya saja wanita dilarang dari hal tersebut ketika mereka mengangkat kepala dari sujud, agar jangan terlintas dalam pandangan mereka sesuatu bagian tertentu dari aurat laki-laki disebabkan hal tersebut ketika mereka bangkit.  
[11] Hal ini apabila ditakutkan terhadap wanita akan terlihat aurat-aurat laki-laki. Maka terdapat dalam hadits Asmâ dalam riwayat Ahmad (6/348), dan Abu Daud (851) dan ungkapan ini pada riwayat Ahmad,  Asma berkata, "Hal itu karena kain-kain sarung mereka pendek sehingga ditakutkan tersingkap aurat mereka ketika sujud." Dan dalam sanad riwayatnya terdapat sahaya (maula) Asmâ yang disinggung oleh al-Hafizh bahwa kemungkinan dia adalah Abdullah Ibnu Kaisân dan apabila benar, maka dia ini tsiqah. Dan jika bukan dia, maka al-Mundziri menyatakan tentangnya sebagai majhûl (tidak diketahui). Tetapi terdapat dukungan terhadap riwayatnya dalam riwayat Ahmad (3/3, 16, 293, dan 287) dari riwayat Muhammad ibn Abdullah ibn Uqail dari Said ibn Musayyab dari  Abu Said al-Khudri r.a. bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda, … lalu dia menyebutkan hadits tersebut dan di dalamnya, "Wahai para wanita, apabila para laki-laki sujud maka tutuplah pandangan kalian sehingga tidak melihat aurat-aurat laki-laki karena sempitnya sarung."

·       Adapun apabila aman dari resiko tersingkap aurat—seperti misalnya para wanita melaksanakan shalat dalam ruangan tertentu yang tidak melihat para laki-laki atau seumpamanya—maka yang dipraktekkan adalah hadits Rasulullah s.a.w. "hanya saja ditentukan imam untuk diikuti…" al-hadits.  
[12] Dalam sebagian riwayat menggunakan kata tashfîh (dengan Hâ) dan maknanya sama dengan tashfîq yaitu menepuk tangan.
[13] Al-Hafizh dalam Fathul Bâri (3/77) mengutip dari Malik dan lainnya dalam perkataannya "menepuk tangan bagi para wanita" yakni bagian dari kebiasaan para wanita dalam kondisi di luar shalat dan ini bermakna mencela perbuatan itu dan tidak sepantasnya melakukan hal tersebut dalam shalat bagi laki-laki maupun perempuan. Dan dia selanjutnya memberikan komentar dengan mengemukakan riwayat Hamâd ibn Zaid dari Abu Hâzim dalam [Bab] al-Ahkâm (Fathul Bâri, 13/182) yang menggunakan kata perintah, "maka hendaklah (mengucapkan) tasbih bagi para laki-laki dan menepuk tangan bagi wanita." Maka ini secara nash menolak penafsiran dari pernyataan di atas. Al-Qurthubi berkata, pendapat yang menyatakan disyariatkan menepuk tangan bagi wanita adalah pendapat yang sahih secara hadits dan logika.
Saya tegaskan, kesimpulannya sebagaimana yang dinyatakan oleh Qurthubi.

·       Dan Abu Muhammad ibn Hazm berkata (al-Muhalla, 4/77), dan adapun wanita maka hukumnya apabila terjadi sesuatu yang keliru dalam shalatnya adalah dengan menepuk tangannya dan apabila dia mengucapkan tasbih tentu baik. Dan itu pendapat Syafi'I dan Daud. Sedangkan Abu Hanifah berkata, apabila laki-laki mengucapkan tasbih dengan bermaksud memberitahu orang lain dengan sesuatu maka shalatnya batal. Dan Malik berkata, wanita tidak menepuk tangan tetapi mengucapkan tasbîh.

Dan dua pendapat tersebut keliru dan menyalahi ketetapan dari Rasulullah s.a.w. dan dia mengemukakan hadits Sahal ibn Said kemudian berkata, tidak ada perbedaan bahwa tashfîq dan tashfîh satu makna yaitu menepukkan dengan salah satu telapak kepada telapak yang lain.

Dan kami riwayatkan dari Abu Hurairah dan Abu Said al-Khudri bahwa mereka berdua berkata, "mengucapkan tasbih bagi para laki-laki dan menepuk tangan bagi wanita" dan tidak ada yang menentang mereka dari para Sahabat r.a.

Dan hanya saja boleh mengucapkan tasbih bagi wanita karena hal itu adalah dzikir kepada Allah dan shalat adalah tempat berdzikir kepada Allah s.w.t.

Saya tegaskan, pendapat yang dikemukakan oleh Ibnu Hazm bahwa boleh bagi para wanita mengucapkan tasbih dengan argumen bahwa tasbih adalah dzikir kepada Allah, merupakan kekeliruan murni. Karena kenapa tidak diperbolehkan saja bagi mereka mengucapkan takbir, tahlil (mengucapkan Lâ Ilâha Illallâh), pujian al_Hamdulillah, mengucapkan hauqalah (Lâ Haula Walâ Quwwata Illâ Billâh), dan membaca beberapa ayat al-Qur'an karena semua itu termasuk dzikir kepada Allah s.a.w. Semoga Allah memaafkanmu wahai Abu Muhammad dan memberimu rahmat. Sesungguhnya saya menentang mazhab zhahirmu (zahiriyah) dan aku tinggalkan di sini di belakangmu.         
[14] Biografi Amâmah r.a. terdapat dalam kitab al-Ishâbah (4/230) dan Ali ibn Abu Thalib mengawininya setelah istrinya Fatimah a.s. wafat dan disebutkan bahwa hal itu atas wasiat dari Fatimah a.s. dan dia tidak melahirkan anak bersama Ali r.a.   
[15] Imam Nawawi berkata, "dan ini menjadi dasar bagi mazhab Syafi'I dan yang sepakat dengannya bahwa boleh menggendong bayi, baik laki-laki maupun perempuan dan selain itu seperti binatang yang suci, dalam shalat fardhu dan shalat sunat. Dan hal itu boleh bagi imam, makmum atau shalat sendirian. Sedangkan para pengikut Malik r.a. menafsirkan kebolehan itu dalam shalat sunat dan menyatakan tidak boleh dalam shalat fardhu. Penafsiran ini tidak bisa diterima karena perkataannya menjadi imam bagi orang-orang tegas atau seperti tegas menyatakan bahwa hal itu terjadi dalam shalat fardhu." Kemudian dia mengemukakan bantahan terhadap pendapat-pendapat yang menentang hal tersebut sampai dia berkata, "pendapat yang benar yang tidak ada tempat berpaling darinya bahwa hadits ini menjelaskan hukum boleh dan memberikan perhatian terhadap faidah-faidah ini maka hukumya boleh dan merupakan syariat yang terus berlanjut bagi kaum muslimin sampai hari kiamat. Wallahu A'lam.

Artikel Terkait:

your ad here

comments

0 Responses to "TATA CARA WANITA DALAM SHALAT"

Speak Your Mind

Tell us what you're thinking...
and oh, if you want a pic to show with your comment, go get a gravatar!

eNews & Updates

Sign up to receive breaking news
as well as receive other site updates!

Daftar Isi

Loading...