Monday, July 05, 2010

0 TIDAK WAJIB AZAN DAN IQAMAT BAGI PEREMPUAN


Tidak terdapat satu dalil sahih yang mewajibkan azan bagi wanita. Demikian juga kami tidak menemukan hadist sahih yang melarang wanita melakukan hal itu. Dan ini sebagian hadits dan pernyataan para sahabat yang berkaitan dengan masalah ini, kemudian kami lanjutkan dengan sebagian pendapat para ulama.

·      Baihaqi berkata (1/408):
Diriwayatkan oleh Abu Saad Ahmad ibn Muhammad al-Mâlîni dari Abu Ahmad ibn 'Adi dari Ahmad ibn Hasan ibn Abdul Jabbar dari Hakam ibn Musa dari Yahya ibn Hamzah dari Hakam dari Qasim dari Asma, dia berkata, Rasulullah s.a.w. besabda, "Tidak diwajibkan bagi wanita azan, iqamat, shalat jum'at, mandi jum'at. Dan tidak seorang wanita di depan mereka tetapi berdiri di tengah mereka."
Hadits Dhaif

Baihaqi berkata, demikian diriwayatkan oleh Hakam ibn Abdullah al-Aily dan dia lemah. Dan kami riwayatkan hadits itu dalam masalah azan dan iqamah dari Anas ibn Malik sebagai hadits mauqûf dan hadits marfû' dan yang marfu'nya lemah, dan itu perkataan Hasan, Ibnu Musayyab, Ibnu Sîrîn dan Syu'bi.

·      Abdur Razzaq meriwayatkan (al-Mushannaf, 5022) dari Abdullah ibn Umar dari Nafi' dari Ibnu Umar dia berkata, "tidak wajib bagi wanita azan dan tidak juga iqamah."[1]
Dhaif

Dan dikeluarkan oleh Baihaqi (1/408).

·      Abu Bakar ibn Abi Syaibah dalam al-Mushannaf berkata:
Diriwayatkan oleh Abu Khâlid dari Ibnu 'Ijlân dari Wahab ibn Kaisân berkata, Ibnu Umar ditanya apakah boleh azan bagi wanita, sehingga dia marah dan berkata, apakah dilarang menyebut nama Allah?!!
Hasan

·      Abdur Razzaq meriwayatkan (al-Mushannaf, 5016) dari Ibnu Taimy dan Ibrahim ibn Muhammad dari Laits dari Thâwûs berkata, Aisyah melakukan azan dan iqamah."
Dhaif[2]

Dan dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah (al-Mushannaf, 1/223).

·      Abdur Razzaq meriwayatkan (al-Mushannaf, 3/126) dari Ibnu Juraij dari Athâ dia berkata, "Wanita melakukan iqamah untuk dirinya sendiri apabila hendak mengerjakan shalat."
Sahih sampai pada Athâ

·      Ibnu Abi Syaibah berkata (al-Mushannaf, 1/222):
Diriwayatkan oleh Abu Khalid dari Said dari Abu Ma'syar dari Ibrahim, dan dari Qatadah dari Said Ibnu Musayyab dan Hasan mereka berkata, "tidak wajib bagi perempuan azan dan tidak juga iqamah."
Sahih
Dan dikeluarkan oleh Abdur Razzaq (al-Mushannaf, 3/127).

·      Abdur Razzaq meriwayatkan (al-Mushannaf, 3/127) dari Ma'mar dari Zuhri dia berkata, "tidak diwajibkan iqamah bagi para wanita."
Sahih dari perkataan Zuhri

Dan dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah (al-Mushannaf, 1/223).

·      Abdur Razzaq meriwayatkan (al-Mushannaf, 3/127) dari Ibnu Juraij dari Athâ dia berkata, "apabila bersama para wanita terdapat laki-laki, tidak dilarang bagi mereka untuk melakukan azan dan iqamah ketika itu."[3]
Sahih sampai pada Athâ

·      Abdur Razzaq meriwayatkan (5017) dari Tsauri dari Ustman ibn Aswad dari Mujahid dia berkata, "Tidak harus iqamah bagi para wanita."
Sahih sampai pada Mujahid

Dan dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah (al-Mushannaf, 1/223).

