Monday, July 05, 2010

0 WANITA LEWAT DI DEPAN ORANG SHALAT APAKAH MEMUTUS SHALATNYA?


Terjadi perbedaan pendapat antara para ulama dalam masalah ini. Ada kelompok yang berpendapat bahwa wanita lewat di depan laki-laki memutus shalatnya. Dan kelompok lain berpendapat—dan ini yang paling banyak—sebaliknya dan mereka mengatakan bahwa wanita lewat di depan laki-laki tidak memutus shalatnya. Dan mereka mentakwilkan memutus bahwa yang dimaksud adalah memutus kekhusuan dan zikir karena berpotensi mengalih perhatian dan menoleh kepadanya bukan memutus dalam arti membatalkan shalat. Dan sekarang kita kemukakan dalil-dalil dari masing-masing kelompok dan yang mengemukakan pendapatnya dari para ulama. Hanya kepada Allah kita memohon taufik.

Dalil-dalil mereka yang mengatakan bahwa wanita lewat memutus shalat

Pertama: Hadits-Hadits Marfû.

1.      Hadits Abu Dzar r.a.

Iman Muslim berkata (hadits 510):
Diriwayatkan oleh Abu Bakar ibn Abu Syaibah dari Ismail ibn Alîah. (peralihan sanad) Dia berkata, dan diriwayatkan oleh Zuhair ibn Harb dari Ismail ibn Ibrahim dari Yunus dari Hamid ibn Hilal dari Abdullah ibn Shamit dari Abu Dzar dia berkata, Rasulullah s.a.w. bersabda, "apabila salah seorang kalian berdiri melaksanakan shalat maka sudah (terhitung) menutup apabila di depannya seukuran tongkat (yang ada di belakang tunggangan). Apabila di depannya tidak ada seukuran tongkat (yang ada di belakang tunggangan) maka shalatnya terputus oleh himar, wanita dan ajing hitam." Lalu saya katakan, "wahai Abu Dzar, ada apa dengan anjing hitam dari anjing merah dan dari anjing kuning?" dia menjawab, "Hai anak saudaraku, aku bertanya kepada Rasulullah s.a.w. seperti yang kamu tanyakan kepadaku, lalu dia menjawab, anjing hitam adalah setan."
Hadits Sahih
Dan dikeluarkan oleh Abu daud (702), Turmudzi (nomor 338) dan bekata ini hadist hasan lagi sahih, Nasa`I (2/63-64) dan Ibnu majah (952).

2.      Hadits Abu Hurairah r.a.

Imam Muslim berkata (hadits 511):
Dan diriwayatkan oleh Ishaq ibn Ibrahim dari al-Makhzûmi dari Abdul Wahid (dia adalah Ibnu Ziyad) dari Ubaidullah ibn Abdullah ibn Asham dari Yazid ibn Asham dari Abu Hurairah dia berkata, Rasulullah s.a.w. bersabda, "shalat terputus oleh wanita, himar, dan anjing.[1] Dan melindungi dari hal itu adalah seukuran tongkat (yang ada di belakang tunggangan).
Hadits Sahih karena hadits sebelumnya[2]

3.      Hadits Ibnu Abbas r.a.      

Abu Daud berkata (hadits 703):
Diriwayatkan oleh Musaddad dari Yahya dari Syu'bah dari Qatadah, saya mendengar Jabir ibn Zaid meriwayatkan hadits dari Ibnu Abbas—diriwayatkan marfû oleh Syu'bah[3]—dia berkata, "shalat terputus oleh wanita haid dan anjing."
Cacat dengan mauqûf

Dan Abu Daud berkata, hadits ini diriwayatkan mauqûf atas Ibnu Abbas oleh Said, Hisyam, dan Hammam dari Qatadah dari Jabir ibn Zaid. Saya lanjutkan, dan dikeluarkan oleh Nasa`I (2/64) dan Baihaqi (2/274). 

Kedua: Atsar-atsar para sahabat r.a. dalam masalah wanita, himar, dan anjing lewat memutus shalat.

Sebagian dari Atsar-atsar ini sebagai berikut:

1.      Riwayat sahih dan tetap dari Ibnu Abbas r.a. dari beberapa sanad riwayat bahwa dia berkata, "shalat terputus oleh wanita, anjing dan himar."

2.      Riwayat yang disebutkan oleh Ibnu Hazm dengan sanad-sanadnya sampai pada Abu Hurairah r.a., Ibnu Umar r.a., Anas r.a., dan Hakam ibn Amar al-Ghifari r.a.

Demikian, kemudian masih banyak terdapat atsar lain dari para Tabi'in yang menyatakan masalah itu. Silahkan lihat Mushannaf Ibnu Abi Syaibah (1/281) dan Mushannaf Abdur Razzaq (2/26).

Beberapa pendapat para ulama dalam masalah wanita lewat memutus shalat.

·      Turmudzi—setelah mengemukakan hadits Abu Dzar nomor 338—berkata, "sebagian para ulama memberikan pendapat dalam masalah ini, mereka berkata, shalat terputus oleh himar, wanita, dan anjing hitam."

Ahmad berkata, yang tidak saya ragukan lagi dalam masalah ini bahwa anjing hitam memutus shalat. Dan dalam hati saya pada himar dan wanita masih ada sesuatu.[4] Dan Ishaq berkata, tidak memutusnya kecuali anjing hitam.

·      Ibnu Qayyim berpendapat bahwa tiga jenis ini memutus shalat. Dia berkata dalam Zad al-Ma'ad (1/306):
..maka apabila tidak ada tirai, telah sahih bahwa memutus shalatnya wanita, himar, dan anjing hitam. Dan telah tetap hal itu dari riwayat Abu Dzar, Abu Hurairah, Ibnu Abbas,[5] dan Abdullah ibn Mughaffal.[6] Dan orang yang membantah hadits-hadits ini terbagi dua; benar tidak tegas dan tegas tidak benar maka jangan ditinggalkan  mengamalkannya hanya karena orang yang membantah, ini urusannya. Dan Rasulullah s.a.w. mengerjakan shalat sedang Aisyah r.a. sedang tidur di arah kiblatnya dan sepertinya hal itu tidak seperti orang lewat. Karena seorang laki-laki diharamkan lewat di depan orang yang sedang shalat dan tidak dimakruhkan baginya jika berdiam di depannya. Dan demikian juga wanita apabila lewat memutus shalat, tidak apabila dia berdiam. Wallahu A'lam.

·      Pengikut mazhab zhahiriah—dan pemimpin mereka, Abu Muhammad Ibnu Hazm—juga berpendapat bahwa wanita lewat di depan laki-laki memutus shalatnya.

Abu Muhammad Ibnu Hazm berkata (al-Muhalla, 3/8):
"Dan shalat orang yang sedang shalat terputus oleh keberadaan anjing di depannya, apakah sedang lewat atau tidak lewat, kecil atau besar, masih hidup atau sudah mati, atau keberadaan himar di depannya seperti itu juga, dan keberadaan wanita di depan laki-laki, baik sedang lewat atau tidak lewat, masih kecil[7] atau sudah besar kecuali dia sedang berbaring di antara orang shalat dan kiblat saja maka tidak memutus shalatnya ketika itu. Dan para wanita tidak memutus shalat sesama wanita.

Lalu apabila di depan orang yang shalat terdapat sesuatu yang tinggi sehasta—yaitu seukuran tongkat di belakang tunggangan dalam tradisi Arab dan kita tidak memperdulikan ketebalannya—maka tidak mempengaruhi shalatnya setiap apa yang ada di belakang tirai dari bagian yang telah kami sebutkan. Begitu juga tidak mempengaruhi dari semua bagian itu yang berada di atas tirai. Dan siapa yang membawa anak perempuan kecil di atas pundaknya dalam shalat tidak batal slahatnya dan apakah orang yang shalat mengetahui hal itu atau tidak." Kemudian dia mengemukakan sejumblah hadits dan atsar yang menguatkan pendapatnya.

·      Sedangkan bantahannya terhadap orang yang berdalil dengan hadits Ibnu Abbas dalam masalah keledai betina lewat, dia berkata: bahwa keledai betina tidak lewat di depan Rasulullah s.a.w. tetapi lewat di depan shaf dan tirai imam adalah tirai bagi orang yang di belakangnya.

·      Adapun bantahannya terhadap orang yang berdalil dengan hadits Aisyah r.a. bahwa dia sedang tidur di depan Rasulullah s.a.w. ketika Rasulullah s.a.w. sedang shalat, dia memberikan pengecualian wanita yang berbaring. Dia berkata bahwa wanita yang berbaring di antara orang shalat dan kiblat tidak memutus shalat. Wallahu A'lam.

·      Sedangkan bantahannya terhadap hadits (tidak ada sesuatu yang memutus shalat), dia menyatakannya dhaif. Kemudian menyatakan—atas asumsi sahih—bahwa hadits itu dinasakh.

·      Kemudian dia mengakhiri pembahasan dengan perkataannya, dan orang-orang yang membantah mengemukakan argumen dengan firman Allah s.a.w., Kepada-Nya lah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya [(QS. Fathîr-[35]:10)]. Dia berkata, ini memutus apa?

Ali [Dia adalah Ibnu Hazm] berkata: memutusnya, menurut mereka yang banyak urusan ini, ciuman laki-laki kepada istrinya, sentuhan pada kemaluan sendiri, dan kencing bagal [kuda kecil] yang lebih banyak dari ukuran dirham. Dan memutusnya menurut semua, angin kecil yang keluar dari dubur secara sengaja.

·      Al-Syaukani berpendapat (Nailul Authâr, 3/12) bahwa wanita lewat memutus shalat.

Beberapa catatan:

1.      Masalah wanita lewat di depan wanita apakah memutus shalatnya atau tidak?
Saya tidak menemukan satupun para ulama yang menegaskan bahwa wanita memutus shalat wanita. Dan Ibnu Hazm memberikan pendapat (al-Muhalla, 4/15) bahwa wanita hal itu tidak memutus shalatnya. Dia berkata, adapun para wanita, Nabi s.a.w. sudah memberitahukan bahwa paling baik shaf bagi mereka adalah barisan terakhir, maka jelas benar bahwa sebagian mereka tidak memutus shalat sebagian yang lain. Dan hanya kepada Allah kita memohon taufik. Dan silahkan lihat atsar berikut dalam catatan kedua.

2.      Budak perempuan yang belum haid.
Budak wanita yang masih belum haid apabila lewat tidak memutus shalat. Sebab dia masih belum disebut wanita.

·      Dan Abdur Razzaq (al-Mushannaf, 2/28, Atsar nomor 2356) meriwayatkan dari Ma'mar dari Qatadah dia berkata, "wanita tidak memutus shalat wanita." Dia berkata, dan Qatadah ditanya apakah budak wanita yang belum haid memutus shalat? Dia menjawab, tidak.

3.      Pendapat Asing dari Ibnu Khuzaimah.

Ibnu Khuzaimah mengemukakan pendapat yang asing ketika dia berkata dalam kitab sahihnya (2/22):
"Ketahuilah bahwa shalat terputus oleh wanita haid tidak oleh wanita yang suci…"

Dia mengkhususkan wanita yang memutus shalat adalah wanita yang sedang haid. Ini asing, aneh dan sulit karena wanita haid terkadang digunakan untuk menyebut wanita yang sudah mencapai usia haid dan diajukan dalil atas hal itu dengan hadits yang dinyatakan sahih oleh Ibnu Khuzaimah sendiri, "Allah tidak menerima shalat wanita haid kecuali menggunakan kudung." Maka sudah diketahui secara pasti bahwa yang dimaksud dengan wanita haid dalam hadits ini adalah wanita yang sudah mencapai haid karena wanita yang sedang haid tidak mengerjakan shalat. [catatan penterjemah: dengan maksud hadits tersebut diterjemahkan makna hadits ini sebelumnya].

4.      Wanita lewat dari sebelah kanan atau sebelah kiri laki-laki ketika dia sedang shalat tidak memutus shalatnya.

Ini karena tidak terdapat dalil yang menyatakan bahwa hal itu memutus shalat. Juga tidak terdapat apa yang mendekati dalil.