·      Abdur Razzaq meriwayatkan (5024) dari Ibrahim ibn Muhammad dari Daud ibn Hushain dari Ikrimah dari Ibnu Abbas dia berkata, "Tidak wajib bagi para wanita azan dan tidak juga iqamah."
Dhaif[4]

·      Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf (1/222) meriwayatkan dari Ibnu Idris dari hisyam dari Hasan dan Muhammad Ibnu Sîrîn berkata, "Tidak wajib bagi wanita azan dan tidak juga iqamah."
Sahih sampai pada Hasan dan Ibnu Sîrîn

·      Abu Bakar Ibnu Abi Syaibah berkata (al-Mushannaf, 1/223):
Diriwayatkan oleh Mu'tamar ibn Sulaiman dari ayahnya dia berkata, kami bertanya kepada Anas, "apakah bagi wanita azan dan iqama?" Dia menjawab, "tidak dan jika mereka lakukan maka itu dzikir."
Sahih dari perkataan Anas

·      Ibnu Abi Syaibah juga berkata (1/223):
Diriwayatkan oleh Harma ibn Imarah dari Ghalib ibn Sulaiman dari Dahhâk dia berkata, "tidak wajib bagi wanita azan dan tidak juga iqamah."
Sahih dari perkataan al-Dahhak

·      Ibnu Abi Syaibah berkata (al-Mushannaf, 1/223):
Diriwayatkan oleh Ibnu 'Ulyah dari Hisyam dari Hafshah,[5] dia berkata, bahwa dia (Hafshah) melakukan iqamah apabila shalat.
Sahih sampai pada Hafshah

Dan masih banyak lagi perkataan-perkataan lain dari para ulama salaf yang terdapat kelemahan padanya sehingga tidak perlu kami sebutkan.

Jelas dari apa yang telah lewat bahwa tidak wajib azan bagi wanita dan juga tidak wajib iqamah bagi mereka. Tetapi apabila mereka melakukan azan dan iqamah di antara sesama mereka, tidak dilarang bagi mereka melakukannya[6] sekiranya suara mereka tidak kedengaran oleh laki-laki karena Rasulullah s.a.w. menetapkan tepuk tangan bagi para wanita dalam sholat dan tasbih bagi para laki-laki.

Dan ini penjelasan tambahan dari beberapa pendapat-pendapat para ulama:

·      Ibnu Qudamah berkata (al-Mughni, 1/422):
Tidak wajib bagi wanita melakukan azan dan iqamah, demikian juga pendapat Ibnu Umar, Anas, Said Ibnu Musayyab, Hasan, Ibnu Sîrîn, Nukha'I, Tsauri, Malik, Abu Tsaur, dan ahshâb al-ra'yi (ulama-ulama Hanafiah) dan saya tidak menemukan perbedaan pendapat dalam masalah itu. Apakah hal itu disunnatkan bagi mereka? diriwayatkan dari Ahmad dia berkata, "apabila mereka mengerjakannya tidak mengapa, dan jika mereka tidak melakukannya hukumnya boleh." Al-Qadhi berkata, apakah disunnatkan bagi mereka melakukan iqamah? terdapat dua pendapat; dari Jabir bahwa boleh baginya melakukan iqamah[7] dan ini adalah pendapat Athâ, Mujahid, dan Auza'i. Imam Syafi'I berkata, apabila mereka melakukan azan dan iqamah tidak mengapa, dan dari Aisyah diriwayatkan bahwa dia melakukan azan dan iqamah.[8] Dan begitu juga pendapat Ishaq. Telah diriwayatkan dari Ummu Waraqah bahwa Nabi s.a.w. memberikan izin kepadanya untuk diazankan dan diiqamahkan dan menjadi imam para wanita di rumah kabilahnya.[9] Dikatakan bahwa hadits ini diriwayatkan oleh Walîd ibn Jamî' dan dia lemah. Dan diriwayatkan oleh Najjad dengan sanadnya dari Asma binti Yazid dia berkata, Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda, "tidak wajib bagi wanita azan dan tidak juga iqamah."[10] Dan karena azan pada dasarnya adalah untuk memberi tahu sedang hal itu tidak diperintahkan bagi wanita. Dan azan diperintahkan untuk menyaringkan suara dan tidak disyariatkan bagi wanita mengangkat suara. Dan orang yang tidak disyariatkan baginya melakukan azan, tidak disyariatkan juga baginya melakukan iqamah seperti bagi orang yang tidak mengerjakan shalat, dan seperti orang yang mendapatkan kesempatan sebagian pekerjaan shalat berjamaah.