·      Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf berkata (1/286):
Diriwayatkan oleh Hafash ibn Giyâts dari Ibnu 'Aun dari Ibnu Sîrîn dari Abu Said al-Khudri bahwa dia sedang shalat dan perempuan sedang lewat di sebelah kanan dan sebelah kirinya. Dia melihat hal itu tidak mengapa. Dan dia berkata, Ibnu Sirin mengucapkan tasbih apabila wanita berdiri di sampingnya.
Sahih

·      Dan dia juga berkata:
Diriwayatkan oleh Fadhl ibn Dakin dari Zuhair dari Abu Ishaq dia berkata, diriwayatkan oleh Mush'ab ibn Saad dia berkata, di samping (arah) kiblat Saad terdapat peti dan pembantu datang lalu mengambil keperluannya dari sebelah kanan dan dari sebelah kiri. Hal itu tidak memutus shalatnya.
Sahih sampai pada Saad

Diriwayatkan oleh Ghandar dari Ustman ibn Giyats dia berkata, saya bertanya kepada Hasan tentang wanita yang lewat di samping laki-laki ketika dia sedang shalat. Dia menjawab, "tidak mengapa kecuali dia berdiam di depannya."
Sahih sampai pada Hasan

5.      Wanita berdiri di samping laki-laki tidak membatalkan shalatnya.

Imam Muslim berkata (2/148):
Diriwayatkan oleh Abu Bakar ibn Abu Syaibah dan Zuhair ibn Harb. Zuhair berkata, diriwayatkan oleh Waki' dari Thalhah ibn Yahya dari Ubaidullah ibn Abdullah dia berkata, saya mendengar Aisyah berkata, Nabi s.a.w. sedang mengerjakan shalat pada waktu malam dan saya di sampingnya, dan saya sedang haid, dan saya sedang mengenakan pakaian tebal[8] dan sebagiannya mengenai (tubuhnya) pada bagian sampingnya.[9]
Hadits Hasan

Dan dikeluarkan oleh Abu Daud (hadits 370), Ibnu Majah (hadits 652) dan Nasa`i.

Dalil-dalil mereka yang berpendapat bahwa wanita lewat di depan orang shalat tidak memutus shalatnya.

Pertama: Hadits-Hadits Marfû.

1.      Hadits Aisyah r.a.

Imam Bukhari berkata (hadits 515):
Diriwayatkan oleh Ishaq dia berkata, diriwayatkan oleh Ya'qub ibn Ibrahim dia berkata, diriwayatkan oleh anak saudaraku Ibnu Syihab bahwa dia bertanya kepada pamannya tentang shalat, apa yang memutusnya? Lalu dia menjawab, tidak memutusnya sesuatu pun, diriwayatkan kepadaku oleh Urwah ibn Zubair dari Aisyah, istri Nabi s.a.w. dia berkata, "Rasulullah s.a.w. sedang berdiri lalu melaksanakan shalat pada waktu malam dan aku sedang menghalangi antara dirinya dan kiblat di atas ranjang keluarganya."
Hadits Sahih
Dan dikeluarkan oleh Abu Daud (hadits 710).

Imam Bukhari berkata (hadits 508):
Diriwayatkan oleh Ustman ibn Abu Syaibah dia berkata, diriwayatkan oleh Jarir dari Manshur dari Ibrahim dari Aswad dari Aisyah dia berkata, "Apakah kalian persamakan kami dengan anjing dan himar? Aku melihat diriku sedang berbaring di atas ranjang, lalu Nabi s.a.w. datang dan berdiri di posisi ranjang persis di depannya lalu shalat sehingga aku tidak enak berada di depannya.[10] Lalu aku keluar perlahan[11] dari sebelah kaki ranjang sampai aku keluar dari selimutku."
Hadits Sahih
Dan dikeluarkan oleh Muslim (2/148, bersama Nawawi) dengan banyak sanad riwayat dari Aisyah r.a.

2.      Hadits Ibnu Abbas r.a.
Imam Bukhari berkata (hadits 1857):
Diriwayatkan oleh Ishaq dari Ya'qub ibn Ibrahim dari anak saudaraku Ibnu Syihab dari pamannya dari Ubaidullah ibn Abdullah ibn Utbah ibn Mas'ud bahwa Abdullah ibn Abbas r.a. berkata, "saya tiba, dan ketika itu aku sudah mendekati usia baligh,[12] berjalan menunggang keledai betina[13] milikku dan Rasulullah s.a.w. sedang berdiri melaksanakan shalat di Mina sehingga aku berjalan di depan sebagian shaf pertama[14] kemudian aku turun darinya dan ia merumput. Kemudian aku berbaris dalam shaf bersama orang-orang di belakang Rasulullah s.a.w. dan Yunus berkata dari Ibnu Syihab, (di Mina yaitu pada haji wada').
Hadits Sahih
Dan dikeluarkan oleh Muslim (504), Abu Daud (hadits 715), Turmudzi (hadits 337) dan dia berkata, ini hadits hasan lagi sahih, Nasa`I (2/64) dan Ibnu Majah hadits (947).

3.      Hadits Abu Hurairah r.a.

Imam Bukhari berkata (1210):
Diriwayatkan oleh Mahmud dari Syabâbah dari Syu'bah dari Muhammad ibn Ziyad dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w. bahwa dia melaksanakan suatu shalat, dia berkata, "Sesungguhnya setan muncul di hadapan menyerangku untuk memutus shalatku kemudian Allah berikan kekuatan padaku sehingga aku mencekiknya dan aku bermaksud mengikatnya di salah satu tiang pancang sehingga ketiga pagi kalian bisa melihatnya. Lalu aku teringat perkataan Sulaiman a.s., 'Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang jua pun sesudahku' lalu Allah mengusirnya (setan) dalam keadaan terhina."[15] Kemudian Nadhir ibn Syumail berkata, fadza'attuhu yakni aku mencekinya, dan fada'attuhu dari kata seperti dalam firman Allah Yauma yuda'ûna yakni mereka didorong. Dan yang benar adalah fada'attuhu, kecuali bahwa dia berkata demikian: dengan tasydîd 'ain dan tâ.
Hadits Sahih
Dan dikeluarkan oleh Muslim (hadits 541).

4.      Hadits Abu Darda r.a.

Imam Muslim berkata (hadits 542):
Diriwayatkan Muhammad ibn Salamah al-Murâdi dari Abdullah ibn Wahab dari Mu'awiyah ibn Shalih dia berkata, diriwayatkan oleh Rabi'ah ibn Yazid dari Abu Idris al-Khulâni dari Abu Darda dia berkata, Rasulullah s.a.w. berdiri lalu kami dengar dia mengatakan, "Aku berlindung kepada Allah darimu (A'udzu billah minka)." Kemudian dia mengatakan, "Aku laknat kamu dengan laknat Allah (Al'anuka bila'natillah)" sebanyak tiga kali. Dan dia menguraikan tangannya seakan-akan sedang melakukan sesuatu. Lalu ketika sudah selesai shalat, kami tanyakan, "Hai Rasulullah, kami telah mendengarkan kamu mengucapkan sesuatu dalam shalat yang tidak pernah kami dengarkan kamu mengucapkannya sebelum ini dan kami melihat kamu menguraikan tanganmu." Dia menjawab, "Sesungguhnya musuh Allah, Iblis datang dengan bintang (meteor) dari api untuk ia letakkan di wajahku. Maka aku ucapkan 'aku berlindung kepada Allah darimu' tiga kali, kemudian aku ucapkan 'Aku melaknatmu dengan laknat Allah yang sempurna maka tidak pernah tertunda' (Al'anuka bila'natillah al-tâmmah falam yasta`khir) sebanyaka tiga kali. Kemudian aku ingin membawanya dan demi Allah seandainya tidak karena doa saudara kami Sulaiman, niscaya pada waktu pagi dia sudah terikat jadi permainan anak-anak penduduk Madinah."
Hadits Sahih
Dan dikeluarkan oleh Nasa`i (3/13).   

5.      Hadits Abu Said al-Khudri r.a. dan penjelasan sanad-sanad hadits tidak ada sesuatu yang memutus shalat.

·      Abu Daud berkata (hadits 719):
Diriwayatkan oleh Muhammad ibn 'Alâ dari Abu Usamah dari Mujalid dari Abu Waddâk dari Abu Said dia berkata, Rasulullah s.a.w. bersabda, "tak ada sesuatu yang memutus shalat,[16] dan doronglah semampu kalian karena sesungguhnya itu setan."
Hadits Dhaif

·      Dan Abu Daud juga berkata (hadits 720):
Diriwayatkan oleh Musaddad dari Abdul Wahid ibn Ziyad dari Mujalid dari Abu Waddak dia berkata, seorang pemuda dari Quraisy lewat di depan Abu Darda ketika dia sedang shalat sehingga dia dorong kemudian pemuda itu kembali lagi lalu dia dorong lagi sampai 3 kali. Ketika dia sudah pulang, dia berkata, "Sesungguhnya shalat tidak memutusnya sesuatu pun, tetapi Rasulullah s.a.w. berkata, "doronglah semampun kalian karena sesungguhnya itu setan."

Abu Daud berkata, apabila dua hadits dari Rasulullah s.a.w. bertentangan pada maknanya maka dilihat apa yang dipraktekkan oleh para sahabat setelahnya.

Kedua: Atsar-atsar dari para sahabat Rasulullah s.a.w. bahwa shalat tidak memutusnya sesuatu pun.

Atsar-atsar yang terdapat dari Rasulullah s.a.w. dalam masalah ini sangat banyak, antara lain:
[catatan penterjemah: sepertinya ada yang ketinggalan, maksudnya mungkin atsar-atsar yang terdapat dari sahabat Rasulullah s.a.w.]

1.           riwayat yang ada dari Ali r.a. dan Ustman r.a. dan dinisbatkan oleh al-Hafizh dalam Fathul Bâri (1/588) kepada Said ibn Manshur dan al-Hafizh menyatakannya sahih. Dan ini juga terdapat dalam Sunan Baihaqi (2/278).

2.           riwayat yang ada sari Ibnu Umar dengan sanad yang sahih dikeluarkan oleh Malik dalam al-Muwattha` (1/156) dari riwayat ibn Syihab dari Salim ibn Abdullah bahwa Abdullah ibn Umar berkata, "Tidak memutus shalat sesuatu yang lewat di depan orang yang sedang shalat."

3.           riwayat yang ada dari Aisyah r.a. dan telah lewat dalam pemaparan hadits.

4.           Atsar Ibnu Abbas r.a. dan dia berdalil dengan firman Allah s.w.t., "Kepada-Nya lah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya." Dan atsar ini terdapat dalam riwayat Abdur Razzaq (2/29), al-Thahawi (1/266) dan Baihaqi (2/279) yaitu dari riwayat Sammak dari Ikrimah dan dalam riwayat Sammak dari Ikrimah adalah lemah.

5.           sekumpulan atsar yang lain dari para sahabat. Silahkan lihat Aunul Ma'bud (2/406), Mushannaf iBnu Abi Syaibah (1/280) dan Mushannaf Abdur Razzaq (2/28-29).

Beberapa pendapat para ulama yang mengatakan bahwa wanita lewat di depan orang yang sedang shalat tidak memutus shalatnya yaitu tidak membatalkan shalatnya.

·      Turmudzi—setelah mengemukakan hadits Ibnu Abbas dalam masalah keledai betina lewat di depan shaf—berkata, dan yang dipraktekkan oleh kebanyakan para ulama dari para Sahabat Nabi s.a.w. dan ulama setelah mereka dari para Tabi'in, mereka menyatakan bahwa shalat tidak memutusnya sesuatu pun. Dan dengan pendapat ini dinyatakan oleh Sufyan al-Tsauri dan Syafi'i. (Sunan Abu Daud, 2/161).

·      Imam Syafi'I berkata—sebagaimana dikutip oleh Syaikh Ahmad Syakir dalam syarah singkatnya terhadap Sunan Turmudzi, 2/163—dalam masalah perbedaan hadits:

”Tidak ada sedikit pun dari hal ini disebut perbedaan. Dan ini adalah—Wallahu A'lam—termasuk hadits-hadits yang dilaksanakan dan pelaksananya tidak perlu menyelidik pada sebab-sebabnya. Dan sebagiannya menunjukkan atas sebagian yang lain. Dan perintah Rasulullah s.a.w. kepada orang yang shalat agar berbatas dinding dengan mendekati dinding adalah pilihan bukan maknanya apabila dia tidak melakukan, shalatnya batal dan juga bukan maknanya ada sesuatu yang lewat di depannya akan membatalkan shalatnya. Karena Nabi s.a.w. melaksanakan shalat di Masjidil Haram dan orang-orang sedang thawaf di depannya dan tidak terdapat tirai antara dia dan mereka.[17] Dan ini shalat sendirian bukan shalat berjamaah. Dan dia melaksanakan shalat dengan orang-orang di Mina secara berjamaah tanpa ada tirai pembatas. Dan seandainya shalatnya batal karena ada sesuatu yang lewat di depannya tentu dia tidak melaksanakan shalat tanpa dinding pembatas dan tidak ada seorang pun di belakangnya mengetahui hal itu. Dan Ibnu Abbas di atas keledai betina lewat di depan sebagian shaf yang ada di belakang Rasulullah s.a.w. dan tidak ada seorang pun yang menegurnya atas hal itu. Dan demikian juga Wallahu A'lam di memerintahkan dengan membuat garis[18] di gurun shara adalah pilihan. Dan perkataannya, (Setan tidak merusak shalatnya) yakni menggoda dengan sebagian yang lewat di depannya lalu terus berlanjut hingga terjadi sesuatu yang merusak shalat karena lewat sesuatu di depannya. Dan demikian juga dia tidak membenci yang lewat di depannya dan barangkali penekanannya pada hal ini hanya karena mereka meninggalkan larangannya, Wallahu A'lam. Dan perkataannya "apabila salah seorang kalian melaksanakan shalat tanpat tirai pembatas maka tidak mengapa (ada dosa) atas kalian lewat di depannya"[19] menunjukkan bahwa hal itu tidak memutus shalat orang yang sedang shalat. Dan seandainya hal itu memutus shalatnya tentu dia tidak membolehkan bagi seorang muslim memutus shalat seorang muslim. Dan demikianlah termasuk pada makna yang dimaksud, orang-orang yang lewat di depan Rasulullah s.a.w. ketika dia sedang shalat dan orang-orang sedang melakukan thawaf, dan Ibnu Abbas yang lewat di depan sebagian orang yang sedang shalat bersamanya di Mina, dia tidak mengingkarinya. Dan padanya terkandung dalil bahwa makruh bagi seseorang lewat di depan orang yang sedang shalat menggunakan tirai pembatas dan tidak makruh lewat di depan orang yang shalat tidak menggunakan tirai pembatas.[20] Dan sabda Rasulullah s.a.w. pada orang yang menggunakan dinding pembatas apabila ada seseorang yang lewat di depannya, "hendaklah dia memeranginya [terjemah kata asli]" yakni mendorongnya [maksud kata itu menurut Syafi'i].