·      Pengarang al-Muhazzab berkata (bersama al-Majmû', 3/98): 
Makruh bagi wanita melakukan azan dan disunnahkan baginya melakukan iqamah karena dalam azan harus mengangkat suara sedang dalam iqamah tidak. Apabila dia melakukan azan untuk para laki-laki tidak dianggap azannya karena tidak sah baginya menjadi imam bagi laki-laki maka tidak sah azannya untuk mereka.

Imam Nawawi berkata (al-Majmû', 3/100):
tidak sah azan wanita bagi laki-laki sebagaimana alasan yang disebutkan oleh pengarang, ini pendapat mazhab, keputusan pendapat jumhur, dan ditegaskan dalam kitab al-Um. Dan Imam Haramain mengutip sebagai kesepakatan para ulama. Dan terdapat satu pendapat disampaikan oleh Mutawalli bahwa azannya sah sebagaimana sah riwayatnya. Adapun apabila jamaah wanita ingin mengerjakan shalat, terdapat tiga pendapat masyhur yang ditegaskan dalam mazhab baru dan mazhab lama (qadim dan jadid), dan ini yang ditetapkan oleh jumhur, yaitu; disunatkan bagi mereka melakukan iqamah bukan azan karena alasan yang disebutkan oleh pengarang. Kedua, azan dan iqamah tidak disunatkan. Pendapat ini ditegaskan dalam al-Buwaithi. Dan ketiga, azan dan iqamah disunatkan, demikian disampaikan oleh para ulama Khurasan. Maka atas dasar pendapat pertama, apabila perempuan melakukan azan dan tidak mengangkat suara, tidak makruh dan itu termasuk dzikir kepada Allah. Demikian disebutkan oleh Syafi'I dalam kitab al-Um dan ditegaskan oleh Syaikh Abu Hamid, Qadhi Abu Thayyib, al-Muhamili dalam dua kitabnya, pengarang al-Syâmil, dan lain-lain. Dan pengarang (al-Muhazzab) dan al-Jurjani berpendapat ganjil (syaz) dalam kitab al-Tahrîr, mereka berdua berkata, makruh bagi perempuan melakukan azan, dan pendapat mazhab sebagaimana sudah lewat disebutkan. Apabila kita katakan dia melakukan azan maka jangan mengangkat suara di atas sekedar apa yang didengarkan oleh pemiliknya. Demikian kesepakatan para pengikut mazhab dan ditegaskan dalam kitab al-Um. Apabila dia mengangkat suara lebih dari itu hukumnya haram sebagaimana haram baginya terbuka di depan para laki-laki karena fitnah godaan bisa muncul dari suaranya sebagaimana bisa muncul fitnah dari wajahnya. Dan termasuk orang yang menegaskan hukum haram dalam masalah ini adalah Imam Haramain, Ghazali, Rafi'I, dan diisyaratkan oleh Qadhi Husain. Dan al-Sarkhasi dalam kitab al-Amâli berkata, mengangkat suara baginya makruh. Dan seandainya hanya seorang perempuan hendak melaksanakan shalat sendirian, apabila kita katakan seorang laki-laki sendirian tidak melakukan azan maka dia lebih lagi dan jika tidak, maka atas dasar tiga pendapat sebagaimana tersebut dalam jamaah wanita.

Dan Khuntsa Musykil (berkelamin ganda) dalam masalah ini sepenuhnya sama seperti wanita. Demikian disebutkan oleh Abu al-Futûh, al-Baghawi, dan selain mereka berdua. Ahmad, Malik, dan Daud berpendapat, disunatkan bagi perempuan sendirian dan bagi para wanita melakukan iqamah, tidak azan. Dan Abu Hanifah berpendapat, tidak disunatkan iqamah bagi mereka.