Lalu apabila ada seseorang berkata, telah diriwayatkan bahwa lewatnya anjing dan keledai tidak merusak shalat apabila dua jenis itu lewat di depannya?[21]

Dijawab: apabila diriwayatkan satu hadits bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda, "shalat terputus oleh wanita, anjing, dan himar" dan maknanya bertentangan dengan hadits-hadits ini sehingga setiap satu dari hadits-hadits ini lebih tetap dari hadits itu dan bersamanya terdapat maksud zhahir al-Qur'an, maka hadits itu tidak boleh ditinggalkan apabila sudah tetap kecuali dalil itu dinasakh. Dan kita tidak mengetahui dalil yang dinasakh [dibatalkan] sampai kita mengetahui dalil yang lain [yang menasakh] dan sedangkan kita tidak mengetahui dalil yang lain itu. [penterjemah:lanjutan dari, kecuali dalil itu dinasakh] Atau ditolak riwayat yang tidak dihapalkan dan ini menurut kami tidak dihapalkan[22] karena Nabi s.a.w. melaksanakan shalat sedang Aisyah berada di antara dia dan kiblat dan dia melaksanakan shalat sambil membawa Amamah yang ia letakkan apabila sujud dan dia angkat apabila berdiri. Dan seandainya hal itu memutus shalatnya tentu dia tidak melakukan salah satu dari dua perkara itu. Dan dia melaksanakan shalat tanpa menggunakan tirai dan setiap satu dari dua hadits ini membantah hadits tersebut karena hadits tersebut (hanya) satu [bisa jadi maksud Syafi'I adalah hadits ahad dan bisa juga membandingkan dalil lalu diambil mana yang lebih banyak dan tentunya lebih kuat, karena itu saya terjemahkan tekstual karena tidak ingin mereduksi makna yang bisa jadi juga dimaksud kedua-duanya, PENTERJEMAH] dan meskipun bisa diambil padanya beberapa perkara.

Lalu apabila dikatakan, apa dalil dari al-Qur'an yang menguatkan masalah ini?

Dijawab: Keputusan (Qadha) Allah bahwa seseorang tidak menanggung dosa orang lain, Wallahu A'lam. Bahwasanya pekerjaan seseorang tidak membatalkan pekerjaan orang lain dan bahwa perbuatan setiap orang, pahala diperoleh untuk sendiri dan dosa ditanggung sendiri. Dan manakala begini kenyataannya tidak boleh (dikatakan) bahwa seseorang lewat memutus shalat orang lain."

·      Dan Imam Nawawi berkata (Syarah Muslim, 2/145) ketika menguraikan hadits Abu Dzar "shalat terputus oleh himar, wanita, dan anjing hitam":

"Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini. Sebagian mereka mengatakan, semua jenis itu memutus shalat. Dan Ahmad ibn Hambal berkata: anjing hitam memutus shalat, dan dalam hatiku masih ada sesuatu pada himar dan wanita. Dan dia menjelaskan perkataannya, bahwa masalah anjing tidak terdapat sedikit pun yang membantah hadits ini untuk dinyatakan sebagai rukhshah. Sedangkan masalah wanita, terdapat hadits Aisyah r.a. yang disebutkan setelah ini, dan masalah himar terdapat hadits Ibnu Abbas yang telah lewat. Malik, Abu Hanifah dan Syafi'I serta jumhur ulama salaf dan khalaf menyatakan, tidak batal shalat karena ada yang lewat dari jenis itu atau selain itu. Dan mereka mentakwilkan hadits ini bahwa yang dimaksud dengan terputus adalah kurang sempurna shalat karena hati menjadi terganggu dengan hal-hal ini dan bukan maksudnya membatalkan shalat. Sedangkan sebagian ulama ada yang menyatakan hadits ini dinasakh dengan hadits lain "tidak memutus shalat sesuatu pun dan doronglah semampu kalian"[23] dan ini tidak bisa diterima karena nasakh tidak digunakan kecuali apabila tidak mungkin dilakukan penggabungan antara hadits-hadits, dan pentakwilan maknanya, dan pengetahuan kita terhadap sejarah [penanggalan mana yang terlebih dahulu] sedang di sini tidak ada sejarah dan juga masih bisa dilakukan penggabungan dan pentakwilan, bahkan sudah ditakwilkan dengan maksud yang sudah kami sebutkan. Dan bersama itu, hadits "tidak memutus shalat seseorang sesuatu pun" ini dhaif. Wallahu A'lam.

·      Dan dia juga berkata dalam al-Majmû (3/250):
"Apabila dia shalat menghadap tirai pembatas lalu lewat di antara dia dan tirai itu seorang laki-laki, atau perempuan, atau anak kecil, atau orang kafir, atau anjing hitam, atau himar, atau selainnya dari jenis binatang yang lain, shalatnya tidak batal menurut pendapat kami. Syaikh Abu Hamid dan para sahabat kami mengatakan, dan dengan pendapat ini dinyatakan oleh para ulama kecuali Hasan Bashri karena dia mengatakan bahwa shalat batal dengan lewatnya perempuan, himar, dan anjing. Sedangkan Ahmad dan Ishaq berkata, shalatnya batal dengan dilewati anjing hitam saja."

Kemudian dia mengemukakan sejumblah dalil-dalil dalam masalah ini dan menutup pembahasan dengan perkataannya:
"Dan adapun jawaban terhadap hadits-hadits sahih yang menjadi pegangan mereka[24] yaitu dari dua sisi; paling sahih dan paling bagus dari keduanya adalah jawaban yang diberikan oleh Syafi'I, al-Khattabi, dan para ulama yang diakui dari para fuqaha dan ahli hadits bahwa yang dimaksud dengan terputus adalah terputus dari kekhusuan dan zikir karena terganggu dengannya dan mengalihkan perhatian padanya, bukan maksudnya bahwa hal itu membatalkan shalat."

·      Ibnu Qudamah dalam al-Mughni (2/249) berkata dalam menguraikan masalah "dan tidak memutus shalat kecuali anjing hitam legam (murni hitam)" yaitu apabila lewat di depannya: ini adalah pendapat yang masyhur dari Imam Ahmad, dikutip oleh para ulama darinya.

Al-Atsram berkata: Abu Abdillah ditanya tentang sesuatu yang memutus shalat? dia menjawab, menurutku tidak memutusnya sesuatu pun kecuali anjing hitam legam, dan ini pendapat Aisyah.


[1] Dalam riwayat ini disebutkan anjing secara mutlak sedang pada riwayat sebelumnya dikaitkan dengan anjing hitam.
[2] Karena Ubaidullah ibn Abdullah ibn Asham tidak dinyatakan tsiqah oleh orang yang diakui. Dan al-Hafizh berkata tentangnya dalam kitab al-Taqrîb, bisa diterima. Tetapi hadits ini memiliki beberapa pendukung sebagaimana telah lewat dalam hadits sebelumnya.
[3] Demikian dinyatakan marfû oleh Syu'bah—dan dia tsiqah lagi teguh—tetapi yang lebih banyak dan mereka juga terpercaya (tsiqah) menetapkannya mauqûf atas Ibnu Abbas. Maka yang menjadi pegangan adalah pendapat mereka. wallahu A'lam.

Dan pada hadits terdapat cacat yang lain, dikemukan oleh Baihaqi dalam Sunannya (2/274) dia berkata: Yahya mengatakan, dan telah sampai kepadaku bahwa Hammâm memasukkan Abu Khalil (dalam sanad) antara Qatadah dan Jabir ibn Zaid.

Baihaqi berkata, riwayat yang tetap dari Ibnu Abbas bahwa hal tersebut tidak merusak shalat tetapi dia memakruhkan hal tersebut. Dan ini menunjukkan—dari pendapatnya bersama perkataannya memutus—bahwa yang dimaksud terputus adalah bukan membatalkan. Dan itu diriwayatkan dalam bentuk lain dari Ibnu Abbas r.a.

Saya kemukakan, dan bentuk riwayat yang disinggung oleh Baihaqi ini dikeluarkan oleh Abu Daud (704) dan Baihaqi (2/275) dari riwayat Muadz ibn Hisyam dari ayahnya dari Yahya ibn Abu Katsîr dari Ikrimah sahaya Ibnu Abbas dari Abdullah ibn Abbas r.a. dia berkata, saya memperkirakannya dinisbatkan kepada Rasulullah s.a.w. (dalam riwayat Abu Daud, saya memperkirakannya dari Rasulullah s.a.w.) dia berkata, "apabila salah seorang kalian melaksanakan shalat tanpa tirai dinding maka shalatnya terputus oleh anjing, himar, babi, orang Yahudi, Nasrani, Majusi, dan wanita. Dan cukup baginya apabila mereka lewat di depannya seukuran lemparan batu (sebagai pembatas)."

Abu Daud berkata, ada sesuatu dalam diriku terhdap hadits ini. Saya menyebutkan Ibrahim dan lainnya pada riwayat ini tetapi saya tidak melihat seorang pun mendapatkannya dari Hisyam dan tidak seorang pun mengenalnya, saya tidak melihat seorang pun mendapatkannya dari Hisyam dan saya memperkirakan ini kekeliruan (waham) dari Ibnu Abi Samînah (yakni Muhammad ibn Ismail al-Bashri sahaya Bani Hasyim). Saya katakan, dialah perawi dari Muadz dalam riwayat Abu Daud dan yang diingkari padanya adalah penyebutan Majusi dan di dalamnya juga menyebutkan (seukuran lemparan batu) dan menyebutkan babi dan di dalamnya terdapat hal yang diingkari.

Abu daud berkata, dan saya tidak mendengar hadits ini kecuali dari Muhammad ibn Ismail (ibn Samînah) dan saya memperkirakan padanya terjadi kekeliruan (waham) karena dia meriwayatkan hadits kepada kami dari hapalannya.

Saya tegaskan, di dalam hadits terdapat periwayatan menggunakan kata dari ('an'an) oleh Yahya ibn Abu Katsîr dan dia pelaku tadlîs, dan dia yang ragu-ragu dalam menyatakan marfû hadits [dengan lafazh, saya memperkirakan dinisbatkan kepada Rasulullah].

Demikian, dan dalam masalah ini masih terdapat sejumblah hadits-hadits lain yang tidak terlepas dari tinjauan-tinjauan dan kritikan, karena itu tidak kami kemukakan. Kemudian pokok masalahnya terdapat dalam hadits-hadits sebelumnya.
[4] Saya tegaskan, Ibnu Hazm dalam al-Muhalla (4/11) mengutip dari Ahmad ibn Hambal bahwa dia berkata, shalat terputus oleh anjing hitam, himar, dan wanita kecuali dia sedang berbaring.
[5] Telah lewat pembahasan terhadap riwayat Ibnu Abbas r.a. dan penjelasan pendapat yang benar padanya dan bahwa riwayat itu mauqûf atas perkataannya.
[6] Riwayat Abdullah ibn Mughaffal ini terdapat dalam riwayat Ibnu Majah nomor (951) dan riwayat ini dhaif.   
[7] Kata wanita digunakan untuk menunjukkan wanita yang sudah mencapai haid. Dan Rasulullah s.a.w. pernah menggendong Amamah dalam shalat. Lalu ketika dia sujud, dia meletakkannya. Dan tidak mustahil—setelah diletakkan—dia lewat di depannya. Dan bersama itu tidak terdapat riwayat yang menyatakan bahwa Rasulullah s.a.w. memutuskan shalatnya karena meletakkan Amamah.
[8] (penjelasan kata) mirth adalah pakaian. Dan telah lewat penjelasannya.
[9] Sunnah bagi wanita apabila shalat bersama laki-laki untuk berdiri di belakangnya sebagaimana sudah lewat. Adapun apabila wanita berdiri sejajar dengan laki-laki apakah wanita itu dalam shalat atau tidak dalam shalat maka hal itu tidak membatalkan shalat laki-laki. Dan sudah lewat pembahasan hal ini.