·      Abu Muhammad ibn Hazm berkata (al-Muhalla, 3/129):
Permasalahan: Dan tidak wajib azan dan tidak juga iqamah bagi para wanita. Tetapi apabila mereka melakukan azan dan iqamah, itu baik. Alasannya, bahwa perintah Rasulullah s.a.w. untuk melakukan azan adalah hanya untuk orang yang diperintahkan oleh Rasulullah s.a.w. mengerjakan shalat berjamaah dalam sabdanya s.a.w., "Hendaklah azan salah seorang dari kalian untuk kalian dan hendaklah jadi imam orang yang paling tua di antara kalian." Dan para wanita tidak termasuk orang yang diperintahkan dalam hal itu. Lalu apabila benar terjadi maka azan adalah dzikir kepada Allah dan begitu juga iqamah. Kedua pekerjaan itu dalam waktunya adalah perbuatan baik. Dan kami riwayatkan dari Ibnu Juraij dari Athâ bahwa perempuan melakukan iqamah untuk dirinya. dan Thawus berkata, Aisyah melakukan azan dan iqamah.[11]

Menurut pendapat saya, kesimpulan masalah adalah tidak terdapat dalil yang menegaskan larangan azan dan iqamah bagi para wanita dan juga tidak ada dalil yang menerangkan bahwa pekerjaan itu boleh bagi mereka. Maka apabila perempuan melakukan iqamah, kami tidak mengetahui terdapat larangan terhadap hal itu. Dan apabila dia melakukan azan maka hendaklah merendahkan suaranya karena alasan yang telah lewat bahwa Nabi s.a.w. bersabda, "menepuk tangan bagi wanita." Wallahu A'lam.


[1] Hadits dhaif karena pada sanadnya terdapat Abdullah Ibnu Umar al-Umari, nama berganda kecil riwayat. Dan tegasnya, lemah.
[2] Dalam sanadnya terdapat Laits ibn Abu Salîm dan dia lemah dan mukhtalith. Hadits ini juga diriwayatkan dari Laits dari Athâ' dari Aisyah dalam kitab Ibnu Abi Syaibah (1/223)(dan dalam riwayat Baihaqi, 3/131) dan ini termasuk yang menunjukkan cacat (ikhtilâth) Laits.

Dan Abdur Razzaq berkata (5015): Ibnu Juraij berkata, Thawus berkata, "Aisyah melakukan azan dan iqamah." Dan Ibnu Juraij pelaku tadlîs, sedang hadits ini terkenal dari riwayat Thawus dari Aisyah. Maka tidak jauh kemungkinan bahwa Ibnu Juraij menggugurkan Laits dari sanad riwayat.
[3] Hal ini yaitu apabila aman dari fitnah karena firman Allah s.w.t., "Dan Allah tidak menyukai kerusakan."
[4] Karena riwayat ini dari Ibrahim ibn Muhammad dan dia sangat lemah. Demikian juga dalam riwayat Daud ibn Hushain dari Ikrimah terdapat kelemahan.
[5] Hafshah, dia adalah Hafshah binti Sîrîn.
[6] Ini adalah pendapat Ibnu Umar dab Anas sebagaimana disebutkan perkataan-perkataan mereka sebelumnya. Ibnu Umar berkata, "apakah dilarang berdzikir kepada Allah?!!" dan Anas berkata—ketika dia ditanya apakah bagi wanita azan dan iqamah—maka dia menjawab, "tidak, lalu apabila mereka melakukannya maka itu adalah dzikir."
[7] Perkataan Jabir terdapat terdapat dalam riwayat Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf (1/223) dan padanya terdapat kelemahan.
[8] Dalam riwayat terdapat kelemahan sebagaimana sudah lewat.
[9] Pembicaraan terhadap hadits ini akan kami kemukakan dengan lebih luas, insya Allah, pada bab wanita menjadi imam.
[10] Dhaif, sebagaimana telah lewat.
[11] Dhaif sebagaimana telah lewat.

Artikel Terkait:

your ad here

comments

0 Responses to "TIDAK WAJIB AZAN DAN IQAMAT BAGI PEREMPUAN"

Speak Your Mind

Tell us what you're thinking...
and oh, if you want a pic to show with your comment, go get a gravatar!

eNews & Updates

Sign up to receive breaking news
as well as receive other site updates!

Daftar Isi

Loading...