·       Imam Nawawi memberikan komentar terhadap hadits ini berkata, dalam hadits ini terkandung dalil bahwa wanita berdiri di samping orang yang sedang shalat tidak membatalkan shalatnya. Ini adalah pendapat mazhab kami dan pendapat jumhur. Sedangkan Abu Hanifah menyatakan shalatnya batal. Saya tegaskan, tidak ada dalil bagi pendapat Abu Hanifah yang menyatakan batal dan sudah lewat bantahan terhadap pendapatnya ini.

Dan al-Syaukani juga menisbatkannya kepada pendapat jumhur sebagaimana yang telah dikutip oleh Nawawi dari jumhur. Dan dia juga berpendapat seperti pendapat jumhur (Nailul Authâr, 2/124).

·       Dan untuk tambahan penjelasan, silahkan lihat apa yang diungkapkan oleh Nawawi (dalam al-Majmû, 3/252 dan 4/299), al-Mughni Ibnu Qudamah (2/215), dan al-Muhalla Ibnu Hazm (2/17-19).
[10](penjelasan kata) asnahahu dengan fathâh nûn dan hâ yakni nampak di dari sebelah depannya, disebutkan oleh al-Hafizh dalam Fathul Bâri (1/508). Dan di dalam Lisan al-Arab, sânih yaitu apa yang datang dari sebelah kananmu baik berupa kijang atau burung atau selain itu dan dia menyebutkan hadits Aisyah r.a. yang di dalamnya menyebutkan "akrahu an asnahahu" yakni aku tidak enak menghadapnya dengan tubuhku dalam shalatnya. Dari saniha li al-Syaiu apabila menampakkan.
[11] (penjelasan kata) ansalu yaitu keluar dengan sembunyi-sembunyi atau dengan perlahan-lahan, demikian disebutkan oleh al-Hafizh.
[12] (penjelasan kata) nahaztul huluma yaitu mendekati usia baligh (dewasa).
[13] (penjelasan kata) atân yaitu keledai (himar) betina.
[14] Dan di dalam riwayat Bukhari (4412): "lalu himar berjalan di depan sebagian shaf kemudian dia turun dan berbaris dalam shaf bersama orang-orang." Dan demikian juga dalam riwayat Muslim halaman 362. Maka dalam berbagai riwayat ini terkandung makna bahwa Ibnu Abbas juga lewat di depan shaf dan demikan juga keledai betina lewat di depan shaf.
[15] Sisi pengambilan dalil dari hadits ini dalam masalah ini (bab wanita lewat tidak memutus shalat) yaitu bahwa hadits Abu Dzar yang telah lewat menyebutkan bahwa "memutus shalat laki-laki adalah wanita, himar dan anjing hitam." Dan diberi alasan lewatnya anjing hitam bukan jenis lainnya bahwa itu adalah setan. Dan pada hadits ini, setan lewat di depan Rasulullah s.a.w. dan tidak memutus shalatnya maka karena itu anjing hitam tidak memutus shalat. Dan karena lewatnya anjing hitam berbarengan dengan penyebutan lewatnya wanita maka wanita lewat tidak memutus shalat juga. Dan karena itulah sebagian besar para ulama mentakwilkan kata (memutus) sebagai kurang khusu' bukan memutus dalam makna yang sebenarnya.
[16] Dengan melihat sanad riwayat berikutnya pada hadits ini, sesungguhnya perkataannya (tidak memutus shalat sesuatu pun) adalah dari ucapan Abu Said al-Khudri r.a. dan bukan hadits marfû sampai pada Nabi s.a.w. dan ini termasuk yang menunjukkan jeleknya hapalan Mujalid sebagaimana dikatakan oleh para penghapal hadits (huffazh). Dan juga menunjukkan atas kekeliruan (waham) Abu Waddâk karena itu al-Hafizh memberikan komentar tentangnya sebagai orang terpercaya yang melakukan kekeliruan.

·       Demikian, masih terdapat beberapa hadits dari Rasulullah s.a.w. dengan kalimat "tidak memutus shalat sesuatu pun", semuanya tidak lepas dari tinjauan dan dinyatakan dhaif oleh kebanyakan para ulama terdahulu bahkan oleh mereka yang berpendapat bahwa shalat tidak diputuskan oleh sesuatu. Dan sekarang insya Allah kami mengemukakan dengan singkat beberapa hadits ini disertai penjelasan lemahnya. Dan kebanyakan dari hadits-hadits ini kelemahannya sangat besar sehingga tidak layak sebagai pendukung dan tidak juga sebagai riwayat yang memberikan pembelaan.

1.        Hadits Abu Umâmah r.a. dari riwayat 'Ufair ibnu Ma'dân dari Salîm ibn 'Amir dari Abu Umâmah sebagai hadits marfû (dalam riwayat Daraquthni, 1/368). Dan dalam sanad riwayatnya terdapat 'Ufair ibn Ma'dân. Biografinya terdapat dalam Mizan al-I'tidal, dan para ulama secara sepakat menyatakan dia dhaif dan secara khusus riwayatnya dari Salim ibn 'Amir sampai Abu Hatim berkata, dia banyak meriwayatkan dari Salim dari Abu Amamah sesuatu yang tidak ada dasarnya.

Saya tegaskan, maka riwayat yang seperti ini tidak layak menjadi riwayat pendukung, juga tidak layak sebagai riwayat yang memberikan pembelaan.

2.        Hadits Ibnu Umar marfû. Dalam sanadnya terdapat Ibrahim ibn Yazid al-Khûri dan dia ini ditinggalkan (matrûk), kemudian para ulama terpercaya (tsiqah) meriwayatkannya dari Ibnu Umar sebagai perkataannya (Sunan Daraquthni, 1/367) dan Sunan Baihaqi (2/278-279).

Saya tegaskan, riwayat seperti ini juga tidak layak menjadi riwayat pendukung, juga tidak layak sebagai riwayat yang memberikan pembelaan.

3.        Hadits Abu Hurairah marfû dalam riwayat Daraquthni (1/367) dan dalam sanadnya terdapat Ishaq ibn Abdullah ibn Abu Farwah dan dia ini ditinggalkan (matrûk). Maka atas dasar ini, riwayat ini tidak layak menjadi riwayat pendukung.
  
4.        Hadits Abbas ibn Ubaidullah ibn Abbas dari Fadhl ibn Abbas marfû dalam riwayat Daraquthni (1/369), dan di dalam sanadnya terdapat Abbas ibn Ubaidullah. Al-Hafizh berkata tentangnya, "dia bisa diterima." Dan makna bisa diterima dalam ungkapan al-Hafizh adalah bahwa dia bisa diterima apabila terdapat pembelaan (riwayat) dan jika tidak maka dia lemah. Kemudian dia tidak mendengar dari Fadhl ibn Abbas. Lebih satu dari para ulama yang menyatakannya.

5.        Hadits 'Iyâsy ibn Abu Rabî'ah marfû dalam riwayat Daraquthni—dan ini riwayat yang terkuat dari riwayat-riwayat ini. Hanya saja hadits ini dari riwayat Idris ibn Yahya al-Khûlâni dari Bakar ibn Mudhar dari Sakhr ibn Abdullah ibn Harmalah bahwa dia mendengar Umar ibn Abdul Aziz berkata, dari Anas bahwasanya Rasulullah s.a.w. melaksanakan shalat bersama orang-orang lalu di depan mereka lewat seekor himar. Kemudian 'Iyâsy ibn Abu Rabî'ah berkata, "Subhanallah.. Subhanallah.. Subhanallah." Manakala Rasulullah s.a.w. mendengar, dia berkata, "siapa yang baru saja bertasbih Subhanallah." Dia menjawab, "Saya.. wahai Rasulullah, saya mendengar bahwasanya himar memutus shalat." Dia berkata, "tidak memutus shalat sesuatu pun."

Dalam sanad riwayat ini terdapat Sakhr ibn Abdullah ibn Harmalah. Al-Hafizh berkata tentangnya, "bisa diterima." Dan maknanya dalam ungkapannya itu adalah bisa diterima apabila terdapat pembelaan dan jika tidak maka dia lemah. Kemudian pada hadits ini terdapat riwayat dari Umar ibn Abdul Aziz dari 'Iyâsy ibn Abu Rabî'ah (dengan mengugurkan Anas) dan Umar ibn Abdul Aziz tidak mendengar dari Iyâsy. Dan hadits riwayat ini dan hadits riwayat sebelumnya adalah yang paling bagus dari sanad riwayat-riwayat yang ada meskipun apa yang ada pada keduanya.

Catatan: Syaikh Ahmad Syâkir menyebutkan (dalam syarah singkatnya [ta'lîq] terhadap al-Muhalla, 4/14) bahwa dia tidak menemukan biografi Idris ibn Yahya al-Khûlâni—salah seorang perawi dalam sanad hadits 'Iyâsy ibn Abu Rabî'ah—dan biografi laki-laki ini sebenarnya terdapat dalam kita al-Jarh wa Ta'dîl (2/264).

Demikian, sebagian para ulama juga mengambil kesimpulan dalil dengan firman Allah s.a.w., "Kepada-Nya lah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya" bahwa shalat tidak memutusnya sesuatu pun lalu mereka berkata, ini memutus apa? dan Ibnu Hazm membantah pengambilan kesimpulan mereka ini dengan bahasa yang sedikit mengejek, dia berkata, "ini memutusnya menurut pendapat semua, angin kecil yang keluar dari dubur secara sengaja." [(footnote: tidak ada makna bagi perkataannya (secara sengaja) disini, karena sama saja apakah secara sengaja atau tidak sengaja, hal itu memutus shalat.)] (al-Muhalla, 4/15).      
[17] Hadits Ibnu Abbas, "saya datang dan Rasulullah s.a.w. sedang melaksanakan shalat di Mina tidak menggunakan dinding," ini hadits sahih terdapat dalam kitab sahih. Dan apabila yang dia maksud adalah hadits Katsîr ibn Katsîr ibn Muttalib ibn Abu Wadâ'ah dari ayahnya dari kakeknya dia berkata, "saya melihat Nabi s.a.w. sedang shalat si Masjidil Haram dan orang-orang sedang melaksanakan thawaf di Baitullah antara dia dan kiblat, tidak ada di depannya dinding pembatas antara dia dan mereka." Maka ini hadits lemah dan terdapat dalam sejumblah buku-buku Sunan, dan terdapat dalam al-Mushannaf Abdur Razzq (2387), Baihaqi (2/273), al-Thahawi (1/267) dan (penjelasan) cacatnya dalam Sunan Baihaqi.  
[18] Hadits membuat garis ini lemah.
[19] Saya tidak mengetahui terdapat riwayat dengan derajat sahih dengan kalimat ini.
[20] Pada pendapat ini perlu tinjauan karena umumnya makna hadits "seandainya orang yang lewat di depan orang yang shalat mengetahui sesuatu (yang tidak baik) padanya niscaya dia berdiri 40 lebih baik baginya dari pada lewat di depannya."
[21] Kami tidak mengetahui ini diriwayatkan dengan sanad yang sahih. [penterjemah: saya melihat Syafi'I bukan bermaksud menyatakan ada riwayat itu, tetapi membuka debat seandainya ada yang mendebatnya dengan mengemukakan itu]
[22] Syaikh Ahmad Syâkir berkata, seakan-akan Syafi'I bermaksud menyatakan dhaif hadits yang di dalamnya menyebutkan "shalat terputus" bahwa hadits itu bertentangan makna dengan hadits-hadits yang lebih tetap dan lebih kuat darinya. Seakan-akan dia berkata (syaz) [yaitu ganjil karena makna yang menyendiri dari dalil-dalil lain] dan tetapi masalah memutus shalat adalah tetap dengan hadits-hadits sahih yang tidak hanya dari satu bentuk riwayat maka riwayat itu tidak ganjil (syaz).
[23] Dalam hadits ini terdapat kelemahan sebagaimana telah lewat.
[24] Yaitu kelompok yang menyatakan shalatnya batal dan terputus.

Artikel Terkait:

your ad here

comments

0 Responses to "WANITA LEWAT DI DEPAN ORANG SHALAT APAKAH MEMUTUS SHALATNYA?"

Speak Your Mind

Tell us what you're thinking...
and oh, if you want a pic to show with your comment, go get a gravatar!

eNews & Updates

Sign up to receive breaking news
as well as receive other site updates!

Daftar Isi

Loading...